Chapter 54 : Empty Life

140 8 1
                                    

-***-

"Sesudah hujan ada pelangi. Sesudah sengsara ada bahagia."

•••

Malam itu, masih mengenakan piyama tidurnya Alana berlari di tengah sepinya malam. Tak memperdulikan betapa dinginnya suasana saat itu, dirinya memasuki area taman yang masih dekat dengan lingkungan rumahnya. Sementara itu, ponsel dalam genggamannya tak lepas dari pandangan.

15 menit yang lalu, ketika ia hendak terlelap. Satu notifikasi pesan itu menarik perhatiannya. Pesan dari seseorang yang membuatnya keluar rumah dan nekat menerjang gerimis yang baru saja jatuh dari langit.

Saat langkahnya berhenti, Alana dapat melihat dengan jelas. Lagi, kondisi laki-laki yang duduk di kursi panjang sudut taman itu memprihatinkan.

"Arka," panggilnya pelan, namun terdengar cemas. Sementara yang dipanggil hanya tersenyum tipis. "Kamu kenapa? Kok luka-luka gini, siapa yang giniin kamu?"

Mendapat pertanyaan bertubi-tubi seperti itu Arka hanya terkekeh, kemudian masih dengan senyum tipisnya menggeleng pelan. "Duduk sini," titahnya. Memilih mengabaikan pertanyaan yang Alana lontarkan, Arka menepuk-tepuk pelan sisi kosong pada kursi panjang itu. Lantas dengan lembut ia membawa gadis itu duduk di sampingnya.

Bukannya Arka tega membiarkan gadis itu keluar pada dinginnya malam. Arka juga bukan sengaja mengundang Alana hanya untuk melihat dirinya dalam kondisi yang berantakan. Arka hanya tidak ingin bertemu keluarga Alana. Apalagi Dr. Hans.

Di dinginnya malam ini, Arka hanya butuh ketenangan dan kehangatan, yang seharusnya Arka dapatkan dari keluarganya. Terutama Adellyn sang bunda. Namun seperti biasa, saat Arka pulang ke rumah, yang menyambut kedatangannya hanyalah kesepian dan kekosongan. Sama seperti hatinya yang selalu ia temukan dalam keadaan sepi tak berpenghuni.

"Kamu belum jawab pertanyaanku."

Laki-laki itu masih enggan menjawab. Lantas dengan gerakan sederhana ia melepaskan jaketnya. Kemudian menyampirkan jaket itu pada pundak Alana.

"Arka kamu yang lebih butuh, aku nggak-"

"Ssttt... Udah tau dingin, keluar gak pake jaket," ucap Arka sembari dengan telaten merapikannya.

"Ya kan deket," protes Alana beralasan.

Arka berdecak. "Mau deket atau jauh gak peduli, pakai jaket itu penting buat ngelindungin diri kamu sendiri. Jangan mentang-mentang Ayah kamu Dokter kamu seenaknya cari penyakit."

Alana menghela pasrah mendengar penuturan itu. Lalu tanpa menjawab, matanya menelisik dengan dahi yang berkerut. Mengamati dengan seksama bagaimana luka dan lebam itu menghiasi wajah tampan laki-laki itu.

Tanpa sadar tangan Alana terangkat. Hendak menyentuh luka yang tergores cukup dalam, pada pelipis yang darahnya masih tampak basah.

"Pasti sakit kan?" Arka mengangguk. "Ke rumah aja yuk. Lukanya harus dibersihin terus diobatin dulu biar gak infeksi."

Arka menggeleng. "Ntar juga sembuh sendiri."

"Katanya gak boleh ngremehin penyakit."

"Iya nanti diobatin."

"Lagian kamu habis berantem sama siapa? Kamu dikeroyok lagi?" Lagi-lagi Alana menanyakan hal tersebut. Berharap Arka mau menjawab pertanyaannya yang sejak tadi dianggurkan. Alih-alih mau bercerita.

KAMU ITU SIRIUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang