50.

244 8 0
                                        

Seminggu telah berlalu. Waktu berputar begitu cepat tanpa disadari. Pagi ini matahari yang terbit di ufuk timur memberi kesan hangat dan pagi yang cerah. Banyak orang yang  melakukan kegiatan di bawah kolong langit yang cerah itu. Riuh angin yang bertiup membuat suasana kian terasa damai. Semesta seakan tersenyum melihat semua hal yang sedang terjadi.

Tampak seorang cewek sedang mengemudi mobilnya menuju sebuah tempat. Dilihat dari raut wajah, sepertinya cewek itu sedang terburu-buru menemui seseorang. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga terlihat menyalip semua kendaraan yang ada di depannya.

"Mampos, gue udah terlambat! Duh gimana sih ini. Lagian kenapa gue pake mete segala sih tadi malam. Sekarang ini akibatnya kan? Istt.. goblog lo, Ray," ucapnya sambil menoyor kepalanya sendiri.

Selang beberapa menit, mobilnya berhasil terparkir di tempat yang ia tujui. Dengan sedikit terburu-buru, Rayina berlari menyusuri jalan sambil melihat waktu pada jam di tangannya.

"Telat 20 menit. Mampos gue diamukin si Kulkas."

Saat sampai, Rayina melihat seorang cowok sedang menatap kosong ke depan. Lantas cewek itu menghela napas pelan. Cewek itu yakin sesuatu pasti telah terjadi. Jarang sekali Rayina melihat sosok di depannya seperti itu. Sosok yang ia kenal itu selalu tegar dan kuat serta ceria saat  di depannya. Tapi waktu sedang membalik semua fakta yang ada. Sosok itu terlihat sedih dan terpuruk.

"Kenapa?" tanya Rayina menghampiri sosok itu.

"Gue kangen. Boleh peluk nggak?"

Dahi Rayina mengerut sambil mengulas senyum tipis. "Ututututu... My kulkas kok manja gini sih. Sini-sini gue peluk. Duhh.. gemes banget," ucapnya seimut mungkin kemudian merangkul Reygan dengan erat.

Reygan terlihat mengesek kepalanya penuh manja dalam dekapan Rayina. Nyaman, itulah yang ia rasakan. Tak hanya itu, Reygan juga berusaha menghirup aroma tubuh cewek itu. Damai, itulah hal yang selalu ia dapatkan. Menghirup aroma vanilla yang Rayina punya membuat dirinya candu melakukan hal itu.

"Lo kenapa sih? Tumben banget lo kayak gini. Jangan sok manja deh. Jijik gue liatnya."

"Yee... gue emang manja sama lo. Lagian, emang nggak boleh kalau gue manja sama pacar sendiri?"

"Boleh. Tapi hari ini lo aneh banget deh. Kenapa sih?"

"Nggak kenapa-napa. Gue cuman kangen sama lo," alibi Reygan.

"Nggak usah bohong lo. Raut wajah lo justru mengatakan hal yang sebaliknya. Sekarang cerita sama gue, lo ada masalah apa. Gue disini. Gue bakal temanin lo."

Reygan menatap Rayina penuh sayang. Rasanya sesak sekali saat membayangkan dia akan meninggalkan sosok itu. Kenangan, kasih sayang, celotehan yang Rayina hadirkan membuat Reygan tak ingin melupakan semuanya. Ia ingin bertanya kepada takdir mengapa semua ini terjadi padanya. Kesalahan apa yang ia buat hingga ia dihukum seperti ini.

"Ray janji satu hal sama gue."

"Apa?"

"Lo harus Bahagia tanpa gue. Lo harus hidup seperti Rayina yang gue lihat sekarang. Nggak boleh sedih apalagi sampai nangis."

"Lo ngomong apa sih? Garing tau nggak."

"Gue udah minta bantuan Arkan buat jagain lo. Janji yah nggak bakal sedih."

"Bangsat! Lo ngomong apaan sih? Lo mau mati hah!"

Reygan memeluk Rayina yang memberontak. Diusapnya air mata yang turun membasahi pipi gadisnya. Berat, sangat berat melihat semua itu. Sekelibat bayangan tentang orang tua dan adiknya melintas begitu saja. Belum lagi para sahabatnya dan Arion yang masih membutuhkan sosok ketua sepertinya.

