--***--
"Arka!" Teriakan itu berhasil membuat Arka dan kedua cewek itu menoleh ke arah sumber suara. Seseorang dari dalam rumah berlari dengan wajah cemas.
"Arka, kamu kenapa? Kok basah semuanya?" tanya Amara menatap Arka cemas. Cowok itu hanya menggeleng lemah. Kemudian dengan di bantu Jessy dan Alana, Amara menuntun Arka masuk ke dalam rumah dan dalam sekejap mereka sudah terduduk di sofa ruang tengah.
Tubuh Arka menggigil. Dari dulu Arka memang tidak pernah suka berenang. Itu semua dikarenakan tubuh Arka yang selalu menggigil. Belum lagi pesan dari Dr. Hans yang selalu menuntutnya tidak boleh melakukan aktivitas berlebihan.
Amara mengusap lembut rambut adiknya dengan handuk. Ia menatap adiknya dengan perasaan takut. "Kenapa bisa sampai seperti ini Arka? Kamu gak tau gimana takutnya Kakak melihat semua ini." ucap Amara dengan nada menahan tangis.
Amara berhenti mengalihkan pandangannya ke arah Jessy dan Alana yang sama-sama menunduk. Tubuh mereka berdua basah. Amara beranjak dan pamit ke dapur pada Arka dan kedua cewek itu untuk membuat minuman hangat.
Sesaat semua hening. Arka mendesah pelan, ia menatap kedua cewek yang berada di depannya hanya diam tak bersuara.
Arka mengamati keduanya bergantian. Kemudian tatapannya terkunci pada gelang yang Alana kenakan. Walaupun Arka tak sempat melihat dengan jelas siapa yang telah menolongnya. Ia masih ingat betul seseorang mengulurkan tangannya dan ia mengenakan gelang berwarna coklat, sebelum kedua matanya tertutup rapat tak sadarkan diri.
"Kamu yang udah nolongin aku?" tanya Arka dengan suara parau.
Alana tercekat, kemudian ia mendongakan kepala melihat Arka yang tengah menatapnya. "A-aku-" ucapan Alana terpotong ketika Jessy dengan tiba-tiba menghentikannya.
"Bukan dia!" sela Jessy, ia menoleh ke Alana dan menatapnya dengan tatapan mengancam. Seolah Alana harus patuh pada ucapan yang akan dilontarkan Jessy.
Arka mengernyitkan dahi. "Lalu?" tanya Arka datar.
Jessy menelan ludahnya. "A-aku yang udah nolongin kamu," jawabnya terbata-bata.
"Kamu? Nolongin aku?"
"Ya," jawab Jessy percaya diri.
"Wait." Arka terkekeh. "Bukannya dari dulu kamu gak suka kolam renang?"
Jessy mengerjapkan mata, ia terdiam sejenak. "Ya walaupun aku gak suka, aku berusaha tetap nolongin kamu," jawab Jessy beralasan.
Arka tak merespon, ia hanya menatap Jessy dengan tatapan menyelidik. "Kenapa? Kamu gak percaya?" Jessy melirik Alana. "Kamu tanya aja sama dia."
Arka mengalihkan pandangannya pada Alana. "Benar, Jessy yang udah nolong aku tadi?" tanya Arka memastikan.
Alana menatap Arka dalam. Ia hanya diam tak menjawab, hingga beberapa detik kemudian. Alana menghela napas berat dan mengangguk pelan mengiyakan ucapan Jessy.
Arka menatap Alana tak percaya. Sementara Jessy tersenyum dengan puas. "Cewek kayak dia mana mau nolongin ka-" ucap Jessy terpotong.
"Trus kenapa kamu basah?" tanya Arka pada Alana. Alana hanya diam tak merespon.
"Itu karena, dia sok-sok an mau nolongin kamu." jawab Jessy kesal. Ia memutar bola matanya. Heran melihat Arka yang masih terus memberikan pertanyaan yang menurutnya tak penting.
Setelah itu Arka terdiam. Ia yakin ada yang disembunyikan Alana. Gadis itu sedari tadi menunduk tak berani menatapnya.
Tak berapa lama, Amara datang dengan membawa nampan berisi teh hangat dan beberapa toples kue kering. Ia meletakkan nampan itu di atas meja sofa ruang tengah. Amara mempersilahkan, kemudian mereka bertiga menyesap teh hangat itu perlahan.
"Arka, ganti baju dulu," pamit Arka pada Amara. Amara mengangguk. Arka beranjak dan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai Atas. Sementara kedua cewek itu hanya diam memandang punggung Arka yang perlahan menghilang.
"Kalian juga ganti baju ya, nanti masuk angin loh," pinta Amara. "Ganti baju punya aku aja." Amara menoleh pada Jessy. "Jess kamu tolong bantu Alana ya, ganti baju di kamar Kakak."
Jessy memutar bola matanya malas, ia terpaksa mengangguk dengan kesal. Jessy bangkit tanpa mengatakan apapun. Sementara Alana mengekor dari belakang.
Tak berapa lama mereka sudah mengganti pakaian mereka yang basah dengan pakaian kering. Arka yang saat itu tengah duduk di ruang tengah menoleh ke arah Alana. Arka sedikit terpaku dengan baju yang Alana kenakan. Ia memakai dres putih milik Amara dan terlihat pas untuk Alana. Bahkan menurut Arka, Alana terlihat cantik dan anggun.
"Wah, kamu cantik banget Alana." Suara Amara dari belakang membuat Arka tersadar dan dengan cepat mengalihkan pandangannya.
Alana yang mendengar pujian itu dari Amara menunduk tersipu malu. Sementara Jessy yang melihat respon berlebihan dari Amara membuatnya semakin kesal dan muak.
"Aku mau langsung pamit Kak, udah sore juga. Papa pasti cariin aku," ucap Alana sembari tersenyum.
"No, aku masih mau masak. Jangan pulang dulu ya. Tunggu aku selesai masak terus kita makan sama-sama. Kalau kamu pulang kemaleman nanti bisa diantar Azka. Aku deh yang pamit ke Papa kamu ya," pinta Amara sembari memohon.
Alana menggeleng pelan. "Gak usah Kak, temen aku lagi di rumah. Kasian kalo aku tinggal lama-lama," ucap Alana yang tiba-tiba teringat Bella yang sedang menginap di rumahnya.
Amara mengerucutkan bibirnya. Ia masih menahan lengan Alana tak mau jika Alana pulang cepat. "Ya udah deh, kamu hati-hati ya kalo gitu. Sampaikan salam aku sama Tante Giza dan Dr. Hanz."
Jessy yang mendengar kedua nama itu mengernyitkan dahi. Apa hubungan cewek itu dengan dokter yang merawat Arka?
Alana mengangguk sembari tersenyum. Sebelum berbalik ia sempat melirik ke arah Arka yang hanya diam tak menghiraukannya. Namun ia yakin, setelah ada Amara Kakaknya, Arka akan baik-baik saja.
Alana membuka pintu utama dan berjalan menuju gerbang rumah Arka. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika ia menyadari seseorang memanggilnya dari belakang.
"Alana!" panggil Arka dengan langkah tertatih.
Alana menoleh dan terpaku sesaat. Cowok itu memanggil namanya untuk pertama kalinya.
Arka menghentikan langkahnya ketika ia sudah berada tepat di depan Alana. "Aku mau kamu jujur sekarang, kamu yang sudah menolong aku, bukan Jessy." Cowok itu menatap lekat wajah Alana.
"Aku.." Alana menghentikan ucapannya. Napasnya tertahan. Dadanya berdesir hebat ketika Arka berhasil meraih tangannya dan menggenggamnya dengan hangat. Untuk saat ini saja ia tak mau waktu terus berputar.
"Aku tau kamu yang udah nolongin aku." Arka melirik gelang pada pergelangan tangan Alana. "Gelang ini, tadi aku sempat lihat sebelum pada akhirnya aku kehilangan kesadaran."
"Kamu kan?" tanya Arka kembali memastikan, ia masih menggengam tangan cewek itu.
Alana menghela napas panjang. Ia mencoba menenangkan hatinya yang sedari tadi bergejolak. Alana menatap cowok yang masih menunggu jawabannya. Alana tersenyum dan mengangguk perlahan.
Seulas senyum tipis hadir pada wajah tampan Arka. Senyum yang mampu membuat jantung Alana dapat meledak saat itu juga. Senyum yang belum pernah Alana lihat sebelumnya.
Entah mengapa ia merasa benar-benar bahagia dan ingin waktu berhenti saat itu juga.
_____________________________
--***--
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU ITU SIRIUS
Teen FictionTuhan memberikan takdir terbaik dalam hidupku. Karena telah mengijinkan aku bertemu kamu. Sosok laki-laki penuh cinta dan luka. Laki-laki yang memiliki senyum tipis namun hangat. Laki-laki yang memiliki rasa takut akan kehilangan dan bahkan lupa car...