45 - Pre Closing

12.8K 1.6K 180
                                        

Suasana Keraton menjadi lebih tenang sejak Dita selesai berkonsultasi pranikah dengan para kandidat. Dita sudah mengumpulkan pendapat setiap kandidat mengenai pernikahan dalam kurun waktu dua minggu kecuali Kara. Meski begitu Dita menyisihkan jadwal untuk berbincang dengan Kara.

Mereka akhirnya memilih Taman tengah Keraton untuk dijadikan tempat berbincang. Kara dengan baju sederhana sore itu datang dan langsung duduk di bangku panjang. Dita yang berjalan di belakangnya duduk di bangku seberang kiri.

"Beberapa minggu ini rasanya gila ..." komentar Kara.

"Itu semua karena kamu ..." respon Dita dengan nada tenang.

Kara memandang Dita dengan ekspresi mencela, "Hah entahlah ... sumber masalah ini memang aku. Tapi semua ini kan karena mas Dita milih aku jadi kandidat."

"Pfftt ... benar juga."

Mereka berdua terdiam sejenak menikmati angin. "Apa mas Dita sudah bilang pada orang-orang tentang alasan sebenarnya aku di sini?"

Dita menganggukkan kepala. "Orang-orang yang terlibat langsung sudah tahu, dan mereka cukup terkejut."

Kara mendengus, "Tentu saja ... omong-omomg yang tahu tentang masalah ini dari awal itu siapa saja sih?"

"Oh aku belum bilang ya?" Kara menggelengkan kepala mendengar ucapan Dita.

"Yang tahu jelas Raga dan Mbok Kinan. Sisanya hanya orang-orang tertentu yang belum pernah kamu temui sih."

"Tapi mas tidak bilang ke Gusti Prabu dan Gusti Ratu?" Tanya Kara penasaran.

Dita menggelengkan kepala. "Aku sengaja melakukannya."

Kara tidak bertanya lebih lanjut. "Bagaimana dengan pertemuanmu dengan keluarga Rajasa?"

Kara hanya menaikkan pundak, "Lancar dan tidak semenegangkan yang aku bayangkan. Hanya saja ada yang aneh, Istri Ayahku, wajahnya sangat ketakutan saat melihat Raga. Padahal saat aku lihat Raga hanya duduk sambil makan."

"Anak itu lebih menakutkan daripada yang ditunjukkan padamu." Komentar Dita yang membuat Kara semakin bingung.

"Memangnya kenapa?" Dita menggelengkan kepala, "Dia akan bercerita padamu nanti. Lagipula bukan tempatku untuk membicarakan itu." Jawab Dita.

"Aku suka sekali tempat ini ..." Ucap Kara sambil merenggangkan badan.

"Mungkin kamu akan sering datang ke sini."

"Kok bisa?"

"Keluarga Keraton dan Rajasa dari dulu sudah dekat. Apalagi nenek kita ternyata adalah saudara. Kan kamu bisa jadi bagian dari keluarga keraton ..."

Kara menaikkan kedua bahu, "Entahlah, aku masih belum tahu harus melakukan apa setelah seleksi ini. Yang pasti aku ingin hidup tenang menjadi orang biasa saja ..."

Dita mendengus mendengar itu. "Kamu yakin mau menjadi orang biasa-biasa saja? Sepertinya tidak akan bisa?"

Kara menoleh, "Kenapa tidak bisa?"

Dita hanya menggelengkan kepalanya, "Pikir saja sendiri. Kamu akan tahu nanti."

Kara hanya menghembuskan napas tetapi tidak menghiraukan pernyataan Dita lebih jauh lagi.

"Oh iya, bagaimana kabar Adam?" Tanya Dita mendadak.

Kara berpikir sejenak sebelum akhirnya mengerti maksud Dita, "Ah, maksudnya adik tiriku?" Dita mengangguk.

"Dia terlihat baik-baik saja. Aku tidak punya banyak kesempatan interaksi dengannya ... Dia hanya diam sepanjang pertemuan itu. Saat ibunya pergi, dia juga ikut pergi."

Privilege [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang