Renita, Sekar, dan Kara berakhir di kamar yang sama. Begitu Renita dan Kara ketahuan menguping pembicaraan Sekar dengan Dika, suasana kamar menjadi hening.
Renita dan Kara terduduk di lantai saat Sekar masuk kamar. Ia kemudian mengunci pintu lalu menempatkan diri duduk di salah satu kursi berlengan sambil melipat kedua lengan di dada.
Renita berlahan berdiri kemudian menempatkan diri di atas kasur besarnya sedangkan Kara masih terduduk di lantai dengan canggung. Sekar bahkan tidak peduli pada Kara, pandangannya sepenuhnya fokus pada Renita.
"Apa kamu akan menyebarkan ini?" Tanya Sekar sambil menatap tajam pada Renita. Kara berlahan berdiri dari posisinya, sebelum sempat berjalan, Sekar menatapnya, "Jangan berpikir untuk kabur." Sergahnya singkat.
Kara hanya memutar bola mata lalu berjalan ke sofa terdekat, "Yeyeyeyeye nona ..." Jawabnya dengan nada mengejek.
Sekar bahkan tidak merespon ejekan dari Kara dan kembali fokus pada Renita. "Jadi apa kamu bisa menjawab pertanyaanku?" Tambah Sekar pada Renita.
Posisi duduk Kara yang tepat di tengah-tengah antara Renita dan Sekar membuatnya mudah untuk mengamati keduanya secara bersamaan.
"Menyebarkan? apa aku terlihat selowong itu? Aku bahkan tidak peduli dengan hubunganmu dengan mas Dika."
"Ouch.." Celetuk Kara setelah mendengar jawaban Renita.
Sekar memberi Kara tatapan yang berarti diamlah, tapi dia bahkan tidak teritimidasi dan hanya tersenyum.
"Bukannya dulu kamu yang pernah menyebarkan rumor tentangku?"
Renita mengeryitkan mata, tanda tidak mengerti dan bingung."Kapan tepatnya aku punya waktu sesenggang itu hingga aku menyebarkan rumor tentangmu?"
Sekar menghembuskan napas. "Waktu kita hampir lulus dari SMA, kamu bilang aku terpuruk karena dicampakkan oleh seseorang!"
"Hah?! bukannya kamu yang menyebar rumor kalau aku masuk universitas dengan membeli tempat di sana?" Balas Renita dengan nada bicara yang mulai naik.
Kara mengamati dengan takjub, sepertinya dia butuh camilan untuk melewati momen ini.
Mereka berdua sama-sama kelihatan kesal. "Aku tidak pernah menyebarkan rumor apapun tentangmu. Aku bahkan tidak tahu kalau kamu suka pada kakakku!" Tambah Renita.
"Aku juga tidak tidak peduli kemana kamu akan melanjutkan studi." Sergah Sekar.
Keduanya tampak lega sekaligus kesal. Kara menyadari bahwa ada kesalahpahaman diantara kedua orang ini sewaktu SMA, dan karena gengsi mereka terlalu tinggi, tidak ada yang mau memulai untuk menanyakan langsung sumber masalah dan membiarkannya untuk waktu yang lama.
"Jadi kalian sudah salah paham selama ini, tapi tidak ada di antara kalian yang mau meluruskan masalah?"
Celetuk Kara dari tengah ruangan. Baik Renita dan Sekar menoleh ke arahnya dengan ekspresi datar. "Oops, baiklah saya akan diam." Tambah Kara sambil membuat gestur menutup resleting mulutnya.
Kali ini Renita buka suara. "Aku tidak tahu siapa yang menyebarkan itu, yang pasti aku tidak tahu masalah percintaanmu dan tidak cukup menarik juga untuk kupedulikan. Masalah di keluargaku saat itu sudah banyak, tidak mungkin aku memikirkan gosip atau bahkan mendengarkannya."
Sekar menghembuskan napas keras, "Yah, kalau dipikirkan juga tidak ada untungnya kamu menyebarkan rumor jelek tentangku. Keluargamu bahkan lebih berpengaruh."
Renita menggelengkan kepala, "Memang aku tidak rugi, tapi karena rumor yang tersebar di sekolah tadi, keluargaku terseret dan membuat citra kami sedikit tercoreng. Itulah alasan aku tidak suka padamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Privilege [END]
Historical FictionWARNING: JANGAN LOMPAT KE CHAPTER BONUS JIKA TIDAK INGIN KENA MAJOR SPOILER! Kara tidak mengikuti seleksi untuk menjadi putri mahkota. Tapi, betapa terkejutnya dia ketika tahu kalau dia dipilih langsung oleh Putra Mahkota dan menjadi kandidat nomor...