13 - Pertengkaran

17.1K 2K 20
                                        

Renita merasa dirinya berada dalam ruang sidang. Semua kandidat berkumpul di ruang tengah untuk menonton wawancara langsung dari dari Kara. Selama empat hari terakhir semua kandidat secara alami menonton wawancara langsung bersama. Bahkan selama empat hari terakhir kemarin mereka semua terlihat baik-baik saja menonton satu sama lain.

Semua suasana itu mendadak menjadi lebih seru ketika wawancara berlanjut dengan pembahasan kelahiran Kara yang ternyata di luar nikah. Renita terkejut saat pembawa acara dengan percaya diri menanyakan itu. Dia mengamati reaksi semua kandidat saat keheningan memenuhi ruangan sebelum Kara menjawab pertanyaan.

Begitu gadis itu mengiyakan pertanyaan si pewawancara, Renita menangkap sekelebat reaksi dari kandidat lainnya. Dia sendiri terkejut, tapi jujur saja dia tidak terlalu peduli. Sekar jelas-jelas terkejut dengan mulut menganga lebar. Lita menyipitkan mata ketara sekali menunjukkan sedikit ekspresi tidak percaya dan Eka memasang wajah tanpa ekspresi.

Satu hal yang tidak disukai oleh Sekar adalah membahas tentang kekuatan orang dalam. Memang dia seorang aktris, penyanyi tapi karena status keluarganya, banyak orang yang mengejek keterannya bersumber dari bantuan orang dalam dan bukan dari kemampuannya. Renita tahu betul masalah itu.

Begitu Kara secara tidak langsung mengatakan bahwa kandidat lain punya backing yang kuat, Sekar meledak. Dia dengan terang-terangan memaki Kara yang bahkan masih tidak ada di ruangan itu.

Renita sebenarnya ingin mengingatkan Sekar kalau reaksinya berlebihan tapi begitu melihat dua kandidat lain yang juga terlihat gusar dan kesal ia akhirnya membiarkan saja.

"Awas aja kalau dia balik, akan aku tegur dia." Gerutu Eka pelan.

Sepertinya akan lama sampai mereka bisa bertemu gadis itu. Renita sebenarnya tidak terlalu suka drama, tapi begitu wawancara langsung itu selesai, ketiga kandidat lain tidak segera kembali ke kamar. Mereka semua masih duduk tenang di kursi masing-masing.

"Kalian tidak istirahat?" tanya Renita basa-basi.

Eka menyulut pertanyaan Renita, "Memangnya kamu bisa istirahat dalam keadaan begini. Apa kamu tidak mau menegur Kara?" 

"Aku tidak terlalu peduli dengan itu." Jawabnya tenang sambil menaikkan pundak.

"Apa kamu tidak kesal dengan ucapannya? bukannya kamu justru harusnya jauh lebih tersinggung daripada kami? Backing-mu kan yang terkuat diantara kami?"

"Sudah kubilang aku tidak peduli." Tambah Renita kali ini dengan nada yang lebih serius.

Eka sedikit bergetar mendengar nada bicara Renita. Ia belum sempat bereaksi karena Sekar sudah berteriak duluan. "Ha, Renita seperti biasa. Pura-pura tidak menyadari kekuasaannya sendiri."

Renita menoleh ke arah Sekar. "Ini sebabnya aku tidak suka dengan sikapmu."

Sekar terlihat lebih kesal, "Apa?! Karena kita tidak selevel?"

Renita bukan orang yang suka ikut campur, dan dia tidak merasa perlu mendapat pengakuan dari siapapun sejak dulu karena dia tahu orang lain akan otomatis menghormati dirinya. Meski begitu bukan berarti dia suka dinilai kalau dia tidak mau bergaul dengan orang lain karena tidak selevel. Sekar sudah menyerang titik sensitifnya.

Kali ini Renita menjawab pertanyaan Sekar dengan nada yang berbahaya, "Aku paham betul seberapa besar kekuasaan yang kupegang. Setidaknya aku tidak pernah berpura-pura tidak memanfaatkan itu. Kamu tahu kenapa aku tidak suka ikut campur? Karena jika aku bertengkar dengan orang lain, lawan bicaraku yang akan rugi."

Sekar, Eka dan Lita terdiam mendengar ucapan itu. Ucapan Renita benar-benar menampar dirinya secara tidak langsung.

"Kamu, bertingkah seakan-akan ingin berteman dengan semua orang. Tapi, pada akhirnya kamu kesal karena aku tidak pernah mau bergaul dengan bocah sepertimu kan? Itulah alasan kenapa kamu selalu mencoba bersaing denganku. Agar aku menggubrismu?!" Tambah Renita dengan nada tenang yang justru lebih menakutkan.

Privilege [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang