—***—"Dia itu keren, gak salahkan kalo gue jadi fans beratnya?"
-Azka Raditya-
•••
Terhitung 4 hari ini Arka tersadar dari tidur panjangnya. Laki-laki itu masih terbaring lemah di atas brankar. Walaupun kondisinya berangsur membaik, tetap saja ia belum pulih sepenuhnya.
Arka masih sering mengeluhkan sakit di bagian kepala juga kakinya. Namun, Arka tak ingin menyerah begitu saja. Ia memiliki alasan untuk sembuh sekarang. Alana, gadis yang beberapa bulan ini hadir dan mampu membuatnya membuka hati lagi.
Laki-laki itu meraih ponsel miliknya di atas nakas. Membuka aplikasi chat dan mengirimkan gadis itu pesan lagi setelah beberapa pesan yang ia kirimkan belum terbaca dari dua hari yang lalu.
Sejak Arka membuka mata, ia tak pernah sekalipun melihat Alana di sana. Alana tak pernah berkunjung ke Rumah Sakit. Gadis itu seperti hilang ditelan bumi. Kata Reza, tak ada seorang pun yang bisa menghubunginya. Ponselnya sering di matikan dan saat di sekolah pun ia jarang terlihat.
Arka mencoba berpikir positif, mungkin gadis itu benar-benar sedang sibuk sehingga tak sempat mengunjunginya di Rumah Sakit.
"Masih sibuk ya?" gumamnya lirih menatap layar ponsel. Alana baru saja online dari 5 menit yang lalu, tapi pesan dari Arka masih tak terbaca. Atau mungkin Alana memang sengaja tak mau membacanya. Segera mungkin Arka hilangkan semua pikiran buruknya. Ia hanya terlalu takut dan mengkhawatirkan gadis itu.
Tak berapa lama terdengar suara pintu terbuka. Tadinya Arka sangat berharap bahwa orang itu adalah Alana. Namun, senyumnya memudar ketika pintu terbuka dan tidak menampilkan sosok yang ia harapkan.
"Eh lo, Za," sapa Arka kecewa.
Laki-laki yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya itu berjalan mendekat dengan senyumnya. Kemudian duduk di kursi dekat brankar.
"Kenapa? Lo berharap Alana yang dateng?" Reza berkata santai, bersiap mendapatkan pertanyaan lagi.
"Dia baik-baik aja kan, Za?"
Reza tersenyum miring, ia sudah sangat hafal dengan pertanyaan yang selalu Arka lontarkan setiap kali ia datang. "Ka, lo kasih gue pertanyaan yang sama tuh, udah ke-29 kali ini. Sekali lagi dapet piring cantik lo."
Arka tertawa lirih. "Gabut banget sampe lo itungin. Gak ada kerjaan lain?"
"Lo gak ada pertanyaan lain?"
"Alana gak kenapa-napa kan?" jawab Arka cepat, sengaja agar Reza tambah kesal. Sementara Reza yang mendengar hanya mengelus dada.
"Nanti tungguin ada paket yang dianter kesini," ketus Reza
"Paket?"
"Paket piring cantik lo," tambahnya ngegas.
"Beneran dapet, Za?"
Reza memutar bola matanya, ia tak menjawab dan hanya beranjak mengambil tas ransel miliknya yang sempat ia letakkan di atas sofa. Kemudian kembali duduk di kursi dan mengeluarkan sebuah buku catatan dari dalam ransel.
"Nih, titipan lo."
Dahi Arka mengernyit, berusaha mengingat sesuatu. Namun, belum juga Arka bertanya Reza sudah kembali bersuara. "Salinan materi, Ka. Semuanya tuh lengkap, gak usah lu catet lagi."
Seketika raut wajah Arka berubah senang. Sebenarnya ia sama sekali tak meminta Reza untuk melakukan hal itu. Tapi mungkin karena sudah terbiasa, Reza tetap melakukannya. Selain itu, Reza juga tahu betul bahwa Arka adalah seseorang yang sangat gila belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU ITU SIRIUS
Teen FictionTuhan memberikan takdir terbaik dalam hidupku. Karena telah mengijinkan aku bertemu kamu. Sosok laki-laki penuh cinta dan luka. Laki-laki yang memiliki senyum tipis namun hangat. Laki-laki yang memiliki rasa takut akan kehilangan dan bahkan lupa car...