33 - Pergi tanpa pamit

11.7K 1.6K 48
                                    

Setelah presentasi selesai, semua tamu undangan, kandidat dan keluarga keraton mendapat waktu makan siang bersama acara ramah tamah sederhana. Makanan sudah disiapkan oleh Keraton di aula makan yang sama seperti acara pengenalan kandidat putri mahkota.

Para kandidat ditempatkan di meja yang sama. Mereka semua masih tidak banyak bicara setelah presentasi karena tentu saja suasana mendadak membingungkan bagi semua orang. Mereka berempat duduk di bersama dengan Dayang Pribadi  masing-masing duduk samping Kanan kandidat.

"Sekar tidak ikut jamuan makan dan ramah tamah?" Tanya Lita sambil melihat ke sekeliling ruangan.

Para Dayang saling bertukar pandang dalam diam, Ana menjawab, "Sepertinya ada keperluan. Ia tadi langsung pergi menerobos ke luar. Bahkan Laila harus mengejarnya dan tidak bisa meminta Sekar untuk kembali. Deka akhirnya menyusul juga."

Kali ini giliran kandidat saling tukar pandangan. Selain para kandidat dan Dayang Riani, tidak ada yang tahu kalau Sekar baru saja mencuri ide presentasi dari Kara. Ketika para dayang sudah menyebar untuk makan, tersisa para kandidat yang masih duduk bersama. Eka membuka pembicaraan singkat, "Jadi apa kamu akan diam saja setelah apa yang dilakukan Sekar?"

Kara terdiam, ia sejujurnya masih tidak percaya pada apa yang sudah terjadi tapi entah kenapa ada yang mengganjal dari kejadian ini. "Entahlah, aku tidak melihat Sekar sebagai tipe orang yang seperti itu." Ungkap Kara.

Eka mendengus mendengar itu, "Entah kamu yang terlalu polos atau Sekar yang terlalu cerdik." 

Renita merenung, ia akhirnya memberi pendapat, "Meski aku bukan teman dekatnya, Sekar bukan tipe orang yang menusuk dari belakang. Kalaupun dia mau menusuk pasti dari depan ..." tiga kandidat lain menatap ke arah Renita dengan mata terbuka lebar.

Renita angkat tangan, "Ini bukan pembelaan, hanya pendapatku saja. Memang ada yang aneh dari tingkahnya. Tapi aku yakin, dia tipe orang yang menyerang secara frontal."

"Jadi maksudmu cara tadi bukan gayanya dalam menyerang?" Tegas Lita. Renita menganggukkan kepala. "Tapi mungkin, jika kamu mau bertanya langsung padanya dia akan memberikan jawaban. Anak itu selalu jelas mengenai alasan melakukan sesuatu." Ujar Renita pada Kara.

Kara mengangguk, "Untuk orang yang bilang tidak dekat, kamu tahu juga ya seperti apa watak Sekar." Goda Kara pada Renita. Lawan bicara Kara malah menghembuskan napas besar tanpa merespon ucapan Kara.

Setelah mereka semua makan, para Dayang menganjurkan pada kandidat untuk bersosialisasi dengan tamu yang datang. Kara menangkap pandangan dari Bu Sastria yang mengawasi dari tempat duduknya. Ia sedang makan bersama beberapa tamu yang Kara duga sebagai keluarga besar lain. 

Beruntung, Kara melihat sosok yang tidak asing. Kara menghampiri orang itu lalu menepuk bahunya. 

"Oh, Karaa ... gila presentasi kamu keren lo!" Ujar Chris saat menoleh dan mendapati Kara menyapanya.

Kara membuka kedua lengannya untuk pelukan, awalnya Chris ragu tapi Kara menariknya duluan sehingga Chris dengan canggung menepuk punggung Kara. Setelah melepas pelukannya, Kara benar-benar terlihat senang bisa bertemu Chris.

Mereka berdua membahas presentasi Kara tadi dengan Chris yang banyak memuji sekaligus penasaran bagaimana Kara mendapat ide itu. Kara bercerita dengan jujur kalau idenya datang dari sebuah spontanitas setelah mengingat bagaimana dia bisa lahir.

"Tapi apa kamu tidak masalah terlalu mengumbar kisah pribadi seperti itu?" Tanya Chris.

"Aku juga tidak ingin seperti itu, tetapi nyatanya ada orang di luar sana yang ingin menggunakan aibku untuk kepentingan mereka, jadi ya aku tidak banyak pilihan selain terbuka dan menerima itu. Tapi, kok kakak bisa di sini? Bukannya dewan yang hadir itu adalah orang dewasa saja?"

Privilege [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang