--***--
Jessy berjalan cepat menyusuri koridor. Ia membawa banyak kekecewaan hari ini. Sungguh hatinya sakit sekali. Ia merasa sesuatu yang tajam menusuk tubuhnya berkali kali. Tercabik-cabik dan sulit kembali utuh.
Tangis yang sedari tadi ia tahan pecah seketika. Jessy sangat tidak menyangka akan mendapat perkataan menusuk dari cowok yang ia cintai. Tangannya terangkat, mengusap kedua pipinya dengan kasar. Menghapus jejak air mata yang mengalir begitu saja dari kedua pelupuk mata.
Sebenarnya bukan kali pertama ia bertengkar dengan Arka. Bisa dibilang hal ini lumrah terjadi. Jika diingat kembali Jessy telah mengenal Arka sedari kecil. Pertengkaran semacam ini sudah sering ia rasakan. Seharusnya Jessy tak perlu sesedih ini. Namun entah mengapa, Arka begitu berbeda dari biasanya.
Arka bukan seseorang yang kasar, juga tidak banyak bicara. Cowok itu lebih sering diam dan menanggapi sewajarnya ketika orang lain mengganggunya. Namun saat ia benar-benar kesal, Arka akan mengatakan sesuatu yang menyakitkan sehingga membuat lawannya bungkam.
Ya itulah Arka, dan seharusnya Jessy sudah tidak terkejut lagi dengan sikap Arka yang seperti ini. Karena sebenarnya keduanya sama-sama memiliki sikap keras kepala.
Jessy mendengus kasar, mengingat perkataan Arka membuat air matanya kembali jatuh. Ia terus berjalan tidak tahu harus kemana. Jessy juga enggan masuk kelas.
Sampai pada akhirnya Jessy menghentikan langkah saat mendengar suara seseorang dari balik dinding. Suara itu terdengar samar, namun berhasil membuat Jessy tertarik dengan topik yang dibicarakan. Jessy mendekat berusaha mendengar lebih jelas pembicaraan orang itu.
"Kita harus gimana sekarang?"
"Ck, lo bisa diem dulu gak sih? Lo kira cuma lo doang yang kepikiran, gue juga."
Marsya menyandarkan punggungnya pada tepian balkon sekolah. Kedua tangannya terlipat di depan dada. sementara kedua temannya menghadapnya sembari berekpresi cemas.
Ketiga cewek itu saat ini berada di tempat yang paling sepi dari sekolah. Tempat yang jarang sekali di lalui para siswa maupun guru. Biasanya tempat ini juga kerap dijadikan perisak sekolah membully dan menindas para murid yang lemah. Bisa dikatakan mereka 'para perisak sekolah' menyalahgunakan kekuasaan dan kekuatan mereka untuk menyakiti orang lain. Hal itu sudah biasa di sekolah ini, dan Marsya adalah salah satunya.
Tepat di samping ketiga gadis itu terdapat kamar mandi yang sudah lama tak digunakan. Namun memiliki aliran air yang masih berfungsi dengan baik.
Marsya berdecih, rencananya gagal total. Berharap ia akan tertawa puas melihat Alana mendapat malu atas tindakannya. Tujuannya adalah membuat Alana menyadari bahwa ucapannya tidak main-main
Marsya mendesah pelan, harap-harap Arka tak sempat melihatnya. Bagaimana reaksi Arka nanti jika tahu bahwa dirinya dan kedua temannya telah melakukan tindakan bodoh seperti ini? Arka pasti akan menjauhi bahkan membencinya.
"Arka pasti bakal benci banget, kalo tau kita pelakunya." Salah satu dari teman Marsya berkata sembari mondar-mandir.
Marsya berdecak. "Arka juga ngapain sih, pake nolongin perek sialan itu. Arghh.."
Satu temannya mengangguk setuju. "Iya, kurang kerjaan banget. Biasanya dia gak pernah peduli."
"Oh, jadi kalian pelakunya."
Ketiga cewek itu terperanjat saat menyadari Jessy yang entah sejak kapan berjalan kearah mereka. Seketika Marsya dan kedua temannya mati kutu. Marsya membuang pandangan menghindari kontak mata langsung dengan Jessy yang saat itu menampilkan tatapan membunuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU ITU SIRIUS
Teen FictionTuhan memberikan takdir terbaik dalam hidupku. Karena telah mengijinkan aku bertemu kamu. Sosok laki-laki penuh cinta dan luka. Laki-laki yang memiliki senyum tipis namun hangat. Laki-laki yang memiliki rasa takut akan kehilangan dan bahkan lupa car...