--***--
“Ketika lo berhasil mendapatkan satu tujuan dengan cara yang licik. Tanpa sadar lo juga akan kehilangan banyak hal.”
-Arka Raditya-
•••
"Lo yakin gak mau nebeng gue aja, Lan."
Entah sudah berapa kali Alana harus menggeleng dan menolak agar Reza mau berhenti menawarinya. Seperti alasannya di awal, Alana tak ingin merepotkan. Laki-laki itu sudah sering membantunya dalam segala hal. Mulai dari hal kecil maupun hal yang Alana anggap rumit sekali pun. Alana tahu, belakangan ini Reza sangat disibukan dengan kegiatan sekolah. Selain belajar untuk mempersiapkan ujian mendatang, laki-laki itu juga sering menghadiri rapat acara kelulusan. Belum lagi turnamen basket yang akan Reza ikuti dalam waktu dekat ini. Jadi sudah dapat dipastikan, Reza kurang memperhatikan diri. Dan Alana tak ingin mengganggu waktu yang seharusnya dapat Reza gunakan untuk beristirahat.
Setelah hampir 1 jam lamanya menemani Alana di halte, akhirnya Reza bangkit. Keduanya berjalan beriringan di sepanjang trotoar jalan menuju tempat dimana Alana biasa menunggu taxi langganannya yang kebetulan tak jauh dari sekolah. Alana memutuskan untuk berhenti berharap pada Leo. Kakaknya itu pasti sudah lupa akan janjinya tadi pagi.
Sementara di samping Alana, Reza terkekeh pelan melihat bibir gadis itu yang terus mengerucut karena kesal. Alih-alih ikut merasa lelah karena ikut menunggu, Reza justru malah tampak biasa saja. Tidak seperti Alana yang terus ngedumel serta berkomat kamit membaca mantra agar Leo secepatnya sadar akan kesalahan pada adik semata wayangnya itu.
"Biasa aja Lan, bibirnya." Reza masih tertawa ringan.
"Kesel banget gue, Za. Bisa-bisanya kakak gue PHP-in adiknya sendiri. Awas aja nanti pas sampe rumah."
"Jangan diapa-apain kakak lo, Lan. Dia gak bisa jemput lo pasti ada alasannya. Bisa aja dia beneran sibuk dan capek banget sama aktivitasnya. Ngertiin aja, Lan."
"Gue paham, Za. Tapi bisakan, setidaknya dia tuh ngabarin gue. Jadi gue gak harus nunggu berjam-jam gini. Gue juga jadi gak enak karena harus ngrepotin lo lagi yang udah nemenin gue lama. Padahal seharusnya lo bisa cepet sampe rumah terus istirahat."
"Paan sih, Lan. Jangankan nemenin lo di halte, gue nganterin lo sampe depan rumah aja masih sanggup."
Mungkin ucapan itu tidak ada artinya bagi Reza. Namun tidak untuk Alana yang sedari tadi merasa tidak enak pada laki-laki di sampingnya itu. Apalagi ketika keduanya sampai di lokasi yang Alana maksud. Berharap mendapat solusi terbaik, Alana justru berakhir membuat Reza kembali menemaninya tanpa ada kepastian yang jelas. Hampir satu jam, taxi yang Alana tunggu tak kunjung menjemputnya. Dan lagi-lagi hal itu membuat Alana merasa canggung sekaligus semakin merasa bersalah.
Sementara di sampingnya Reza mengamati raut bersalah itu pada wajah Alana yang menunduk. Reza tahu, Alana kebingungan sendiri sejak tadi. Terlebih gadis itu tak terlihat benar-benar sibuk menulis pesan pada ponsel yang sedari tadi belum lepas dari atensinya. Belum lagi tarikan napas berat yang gadis itu keluhkan setiap kali dirinya menoleh ke sana ke mari menatap jalan raya.
"Gak usah ditungguin, Alana. Gue yakin taxi langganan lo gak dateng." Pada akhirnya Reza membuka suara setelah keduanya saling terdiam cukup lama. Hal itu berhasil membuat Alana mengangguk lesu dengan helaan napas pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU ITU SIRIUS
Teen FictionTuhan memberikan takdir terbaik dalam hidupku. Karena telah mengijinkan aku bertemu kamu. Sosok laki-laki penuh cinta dan luka. Laki-laki yang memiliki senyum tipis namun hangat. Laki-laki yang memiliki rasa takut akan kehilangan dan bahkan lupa car...