Pagi itu Ibu Sastria datang ke sebuah rumah salah satu keluarga Rajasa yang berada di lereng gunung. Begitu gerbang dibuka, ia disambut oleh halaman rumah yang sangat luas penuh dengan kucing berkeliaran. Rumah keluarga Rajasa itu berukuran kecil dan berada di ujung pelataran terasa sejuk karena dipenuhi pepohonan rimbun di sekelilingnya.
Seperti biasa, begitu mobil menurunkan Ibu Sastria di depan rumah, ia segera berjalan masuk dengan tongkat jalannya. Suasana dalam rumah juga masih tenang, dengan berbagai jenis kucing yang berkeliaran di sana-sini.
Ibu Sastria langsung berjalan menuju ruang kerja si empu rumah, tetapi saat ia mengetuk pintunya, tidak ada respon. Tak lama Ibu Sastria mendengar suara obrolan di bagian samping rumah. Ia menghampiri sumber suara dan seperti dugaannya, seorang wanita muda sedang duduk bersantai sambil menimang salah satu kucingnya.
Ibu Sastria datang, ia menunduk sekilas pada si wanita lalu menempatkan diri duduk di kursi seberang dari wanita.
"Jadi bagaimana acara melihat-lihat cucunya? Apa membuahkan hasil?" Tanya si wanita.
Ibu Sastria menjawab pendek, "Saya menemukan pewaris seperti yang nyonya bilang, tapi entahlah ..."
Si wanita tersenyum, ia memainkan telapak kaki kucing di pangkuannya dengan kedua tangan. "Sesungguhnya aku memberitahumu supaya kamu tahu kalau Kara itu cucumu. Tapi setelah mengamati dokumentasi seleksi, aku jadi ragu juga. Sepertinya dia tidak cocok menjadi pewaris pekerjaanmu."
"Saya yakin dia pasti bisa ..." cicit Ibu Sastria terdengar tidak yakin.
"Aku akan putuskan itu nanti. Untuk sekarang sepertinya kamu harus melacak keberadaan pewaris yang lain." Tambah si wanita muda.
Ibu Sastria terkejut. "Apa maksud nyonya dengan mencari pewaris lain?"
Si wanita muda bersandar pada kursi, kucing di pangkuannya masih diam tak bergeming menikmati posisinya.
"Anak perempuan kakakmu ... dia punya anak."
Ibu Sastria berpikir keras. Ia terkejut mendengar itu. "Apa maksud anda nyonya?"
"Aku baru mendapat informasi tidak terduga. Anak perempuan kakakmu ternyata bertahan hidup usai diculik. Masalahnya dia kehilangan ingatan, dan sudah meninggal. Dia sempat berkeluarga dan melahirkan anak perempuan."
"Tapi, bagaimana mungkin dia selamat? Waktu itu, tempatnya penyekapannya hancur lebur terbakar hingga tidak menyisakan apapun?"
Si wanita mengangkat bahu sambil menggeleng. "Aku juga tidak paham bagaimana, yang pasti para hantu hanya memberitahuku sebagian kecil saja. Tugasmu adalah mencari cucumu."
Ibu Sastria meremas pegangan tongkat jalannya. "Baik nyonya saya akan segera mencari anak itu."
Si wanita menambahkan, "Kirim Raga untuk menjalankan misi ini. Bilang padanya dia tidak boleh kembali ke Keraton kalau belum berhasil membawa anak perempuan itu ke sini. Dasar .. dia harus dihukum karena menyalahgunakan restuku untuk mengancam orang lain."
"Ah anda sudah tahu ternyata ..." gumam Ibu Sastria pelan.
Si wanita hanya berdecak, "Apa kamu pikir aku tidak tahu bagaimana restuku digunakan? Pokoknya lakukan saja peritahku. Bilang padanya misi kali ini adalah hukuman penyalahgunaan restu."
Ibu Sastria mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata. "Baik, saya akan meminta dia pergi mencari anak dari putri yang hilang."
End
![](https://img.wattpad.com/cover/285559710-288-k957546.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Privilege [END]
Historical FictionWARNING: JANGAN LOMPAT KE CHAPTER BONUS JIKA TIDAK INGIN KENA MAJOR SPOILER! Kara tidak mengikuti seleksi untuk menjadi putri mahkota. Tapi, betapa terkejutnya dia ketika tahu kalau dia dipilih langsung oleh Putra Mahkota dan menjadi kandidat nomor...