Chapter 15 : Peduli

180 98 59
                                    

--***--

Malam ini adalah malam yang indah bagi Alana. Ia mendongak menatap langit malam dan melihat wajah cowok itu tergambar jelas diantara gemerlap Bintang. Ia tersenyum bahagia. Entah kenapa bayangan senyum Arka terlintas jelas di depannya. Apakah jatuh cinta terasa seindah ini? Entahlah..

Alana tersenyum tipis, ia mengangkat tangan dan menyentuh lembut bibirnya. Sekilas ia teringat dengan kejadian sore tadi dimana ia harus menyelamatkan nyawa Arka dengan memberinya napas buatan, sehingga bibir mereka berdua saling bersentuhan. Napas Alana tercekat ketika ia menyadari pipinya berubah kemerahan.

"Akh." Alana meringis ketika sebuah benda melayang dan tepat menghantam punggungnya. Ia membalikkan badan dan mendapati sahabatnya Bella tengah menatapnya kesal.

"Apa-apaan sih Bel, sakit!" ucap Alana sembari mengusap punggungnya yang masih terasa sakit.

"Siapa suruh, dipanggilin gak jawab!" Bella menatap Alana tajam. Ia berjalan menuju tempat tidur Alana kemudian duduk di tepi ranjang. "Gue panggil lo sampai hampir 10 kali, dan lo cuma senyum-senyum gak jelas tanpa nyautin panggilan gue," ketus Bela sembari membuang muka.

Alana menggigit bibir bawahnya lalu tersenyum jahil. Ia berlari dan langsung merangkul tubuh Bella sembari tersenyum girang. "Maaf, gitu aja ngambek," ledek Alana.

Bella melirik sahabatnya, ia nampak terlihat sedang bahagia. Padahal tadi saat pulang sekolah wajah Alana kusut seperti kertas yang sudah diremas. Bella mendorong lembut tubuh Alana. Sehingga dalam beberapa detik rangkulannya terlepas.

Bella mengulurkan tangan. "Mana?"

Alana mengangkat satu alis menatap Bella bingung. "Apanya?"

Bella memutar bola matanya. "Dari rumah Sultan kok gak bawa apa-apa." Bella mengerucutkan bibir. "Emang parah lu ya, punya temen dari tadi nungguin juga, gak di bawain apa gitu?"

Alana hanya diam tak merespon dan kembali menarik sahabatnya lalu ia peluk kuat-kuat. Bella yang melihat sikap tak wajar dari Alana menatapnya penuh selidik.

"Lan, lo sehat kan? Lo gak lagi sakit kan?" Alana menggeleng cepat. "Terus kenapa? lo aneh banget malam ini. Gue takut lo ketempelan. Mana tadi pas pulang senyum-senyum sendiri. Gak waras lo!"

Alana melepas pelukannya dari Bella. Kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga sahabatnya itu.

"Bel!"

"Apa?"

"Kayaknya dugaan lo bener."

Bella menatap Alana tak mengerti.

"Gue bener-bener udah jatuh cinta sama Arka."

--***--

"Lo bener udah baik-baik aja, Ka?" tanya Reza. Arka hanya mengangguk. Ia sedang sibuk membereskan buku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Anak-anak mana?" tanya Arka setelah selesai membereskan buku.

"Nunggu di depan kelas," jawab Reza. "Ka, kalo lo belum kuat gak usah maksain dulu." Reza berkata lirih.

Arka hanya diam ia enggan merespon. Ia bangkit dari duduk, menyambar tasnya kemudian menyampirkannya pada pundak kanan. Arka menoleh ke arah Reza yang masih duduk dan menatapnya khawatir.

"Jadi latian gak?" tanya Arka datar. Reza yang merasa diabaikan tersenyum miris memandang Arka. "Gue udah ijin buat kita berlima gak ikut study dulu dan latian basket sampe jam pulang."

Reza menghela napas panjang, ia bangkit dari duduknya sembari mengangguk. "Gue udah ingetin!" Reza menujuk wajah Arka, kemudian ia berbalik berjalan membelakangi Arka yang masih mematung.

Arka yang melihat respon Reza hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepala. Ia sadar dari kelima sahabatnya Reza lah yang paling dekat dengannya. Reza lah yang paling sepemikiran dengannya dan Reza adalah orang yang paling ia percaya. Ya walaupun terkadang Arka masih sedikit keras kepala.

