Kara bagun lebih awal untuk berangkat duluan agar bisa menghindari sarapan bersama kandidat lain. Beruntung, Dayang Riani sudah memberikan jadwal kegiatan para kandidat untuk seminggu ke depan.
Seperti dugaannya, di tempat makan yang disediakan khusus untuk mengakomodasi para kandidat masih sepi. Beberapa makanan sudah tersedia di wadah-wadah yang diletakkan di sudut ruangan untuk prasmanan. Kara mendengar sedikit perbincangan pelan di balik pintu di ujung belakang. Ia menduga di sana adalah dapur umum.
Kara menghampiri wadah makanan di sisi ruangan, ia menyadari kalau makanan sudah tersedia tetapi belum ada alat makan di sana. Maka dia memberanikan diri mengetuk dapur dan seketika membuat suasana mendadak hening.
Kara membuka pintu perlahan kemudian disambut oleh enam orang yang terkejut melihatnya, "Ah maaf menganggu, saya mau makan tapi belum ada piring dan sendoknya."
Beberapa celetukan heboh memenuhi ruangan, lalu seseorang mendatanginya sambil membawa tumpukan piring dengan garpu dan sendok di atasnya.
"Maaf ya mbak, kami tidak menyangka akan ada yang datang sepagi ini. Kami mengira para kandidat akan datang sekitar jam setengah tujuh pagi."
"Ah gak apa-apa kok bu, saya sengaja datang lebih awal..." Jawab Kara sambil mengambil tumpukan piring itu dari tangan si juru masak. Si juru masak sedikit terkejut tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena Kara bergerak lebih cepat darinya.
"Oh iya bu, biasanya para dayang dan penjaga makannya di mana ya?"
"Oh mereka makan juga di ruang makan kok, cuma untuk staf Keraton semuanya ada di ruangan aula makan staf yang ukurannya lebih besar dari ini."
Kara mulai tertarik, "Aula makan staf ada dimana ya bu?"
"Kamu bisa langsung keluar, nanti ada gedung aula di belakang gedung ini, di sana adalah tempat makan staf Keraton."
Kara terlihat berpikir sejenak. "Makanan yang dihidangkan di sana dan di sini sama saja kan bu?"
Si Juru masak menjawab dengan raut muka sedikit khawatir, "Iya .."
Kara tersenyum ceria lalu pamit, "Baiklah kalau begitu saya akan makan di sana saja bu ..."
"Tapi mbak ..."
Sebelum si juru masak sempat menyelesaikan ucapannya, Kara sudah menghilang di balik pintu. Suasana di sisi lain aula makan lebih besar dan ramai. Ia mendapati para dayang, penjaga dan abdi dalem sedang antri mengambil semacam tiket makan, sebelum berbaris untuk mengambil makanan.
Ketika Kara memasuki ruangan, orang-orang mulai memandanginya dengan ekpresi penasaran campur bingung. Ia tersenyum canggung lalu mulai antri di tempat ambil tiket. Kara terselamatkan saat Raga menariknya keluar dari antrian.
"Kamu kenapa di sini?" tanyanya pelan. Berbeda dengan penampilannya kemarin, hari ini Raga terlihat lebih kasual. Ia hanya mengenakan celana longgar dipadankan dengan kaus lengan pendek yang pas di badannya.
"Aku mau makan ..." Jawab Kara singkat.
"Tempat makan kandidat ada di balik gedung ini ..."
"Aku tahu, tapi aku tidak mau makan sendirian dan sedang menghindari kandidat yang lain."
Raga menyipitkan matanya untuk memandang Kara. Dia tidak bertanya lebih jauh lalu menghampiri petugas tiket makan untuk berbicara. Tak lama kemudian Raga kembali lalu mengarahkan Kara untuk antri makan.
"Aku sudah bilang pada petugas, kalau kamu ingin makan disini. Dan karena kamu bukan staf Keraton, dia mengizinkanmu langsung antri. Aku duduk di sana jika kamu mau makan bersama." Ujar Raga lalu meninggalkan Kara untuk mengambil makanan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Privilege [END]
Fiction HistoriqueWARNING: JANGAN LOMPAT KE CHAPTER BONUS JIKA TIDAK INGIN KENA MAJOR SPOILER! Kara tidak mengikuti seleksi untuk menjadi putri mahkota. Tapi, betapa terkejutnya dia ketika tahu kalau dia dipilih langsung oleh Putra Mahkota dan menjadi kandidat nomor...