--***--"Udah mau berangkat, Dek?"
Laki-laki itu berhenti, lantas menoleh dan sedikit tersenyum pada sang Kakak yang tengah sibuk menyiapkan sarapan. Kemudian mengangguk samar.
"Kakak gak kuliah?" Arka menarik kursi meja makan. Duduk di sana dan menyambar segelas susu yang sudah disiapkan Amara lalu meminumnya sedikit.
Amara tersenyum, tangannya sibuk mengolesi sehelai roti dengan selai coklat kacang. "Kakak ada jadwal nanti siang."
Arka hanya mengangguk mengerti, kemudian di detik berikutnya terdengar helaan napas berat dari cowok itu.
"Kenapa, hm? Lagi ada masalah?" Amara berjalan mendekat, kemudian duduk tepat di sebelah Arka. Tangannya terulur menangkup dagu sang Adik dan menatap wajahnya lamat-lamat.
Cowok itu menggeleng, menampilkan senyum termanis ketika Amara menatapnya khawatir.
"Jangan bohongin, Kakak!"
"Aku gak bohong, gak ada masalah kok. Gak usah khawatir."
Kedua alis Amara bertaut. Ada sedikit kecurigaan dalam benaknya. Arka selalu seperti ini, selalu menyembunyikan segala sesuatu tentang dirinya. Terlebih pada kondisi kesehatannya.
"Bunda kapan pulang, Kak?" tanya Arka mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa, kangen sama Bunda?"
Arka mengangguk. "Kangen banget."
Perempuan itu tersenyum sembari menepuk ujung kepala Arka, mengelusnya perlahan. "Nanti kita video call Bunda ya, yang terpenting sekarang kamu sarapan terus minum obatnya."
Amara bangkit setelah Arka mengangguk setuju. "Kakak mau panggil Azka dulu bentar," kemudian berjalan meninggalkan Arka sendiri di ruang meja makan.
Sesekali Arka akan memandang satu persatu meja makan yang dulu selalu terisi dan ramai dengan keluarganya. Kursi itu terlihat lenggang sekarang. Entah kapan keluarganya akan kembali seperti dulu. Dulu sebelum Ayahnya di pindah tugaskan ke Korea dalam kurun waktu yang cukup lama.
Arka menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Bicara soal obat Arka teringat sesuatu. Sejujurnya dari semalam Arka tidak meminum obatnya. Ia kehabisan dan belum sempat berbicara lagi dengan Dr. Hans. Jadi ia harus berbohong pada Amara agar perempuan itu tak lagi menghawatirkannya.
Sembari menunggu kedua saudaranya turun, Arka memainkan ponsel. Ada beberapa deret pesan dari teman dan juga dari Jessy, tapi cowok itu memilih mengabaikannya. Kemudian mengunci pandangan pada salah satu update story yang menarik perhatiannya.
Pagi itu pun tanpa sadar, Alana mampu membuat Arka kembali tersenyum dengan hal-hal kecil yang gadis itu lakukan.
--***--
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU ITU SIRIUS
Teen FictionTuhan memberikan takdir terbaik dalam hidupku. Karena telah mengijinkan aku bertemu kamu. Sosok laki-laki penuh cinta dan luka. Laki-laki yang memiliki senyum tipis namun hangat. Laki-laki yang memiliki rasa takut akan kehilangan dan bahkan lupa car...