—***—“Monyet, monyet apa yang nyebelin??”
•••
"Gue punya tebak-tebakan."
Senyum Justin mengembang, setelah hampir 30 menit lamanya berpikir di sudut ruangan kelas. Ketiga sahabatnya hanya melirik sekilas kemudian kembali fokus pada aktivitasnya masing-masing.
"Heh, pada sok sibuk lu pada. Gue punya tebak-tebakan dengerin atuh," paksa Justin sedikit dengan senjata rengekan.
Justin memperhatikan Aldy yang tengah sibuk berbalas pesan dengan Yujine. "Al?"
"Gak tertarik," jawab Aldy acuh.
Justin memutar bola matanya, ia memang tidak seharusnya menaruh harapan besar pada Aldy. Kemudian pandangan Justin beralih menatap Vano yang sibuk dengan game online di ponselnya.
"Van, lo best vren gue—"
"Sejak kapan?" jawab Vano tak peduli.
"Vangsat ente!" umpat Justin. "Gak asik kalian berdua."
Mata Justin berputar, menatap satu-satunya orang yang 'mungkin' mau menjawab tebak-tebakannya. Mungkin loh ya, Justin tak mau berharap lebih. Sakit soalnya.
"Ka!" Tangan Justin menggeplak pundak Arka dengan bebas. Laki-laki yang duduk di samping Aldy ini tengah sibuk mengkoreksi tugas yang ia kerjakan semalam.
"Apa?"
"Ka, maen tebak-tebakan yok!"
"Gue masih sibuk Just, entar aja kalo senggang," tolak Arka tanpa menoleh, tangan kanannya sibuk menulis. Sementara tangan kirinya membolak-balik buku tebal yang berada di depannya.
"Lo kapan gak sibuk? Tidur aja lo bilang sibuk."
"Tuh tai!" Bukan Arka yang menjawab, tapi Vano. Mengingatkan lawan main pada game onlinenya agar tidak mencaplok benda keramat itu.
Justin memasang raut jengkel, ia menatap satu persatu sahabatnya itu secara bergantian. "Bisa-bisanya gue nemu manusia, kek lu pada. Percuma gue mojok sendirian tadi."
"Drama lu." Aldy melempar pensil ke arah Justin, kemudian ia melanjutkan mengetik balasan untuk Yujine.
Kesal dengan Aldy, Justin membalas dengan kembali melempar pensil yang tadi Aldy lempar. Sementara Aldy cengengesan, merasa puas karena sudah berhasil membuat Justin emosi.
"Hidup gue kalo lagi sama kalian tuh percum tak bergun," oceh Justin lagi, kali ini ia menggunakan kata-kata yang sulit untuk dimengerti.
"Paan tuh?" tanya Vano penasaran.
"Percuma tak berguna, sengsara dan sia-sia," jelas Justin, tangannya ia lipat di depan dada lengkap dengan ekspresi kesalnya.
Ketiga laki-laki itu terkekeh kecil mendengar jawaban Justin. Walaupun kehadiran Justin sedikit mengganggu, tapi paling tidak kehadiran Justin selalu berhasil menghibur. Apalagi jika diingat sebentar lagi mereka akan lulus. Pasti suasana seperti inilah yang akan mereka rindukan nanti.
"Reza mana dah, mau gue ajak maen tebak-tebakan juga." Kepala Justin menoleh kesana kemari mencari keberadaan Reza yang semenjak bel istirahat tadi menghilang entah kemana.
"Tuh anak akhir-akhir ini ngilang mulu kek pulpen," tambah Justin.
"Dia tuh lagi menghindar," celetuk Aldy tiba-tiba, membuat tangan Arka seketika berhenti menulis.
Justin menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Hah, ngindarin siapa?"
Aldy tampak berpikir sebentar. "Lu!" tunjuknya pada Justin.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU ITU SIRIUS
Teen FictionTuhan memberikan takdir terbaik dalam hidupku. Karena telah mengijinkan aku bertemu kamu. Sosok laki-laki penuh cinta dan luka. Laki-laki yang memiliki senyum tipis namun hangat. Laki-laki yang memiliki rasa takut akan kehilangan dan bahkan lupa car...