Kelima cowok tampan itu berjalan menyusuri koridor sekolah. Berpasang pasang mata melihat ke arah mereka. Bersamaan dengan Suara pekikan para gadis yang memuja mereka. Hal itu sudah menjadi kebiasaan untuk Arka dan teman-temannya. Sehingga mereka juga menganggap hal ini biasa.

"Arka, perfect banget si lo."

"Reza, cool banget."

"Eh lihat deh si Vano senyumnya manis banget."

"Aldy, galak amat mukanya. Pengin peluk deh."

"Justin, si unyu gue."

Aldy memutar malas kedua bola matanya. Ia mendengus kesal. "Berisik!" bentak Aldy pada segerombolan cewek yang berkumpul hanya demi melihat mereka.

"Ganteng-ganteng galak!"

"Bodo!"

Melihat kejadian itu Justin dan Vano terkekeh. Vano kemudian merangkul leher Aldy. "Jangan galak-galak entar cewek lo kabur. Nanti nangis," ledek Vano sembari tertawa geli.

"Lo juga Jangan tebar pesona mulu. Jomblo kan lo." Balas Aldy, ia melayangkan tangannya kemudian menjitak kepala Vano.

Reza tersenyum melihat perdebatan kedua sahabatnya itu. Sementara Arka menatap lurus ke depan dan terus berjalan tanpa memperdulikan apapun.

Kelima cowok itu terus berjalan menyusuri koridor dari atas sampai pada akhirnya mereka sampai pada lantai paling bawah.

Arka memejamkan mata sembari menghirup udara segar yang masuk ke dalam paru-parunya. Saat ia membuka mata pandangannya langsung terkunci. Pada cewek yang tengah duduk di kursi taman sekolah. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Kalian duluan, gue ada perlu sebentar," pamit Arka kepada keempat temannya. Ia berbalik kemudian berlari tanpa menghiraukan panggilan dari teman-temannya.

Arka berhenti di depan gadis yang masih sibuk dengan beberapa dokumen yang terlihat penting. Arka mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya kemudian menyodorkan barang itu tepat di depan gadis itu. Gadis itu mendongak sempat terkejut saat menyadari kehadiran Arka yang tiba-tiba.

"Bukunya ketinggalan," ucap Arka datar. Ia menyodorkan buku Novel yang kemarin ia baca pada Alana.

Alana menatap Arka bingung. Ia tidak tahu sejak kapan cowok itu di depannya. Alana menatap buku itu sebentar, buku Novel yang kemarin sudah dijanjikan Arka. Alana mengulurkan tangan menerimanya. "Makasih," ucap Alana kemudian tersenyum, entah kenapa detak jantungnya kembali berdetak kencang.

Alana memutar kepalanya dan melihat ke sekeliling. Semua mata sedang menatap ke arahnya dengan tatapan aneh dan mulai berbisik-bisik. Alana tahu sekarang ia menjadi pusat perhatian.

Arka yang merasa urusannya selesai, berbalik dan melangkah. Ketika ia masih mendapat satu langkah. Gadis itu memanggil dan menghentikan langkah Arka.

"Arka!"

Arka menoleh samar tanpa berbalik.

"Kalau aku udah selesai baca. Pasti langsung aku kembaliin," ucap Alana. Arka hanya mengangguk samar, kemudian kembali melanjutkan langkahnya menuju teman-temannya yang ternyata masih menunggunya.

Keempat temannya hanya terdiam menatap kearah Arka tak percaya. Arka yang selama ini tidak peduli dengan siapapun tiba-tiba saja menghampiri gadis yang baru saja ia kenal.

Justin berdeham dengan keras dan memperlihatkan wajah tengilnya sembari meledek Arka. Arka yang melihat itu langsung bergegas meninggalkan keempat temannya menuju lapangan. Sepertinya ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Arka tidak sadar seseorang dari jauh menatapnya tak suka. Terlebih lagi ia memandang ke arah Alana dengan muak. Jessy berdecak kesal dan mengepalkan tangannya. Tubuhnya terasa panas. Kemarahan tengah menjalar merasuki tubuhnya.

"Jangan karena lo anak dari Dr. Hanz lo bisa seenaknya deketin Arka," ucap Jessy lirih, ia melirik tajam ke arah Alana yang berada di seberang. "Gue gak akan biarin ini terjadi, lo liat aja nanti."

--***--

KAMU ITU SIRIUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang