Kara tidak pernah segugup ini dalam hidupnya. Gusti Prabu yang paling pertama mengulurkan tangan untuk menjabat tangannya. Beliau tidak banyak tanya, dan hanya memberi senyuman pada Kara dan keluarganya.
Gusti Ratu yang buka suara saat bersalaman dengannya bertanya, "Jadi kamu tadi datang jam tiga dini hari ya?"
"Iya, Kanjeng, saya baru sampai sekitar dini hari tadi."
"Baiklah, semoga kamu bisa betah dan bisa akrab dengan Penjaga dan Dayangmu." Lalu Gusti Ratu melanjutkan bersalaman dengan keluarganya. Akhirnya Kara berhadapan dengan Gusti Pangeran.
Lelaki iku tersenyum ceria sambil mengulurkan genggaman tangannya. Seperti layaknya kenalan yang sudah lama tidak bertemu, Kara menerima salam dari Gusti Pangeran dengan fist bumb.
Setelah mereka melakukan fist bumb, sadar kalau dalam situasi resmi, akhirnya mereka mengakhiri dengan bersalaman. Gusti Pangeran tidak mengucapkan apapun pada Kara tetapi dia mengelus puncak kepala Ragil sambil lalu.
Ketika keluarga Keraton selesai menyapa semua tamu, Gusti Prabu buka suara.
"Terima kasih kepada semua keluarga para kandidat yang meluangkan waktunya untuk datang ke Keraton. Tapi mohon maaf, saat ini adalah waktu untuk mengucap perpisahan. Saya sebagai tuan rumah, memohon maaf jika ada kesalahan yang dilakukan oleh para abdi dalem Keraton selama Anda sekalian berada di sini. Saya juga akan bertanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan putri anda sekalian selama masa seleksi berlangsung. Keluarga para kandidat diperbolehkan berkunjung sebulan sekali maksimal dua hari satu malam, dengan persetujuan dari kandidat dan ketua panitia."
Gusti Prabu melirik istrinya memberi isyarat untuk melanjutkan. Melihat itu Gusti Ratu buka suara,
"Saya sendiri yang akan mengawasi jalannya proses seleksi putri mahkota jadi anda tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Beberapa bagian dari acara seleksi akan ditayangkan di televisi. Lalu pesan saya sebelum kita berpisah, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, jadi saya harap kita semua bisa selalu menjaga integritas dan bersikap baik pada semua orang yang kita temui. Untuk para keluarga, silahkan ucapkan perpisahan terakhir, lalu mari ikuti saya dan Kanjeng Prabu keluar dari ruangan ini. Untuk para kandidat, dipersilahkan untuk tetap tinggal di ruangan bersama Pangeran, dan nanti akan ada arahan lebih lanjut."
Setelah Gusti Ratu mengucapkan itu, Para keluarga kandidat langsung bertukar pelukan hangat. Kara juga memeluk ibunya. "Sehat-sehat ya nak, Kalau kamu ingin pulang pintu rumah akan selalu terbuka untukmu."
"Iya, kalau pas dikunci gak bakal kubukain kok." Sergah Ragil. Mendengar itu Kara mencubit pipi adiknya pelan, lalu perlahan menarik adiknya dalam pelukan.
Ragil mengelus punggungnya dengan sedikit canggung tapi Kara terus meremas Ragil dalam pelukannya. Saat dia akhirnya melepas pelukan, Ragil tersenyum kecil Pada Kara.
"Kalau mbak menyerah dari seleksi, pas pulang bawain oleh-oleh ya?"
"Dasar!!" Sergah Kara sambil mengusap puncak kepala adikknya. Ia baru menyadari kalau Ragil sudah beberapa senti lebih tinggi daripada dirinya. "Kamu kok cepet banget sih gedenya!"
"Baik, untuk keluarga para kandidat, tolong ikuti kami keluar dari ruangan ini." Ujar Gusti Ratu lugas.
Para keluarga perlahan mulai mengakhiri salam perjumpaan mereka. Setelah para keluarga pergi, semua kandidat berdiri canggung berjauhan satu sama lain. Penjaga dan Dayang semuanya berdiri di sisi ruangan. Melihat suasana yang hening dan canggung, Gusti Pangeran akhirnya buka suara.
"Nah baiklah, Dayang Riani akan segera masuk ke ruangan ini dan menjelaskan kepada kalian rangkaian seleksinya. Sambil menunggu beliau, kalian bisa saling mengakrabkan diri dengan cara berkenalan."
![](https://img.wattpad.com/cover/285559710-288-k957546.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Privilege [END]
Ficção HistóricaWARNING: JANGAN LOMPAT KE CHAPTER BONUS JIKA TIDAK INGIN KENA MAJOR SPOILER! Kara tidak mengikuti seleksi untuk menjadi putri mahkota. Tapi, betapa terkejutnya dia ketika tahu kalau dia dipilih langsung oleh Putra Mahkota dan menjadi kandidat nomor...