—***—“You are my Sirius
until whenever you are still my Sirius”•••
Dengan perasaan campur aduk serta detak jantung berdebar-debar, Alana mondar-mandir di depan pintu rumah keluarga Arka. Tangan kanannya menenteng jaket denim yang ia ketahui milik laki-laki itu. Sudah beberapa kali niat mengetuk pintu. Namun selalu urung karena perasaan ragu.
Untuk yang ketiga kalinya terdengar Alana menghela napas panjang. Kata Pak Galih—selaku satpam rumah itu— Arka sudah pulang dari tadi. Laki-laki itu sendirian di dalam sana. Mendengar itu Alana ingin secepatnya masuk, guna menemani sekaligus memperbaiki hubungan yang telah ia rusak dalam minggu-minggu ini. Dirinya juga ingin berterimakasih secara langsung atas apa yang laki-laki itu lakukan untuk menolongnya.
Namun alih-alih memberanikan diri. Alana justru membuka tas sekolahnya. Mengambil ponsel dan berinisiatif untuk meminta ijin pada Arka terlebih dulu lewat pesan singkat. Alana takut diusir. Alana takut kehadirannya mengganggu. Alana takut laki-laki itu menolaknya lagi.
"Alana?"
Sebelum Alana mengetikkan sebuah pesan untuk Arka. Suara panggilan itu mengejutkan Alana, yang secara otomatis membuat tubuhnya berbalik kebelakang hanya untuk mendapati seorang perempuan yang saat itu berdiri menatapnya.
"Kok gak masuk?" Amara tersenyum manis menyambut kedatangan Alana. Jujur saja ia sangat senang melihat gadis itu lagi. Namun berbeda halnya dengan Alana yang malah tampak kebingungan karena tak tahu harus menjawab apa.
"Udah makan belum?"
"Hah?" Jangan salahkan kenapa gadis itu hanya ber-hah saja. Otaknya sedang tidak singkron, sehingga tidak bisa menangkap tawaran Amara dengan jelas. Alana masih canggung, bukan hanya kepada Amara saja. Tapi juga pada anggota keluarga Arka yang lain.
Sementara Amara hanya geleng-geleng kepala melihat respon Alana. Bahkan tanpa meminta persetujuan, perempuan itu sudah melingkarkan tangannya pada lengan Alana dengan bebas. Kemudian dengan ramah menggiring Alana masuk ke dalam rumah.
"Tadi aku sempet mampir buat beli makanan dulu di deket kampus. Kita makan sama-sama ya?" tambah Amara setelah keduanya berjalan beriringan menuju dapur.
Tanpa sadar Alana mengangguk sembari tersenyum samar. Gadis itu sedang tidak fokus sehingga mengiyakan apapun yang Amara bicarakan. Dapat dibuktikan dengan kepalanya yang menoleh kesana-kemari guna mencari keberadaan laki-laki itu.
"Rumah Kakak sepi banget?"
Amara menghentikan aktivitasnya memindahkan makanan dan kembali menatap Alana yang tampak resah sejak tadi. Amara tahu tujuan gadis itu datang pasti untuk menemui adiknya, Arka. Selain itu, Amara juga mengetahui jika hubungan keduanya sedang tidak baik. Maka, hanya dengan melihat Alana mau datang saja sudah membuat Amara sedikit lebih tenang.
"Azka ikut acara festival musik di luar negeri. Terus Bunda, jam segini sih masih di kantor. Kalo Arka, mungkin ada di kamarnya." Sebenarnya Amara sedikit ragu. Pasalnya ia belum melihat Arka sejak kepulangannya. Namun, melihat pintu utama yang tidak terkunci. Amara jadi berpikir adiknya itu pasti sudah pulang.
Alana mengangguk dan ber-oh kecil. Tentang Azka, Alana sudah tahu sejak keberangkatan anak itu. Gadis itu tersenyum mengingat saat dimana dirinya mendapat boom chat dari Azka. Bocah itu mengiriminya pesan bertubi-tubi berisi kata pamit lengkap dengan berbagai stiker lucu. Dirinya tidak ingat pasti apa saja isi pesan itu, tapi ada satu pesan yang paling Alana ingat hingga sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU ITU SIRIUS
Teen FictionTuhan memberikan takdir terbaik dalam hidupku. Karena telah mengijinkan aku bertemu kamu. Sosok laki-laki penuh cinta dan luka. Laki-laki yang memiliki senyum tipis namun hangat. Laki-laki yang memiliki rasa takut akan kehilangan dan bahkan lupa car...