Gusti Prabu berjalan dengan langkah cepat menuju ruang tamu. Sore ini ia mendapat kabar bahwa bibinya tiba-tiba datang dan meminta untuk bertemu. Maka setelah menyelesaikan sebagian pekerjaanya, Gusti Prabu menyempatkan diri untuk bertemu bibinya.
Seorang wanita lanjut usia sudah duduk di ruang tamu menunggu. Beberapa Dayang Keraton sudah menyajikan camilan untuk beliau. Si wanita terlihat sehat dan bugar. Rambutnya yang sudah banyak beruban ditata dengan sanggul kecil di belakang kepalanya. Ia memakai setelan kebaya sederhana lengkap dengan kacamata tebal. Tongkat jalannya di sandarkan di sisi kursi.
Gusti Prabu tersenyum sekilas, sambil menganggukkan kepala cepat lalu duduk. Seorang Dayang menyuguhkan segelas minuman untuknya. Ia kemudian membuka pembicaraan.
"Bulek sehat-sehat saja kan?"
"Syukur, saya sehat-sehat saja Kanjeng."
Gusti Prabu mengangguk sambil meyeruput minumannya. "Jadi, ada keperluan apa sampai Bulek secara pribadi datang ke Keraton ini. Seharusnya saya sebagai keponakan yang berkunjung ..."
"Ah, tidak usah repot-repot, Saya tahu kalau Kanjeng banyak pekerjaan yang diurus. Lagipula, karena saya sendiri yang membutuhkan ini, tentu sepantasnya saya yang datang."
Gusti Prabu menaikkan satu alisnya. "Bulek, membutuhkan sesuatu?"
"Iya, saya dengar Kanjeng Pangeran sedang mencari guru untuk kelas manner kandidat putri mahkota. Apa mungkin Pangeran sudah menemukan guru yang tepat?"
Gusti Prabu terdiam sejenak. Sejujurnya dia tidak terlalu mengikuti urusan seleksi jadi tidak tahu hal apa yang terjadi di dalamnya. Ia sedikit malu dan akhirnya sedikit menghindari topik tentang seleksi. "Ah itu, saya kurang tahu mengenai itu karena semua yang berhubungan dengan seleksi akan dilaporkan langsung pada Pangeran. Apa Bulek punya rekomendasi orang untuk menjadi guru manner para kandidat?"
Wanita yang dipanggil bulek oleh Gusti Prabu itu menganggukkan kepala. "Ya, Saya pribadi ingin mengajukan diri menjadi guru manner para kandidat Kanjeng ..." Ucapnya sambil tersenyum.
Gusti Prabu sedikit terkejut. Ia tidak menyangka bibinya yang sudah lama meninggalkan pekerjaan untuk menikmati masa pensiun, malah mengajukan diri menjadi guru manner untuk kandidat.
"Pihak keraton tentu saja akan sangat berterima kasih jika Bulek mau mengajukan diri. Tapi, apa boleh saya bertanya kenapa Bulek tiba-tiba ingin menjadi guru pengajar untuk para kandidat?" Tanya Gusti Prabu.
Wanita itu terdiam. Ia meletakkan gelasnya dengan tenang. "Bukan hal yang spesial, karena saya ingin berinteraksi dengan anak muda. Saya cukup lama pensiun, tapi terkadang saya merasa kesepian karena tidak banyak pekerjaan yang bisa saya lakukan. Menurut saya menjadi pengajar adalah salah satu pekerjaan yang tidak terlalu melelahkan sekaligus lebih cocok untuk saya yang sudah lanjut usia ini."
Gusti Prabu menganggukkan kepala tanda mengerti. Si tamu yang merasa sudah selesai menyampaikan maksudnya akhirnya beranjak berdiri. "Baiklah, Karena niat saya sudah tersampaikan, saya pamit dulu, mohon maaf sudah menyita waktu Kanjeng." Ujarnya sambil memberi salam sekilas lalu meninggalkan ruangan.
"Panggil pangeran ke ruang kerjaku sekarang. Ada yang perlu aku bicarakan dengannya." Ucap Gusti Prabu pada Dayang yang ada di ruangan.
Gusti Prabu kemudian pergi dari ruang tamu dan langsung menuju ruang kerja yang tidak jauh dari sana. Beberapa saat kemudian Gusti Pangeran datang, dan diizinkan untuk masuk ruangan.
Dita masuk ruangan. Ia segera memberi salam pada Ayahnya kemudian duduk di salah satu sofa panjang dengan Ayahnya duduk di ujung.
"Ayah baru saja menerima tamu yang tidak terduga."
![](https://img.wattpad.com/cover/285559710-288-k957546.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Privilege [END]
Fiksi SejarahWARNING: JANGAN LOMPAT KE CHAPTER BONUS JIKA TIDAK INGIN KENA MAJOR SPOILER! Kara tidak mengikuti seleksi untuk menjadi putri mahkota. Tapi, betapa terkejutnya dia ketika tahu kalau dia dipilih langsung oleh Putra Mahkota dan menjadi kandidat nomor...