[Bonus] 08.5

12.5K 1.3K 18
                                        

Lanjutan Chapter 08

--------------

Dita memimpin jalan, dua penjaga berjalan di belakang mereka sambil menjaga jarak.

Momen ketika Dita datang mendatangi Kara tepat di depan aula makan, tentu saja itu menjadi topik hangat. Banyak dayang, penjaga dan abdi dalem yang menjadi saksi. Meski begitu Kara tetap tenang dan mengikuti Dita yang mulai berjalan menuju taman Keraton. 

Mereka berdua sempat berjalan melewati Aula makan untuk para kandidat Putri Mahkota. Kara sempat melirik ke belakang saat mereka lewat dan pandangan dari para kandidat lain cukup memuaskan untuk dilihat. Ia bahkan sempat memberikan wink pada para kandidat.

Kara tersenyum kecil. "Kenapa senyum-senyum?" Tanya Dita yang menangkap senyuman kecil dari Kara.

Gadis itu tersenyum kecil sambil menggeleng. "Seleksi ini seru juga,"

"Seru?! Memangnya apa yang terjadi?" Tanya Dita tenang. Kara dengan tenang menceritakan semua kejadian semalam dan responnya terhadap kandidat Putri Mahkota.

"... Yah akhirnya, aku bilang aja kalau melakukan semua ini demi uang kompensasi." Jawab Kara mengakhiri cerita hari itu.

"Sial, kamu jujur sekali." Komentar Dita dengan tenang.

Kara berdeham pelan lalu berujar singkat, "Jadi apa aku harus panggil Gusti Pangeran?" Tanyanya sambil menahan senyum.

"Ngece sekali anda ini. Cukup panggil seperti biasa saja kalau kita sedang berdua."

Kara tertawa, "Baik Gusti Pangeran." Jawab Kara dengan nada sedikit dibuat-buat.

Dita meninju lengan Kara pelan, tapi gadis itu melebih-lebihkan reaksi lalu tertawa. Setelah mereka cukup jauh dari keramaian. Kara akhirnya memulai pembicaraan.

"Jadi apa maksud surat kemarin. Apa itu benar dari Kakak?" Tanya Kara.

Mereka berdua berdiri diatas jembatan lengkung dengan bagian bawah kolam ikan yang cukup besar. Dita duduk di bagian pegangan tangan jembatan lalu Kara mengikuti hal yang sama dengan bersandar di seberang Dita.

"Alasan aku memilihmu menjadi salah satu kandidat adalah untuk mengamati kandidat yang lain." Ujar Dita pelan.

Mereka saling pandang dalam diam, lalu Kara menghembuskan napas dengan keras. "Hahhh, benar-benar deh."

"Why me? Bukannya teman kakak banyak?" Tanya Kara.

"Karena kamu satu-satunya yang tidak mendaftar seleksi." Respon Dita pendek.

"Hah? serius?"

Dita mengangguk, "Semua kenalanku, yang kukenal cukup dekat, mendaftar seleksi putri mahkota. Jadi menurutmu siapa yang bisa aku pilih di situasi seperti itu?"

Kara tertawa pelan. "Ahh, jadi itu alasan kakak memilihku jadi mata-mata? wah, sebuah kehormatan bagi saya ..." Kara membukukan badan untuk memberi hormat.

Dita tertawa melihat tingkah laku Kara. "Jujur deh, apa kamu benar-benar tidak pernah tertarik padaku?" Tanyanya spontan.

Kara mengalihkan pandangan pada Dita, "Kakak memang ganteng, but you are not my style." Jawabnya tegas. Dita mendengus pelan. "Hmmm menarik, kamu bahkan tidak tertarik dengan kegantenganku." Jawab Dita sambil menggeleng-geleng.

Kara tertawa keras. Bahkan dua penjaga yang berjaga di pinggir kolam menoleh ke arah mereka sekilas sebelum kembali mengalihkan pandangan. "Aku tahu dengan jelas siapa tipemu jadi aku menahan diri untuk tidak menyatakan perasaan padamu." Tambah Dita tenang.

"Apa?!"

Dita mengalihkan pandangan, "Lupakan apa yang kukatakan. Jadi aku ke sini untuk memberitahumu kalau tugasmu adalah mengamati sifat-sifat dari empat kandidat yang lain. cukup laporkan seperti apa mereka."

"Kakak suka padaku?" Tanya Kara tidak peduli pada ucapan Dita barusan. Dita membalikkan badan, "Kalau iya apa kamu akan membalas perasaanku?"

Kara mengangkat kedua tangannya, "Maaf, tapi sepertinya aku tidak bisa menerima itu. Dan lagipula, kakak juga tahu siapa orang yang aku suka."

Dita berdiri, tapi sebelum dia berjalan pergi Kara menahan lengannya.

"Lalu imbalanku?" tanya Kara mengalihkan topik pembicaraan kembali ke seleksi.

Dita terlihat berpikir sejenak, ia lalu menjawab. "Jumlah uang yang sama dengan uang kompensasimu."

Kara mengancungkan jari telunjuknya meminta Dita untuk menunggu. "Aku tidak percaya ucapan. Karena tidak ada kertas dan pulpen disini, jadi mari kita merekam ucapan Anda Kanjeng."

Tindakan Kara itu membuat Dita tersenyum. Kara mengarahkan kamera ponselnya pada Dita lalu bertanya, "Jadi Gusti pangeran, silahkan bicara. Apa yang ada peritahkan pada saya beserta bayarannya."

"Aku Pangeran Pradipta, memberi tugas pada Kartika kandidat lima dalam seleksi putri mahkota untuk menjadi seorang mata-mata diantara para kandidat. Dia akan dibayar dengan jumlah yang sama dengan kompensasi sebagai kandidat setiap bulannya. Dengan kata lain, bayarannya akan jadi dua kali lipat dari total kompesasinya nanti."

Kara selesai merekam lalu mengutak-atik video itu sebentar sebelum memasukkan ponsel ke saku celananya. "Jadi apa kakak punya saran harus bagaimana konsepku selama, tahu kan seleksi ini?"

"Bukannya aku sudah cukup memberimu situasi dimana kandidat lain tidak terlalu suka padamu?!" Tanya Dita.

Mereka berdua mulai berjalan kembali. "Poin bagus. Apa aku pakai konsep gadis gila saja sekalian ya? Aku tidak punya reputasi untuk dijaga atau tindakan untuk mengesankan orang lain. Hmm bagaimana ya ..."

Kara terlihat mempertimbangkan itu dengan serius, tetapi Dita menyanggahnya.

"Hati-hati. Walaupun kamu merasa tidak perlu membuat orang lain terkesan atau reputasi yang perlu dijaga, jangan sampai tindakanmu dipelintir orang lain hingga menjadikanmu contoh yang buruk untuk masyarakat. Seleksi ini sudah dimulai, dan untuk pertama kalinya kandidat dari orang biasa akan ikut tampil. Pasti akan ada dukungan-dukungan tertentu untuk para kandidat. Jadi kamu harus hati-hati, karena jujur saja walaupun aku yang memilihmu, jika kamu terlibat hal buruk, aku juga akan melepas dukunganku."

Kara menganga mendengar itu, "Wah, ucapan kakak sangat dingin sekali."

"Kamu harus bersiap dengan segala kemungkinan. Ada orang yang mendukungmu begitu juga mereka yang ingin melihat kamu jatuh ..." Tambah Dita.

Kara bergidik pelan, "Wahhh, gilaa, merinding akutu. Beberapa menit lalu ada orang yang menasihatiku hal yang sama. Intinya jaga image. Iya kan? Tenang saja, aku sudah mendapat konsep bagaimana aku akan mengikuti seleksi ini."

Mereka berdua sudah sampai di bagian Keraton yang sedikit ramai. Dita mengucapkan salam perpisahan dan memberi semangat untuk Kara. Mereka berdua tos pelan, lalu Kara memberi salam pada Dita sebelum lelaki itu berjalan pergi bersama dua penjaganya.

Kara berdiri terpatung memandang Dita yang berjalan menjauh. Ia terkejut saat tiba-tiba seorang bergumam di belakangnya. "Kara, kamu ngapain berdiri disini? Bukannya kamu ada kelas latihan pagi hari ini?"

Mbok Kinan, berdiri sambil memandang Kara dengan tenang saat gadis itu berbalik.

"Duh, kaget aku mbok, untuk kelas latihan fisik di mana ya?"

"Tempat latihan ada di ujung belakang Keraton. Sepertinya kamu harus lari kalau tidak ingin terlambat." Jawabnya pelan.

"Apa Mbok melihat Raga?"

Mbok Kinan terlihat bingung, "Bukannya dia pelatihmu? Kalau iya berarti dia sudah ada di tempat latihan."

Kara terkejut lalu tanpa banyak bicara langsung berlari ke arah bagian belakang Keraton untuk mencari tempat latihan. Mbok Kinanti memandangi Kara yang berlari sambil menggelengkan kepala. "Pantas saja Raga suka padanya."

-----------------------------------------------------------------------
Edited: 04/08/2022






Privilege [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang