Chapter 44 : Distance

173 26 128
                                    


—***—

"Ketika semua terlihat salah, bisakah aku tetap bertahan pada hati yang aku anggap benar?"

•••


"Udah sampe sini aja, Bunda." Arka meraih tas miliknya, menunggu mobil berhenti perlahan.

"Kok sampe sini aja, sekolah kamu masih jauh di depan." Adellyn mengernyitkan dahi, melihat tingkah Arka yang tampak aneh hari ini. "Kamu malu ya Bunda yang anter kamu?" lanjutnya penasaran.

Arka menggeleng, ia menunjuk salah satu toko yang berada tak jauh dari sekolah. "Arka mau mampir sebentar di situ Bunda. Arka gak pernah malu kok, Arka malah seneng bisa dianter Bunda ke sekolah."

Adellyn tersenyum lega mendengarnya. "Kamu mau beli apa? Bunda temenin mau?" tanya Bunda menawari.

Laki-laki itu kembali menggeleng, ia tahu sesibuk apa Adellyn untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat dititipkan pada bibinya. "Gak usah Bunda, Arka cuma sebentar. Bunda langsung pulang aja ya."

Arka tak lagi menunggu jawaban Adellyn. Ia meraih tangan sang Bunda, menciumnya lalu keluar dari mobil.

Jalanan basah karena hujan semalam. Bahkan pagi ini masih gerimis dan sesekali terdengar petir yang menggelegar. Arka merapatkan jaket yang ia kenakan, kemudian menutupi kepalanya dengan tangan. Lalu berjalan perlahan menuju toko yang ia maksud.

Setelah mendapatkan barang yang di cari. Arka langsung membayar dan keluar dari area pertokoan. Kemudian berjalan menuju sekolah yang berada tak jauh dari sana.

Tiiinnn


Suara klakson mobil dari belakang mengejutkan Arka. Hal itu sontak membuat Arka membalikan badan.

Mobil hitam itu melintas pelan. Kemudian berhenti tepat di depan Arka. Tak lama kaca mobil terbuka, menampilkan 2 laki-laki seumuran Arka dengan senyum sarkasnya.

"Sehat lo?" tanya laki-laki itu. "Gue kira udah mati," tambahnya, yang kemudian menurunkan pandangan pada kaki kanan Arka.

"Kok jalannya pincang, cacat ya?" Tawanya remeh. Sementara seseorang yang berada di sampingnya hanya menatap Arka sinis.

"Gak ada bosen-bosennya kalian cari masalah. Apa gak cukup hukuman skorsing buat kalian?"

"Santai dong, gak usah ngegas. PMS lo?" cibir Henry yang sudah mulai dengan nada seriusnya.

Mico yang berada di kursi kemudi akhirnya angkat bicara. Laki-laki itu menoleh dengan angkuh. Menatap Arka sinis. "Reygan gak tau kalo kita nemuin lo. Jadi mending lo mundur, sebelum dia berbuat lebih dari ini."

"Iya, lo itu udah cacat. Lo gak mau kan mati sia-sia? Kita gak tau rencana Reygan apa, tapi yang pasti dia gak akan diem aja." tambah Henry.

Arka tertawa. "Jadi niat kalian kesini ngancem gue, atau belaga peduli?"

Mata Mico menyipit, tak menyangka akan mendapat respon seperti itu dari Arka. "Kita serius, jangan sekalipun lo jauh dari temen-temen lo. Gue gak pengen lihat ada korban lagi."

"Mico, lo apa-apaan si—" Henry sontak menoleh, sangat terkejut dengan apa yang Mico katakan pada Arka.

"Lo diem dulu," jawab Mico dingin.

KAMU ITU SIRIUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang