-***-
"Cinta itu seperti nyawa, bisa hilang dalam sekejap dan pergi jika waktunya sudah datang."
-Arka Raditya-
•••
Masih dengan jejak tangis yang tersisa. Alana menatap tangannya kini kembali tergenggam erat. Kemudian perlahan menatap punggung laki-laki yang terus menariknya menjauh dari kerumunan.
Alana tak menyangka kejadian ini akan menimpanya. Hatinya sakit ketika mengingat bagaimana mereka menyebutnya perempuan tak tahu diri. Juga teganya mereka melempari tubuh Alana dengan telur busuk dan seember air kotor.
Kini kembali Arka yang berada di sisinya. Tangan hangat itu yang kembali membuatnya tenang, dan kerinduan yang sebenarnya lama Alana tahan.
Badan Arka berbalik ketika langkahnya dihentikan paksa dari belakang. Menatap gadis yang kala itu menunduk dan tak mau membalas tatapannya.
"Cukup, Ka." Alana berbicara lirih disela isakan. Hanya itu, tak ada kata lain yang bisa membuat Arka cepat memahami apa yang Alana maksud.
Tangan Arka terulur, mengangkat dagu Alana pelan dan menghapus air mata gadis itu. "Ceritanya nanti aja ya, ganti baju dulu. Nanti kamu sakit."
"Tolong jangan begini!" Alana menarik dirinya agak menjauh, kemudian memberanikan diri menatap Arka yang saat itu masih berusaha memahami.
"Kamu kenapa, Al?" Arka memegangi kedua pundak Alana erat, seakan meminta penjelasan lebih atas apa yang Alana katakan.
"Aku capek, Ka. Capek dibully terus, capek terus berada dalam rasa bersalah atas kesalahan yang seharusnya gak terjadi sejak awal."
Tangis Alana pecah, sementara Arka semakin tak mengerti. Ingin sekali menarik gadis itu dalam pelukan untuk menenangkan. Namun, kini hati Arka sendiri menjadi tak yakin. Tiba-tiba ia merasa takut Alana akan menolak tindakannya.
"Tolong ya, tolong buat aku setenang mungkin dengan cara terbiasa tanpa kamu," tambahnya lirih.
Arka hanya diam, perlahan tangannya melepaskan tubuh Alana. ia tak melihat gadis itu tersenyum lagi seperti dulu. Dari matanya, Arka dapat melihat Alana kecewa juga terluka. Entah itu karena kehadirannya atau mungkin karena alasan lain.
"Bukan ini yang aku mau, bukan ini yang mau aku denger, Al." Arka berkata jujur.
"Berhenti ikut campur urusan aku." Alana terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan, "jangan lagi peduli."
"Aku mau tau alesannya!" desak Arka.
Alana kembali menunduk, menatap lantai yang mulai buram karena air mata. Hatinya masih ingin bertahan, namun tidak dengan pikirannya yang bertolak belakang.
Dari sudut mata gadis itu, ia dapat melihat dengan jelas Reza tengah mencarinya. Mencari kesana-kemari hingga mata keduanya saling bertemu dari jauh.
"Za!" teriak Alana sembari melambaikan tangan. Alana melirik Arka yang tampak tak peduli, tatapan laki-laki itu masih memandangnya lurus meminta jawaban. Sementara Reza berjalan mendekat.
"Ka sorry, gue cuma mau bantu nuntasin masalah ini. Lo gak usah khawatir gue bakal-"
"Bawa aja, dia juga gak butuh gue," potong Arka datar, kemudian menatap Alana sebentar dan pergi menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU ITU SIRIUS
Teen FictionTuhan memberikan takdir terbaik dalam hidupku. Karena telah mengijinkan aku bertemu kamu. Sosok laki-laki penuh cinta dan luka. Laki-laki yang memiliki senyum tipis namun hangat. Laki-laki yang memiliki rasa takut akan kehilangan dan bahkan lupa car...