"Gue nggak akan kemana-mana. Gue akan tetap disini kok. Bakal bareng sama lo terus."

"Sorry Ray. Gue terpaksa bohong."

###

Hari telah berganti. Gelapnya malam setia menemani bintang yang gemerlap menghiasi cakrawala. Galang, Risko dan Arkan sedang termenung di basecamp tanpa hadirnya seorang Reygan.

"Huft.. gue nggak bisa biarin semua ini terjadi. Safira udah keterlaluan," tutur Galang.

"Gue setuju. Tuh cewek perlu diperingatin," tambah Risko.

"Hiks... hiks... hiks..."

Galang menoleh mendapati Arkan sedang terisak. "Lo kenapa?"

"Reygan minta tolong sama gue buat jagain Rayina kalau dia nggak ada. Gue nggak bisa, anjing! Gue aja nggak becus jagain hati buat Dinda, apalagi buat jagain Rayina. Gue nggak mau Rey pergi, Lang. Gue mau dia tetap disini. Di samping kita. Semua orang masih butuh dia," curah Arkan dengan berlinang air mata. Membayangkan hal buruk itu terjadi membuatnya  takut.

"Heh! Reygan nggak bakal pergi. Dia bakal bereng terus sama kita."

"Tapi dia bilang ke gue dia mau pergi jauh, nyet. Udah berapa jauh permainan yang Safira buat?" geram Arkan.

Setelahnya terjadi keheningan yang cuup lama. Tak ada yang berniat membuka suara. Mereka seperti disulap menjadi bisu seketika. Pikiran mereka dipenuhi dengan semua kata-kata yang Reygan ucapkan belakangan ini. 'Gue bakal pergi. Gue titip bokap, nyokap, Aira dan Rayina sama kalian'. Kata-kata Reygan seperti merasuk pikiran ketiga manusia itu. Terlalu larut dalam pikiran, mereka tak menyadari bahwa Reygan telah menguping semua pembicaraan itu sejak awal. Tak ingin membuang waktu, cowok itu berniat menghampiri sahabatnya dan berlagak seakan ia tak tahu apa-apa.

"Woy!!! Kenapa? Kok semuanya pada diam? Ada yang aneh dari gue?"

Arkan terkekeh palsu. Melihat Reygan berpura-pura seperti itu membuatnya merasa muak. "Semuanya bakal berakhir... Hahaha!!! Garing anjing!"

Reygan menunduk. Jelas ia tahu bahwa yang Arkan bicarakan adalah dirinya. Selang beberapa detik, cowok itu merasa kerah bajunya ditarik paksa oleh Arkan. Dia tak memberontak karena ia tahu hanya itu yang membuat sahabatnya lega. Dipukul pun Reygan tak akan lawan. Sebab ia sadar sahabatnya tak mengindahkan permintaannya.

"Jangan egois, anjing!!! Pikirin ortu lo. Pikirin Aira sama Rayina. Pikirin sahabat lo dan Arion, bangsat," emosi Arkan. "Hahaha... gue baru tau. Ternyata seorang Reygan bisa dikalahin sama masa lalunya. Lucu tau nggak!!!"

"Udah Kan," lerai Risko. Di sampingnya ada Galang yang hanya menatap Reygan dalam tanpa mengeluarkan kata-kata.

Kemudian Risko menepuk Pundak Reygan sambil menatap bola matanya. "Sebahaya itukah Safira sampai lo kayak gini? Terus apa gunanya kita disini? Lo nggak percaya sama kita?"

Lagi-lagi Reygan hanya bisa menghembus napas. "Bukannya gue lemah. Gue cuman trauma sama rasa kehilangan. Gue nggak mau kejadian dulu itu terjadi lagi. Gue udah sakit kehilangan seseorang yang berarti. Sekarang gue nggak mau kehilangan lagi. Gue nggak mau itu terjadi lagi, anjing!!!"

Tes...

Setetes air mata jatuh dari kelompak seseorang mendengar semuanya. Sesak menghinggap di dadanya melihat Reygan serapuh itu. Kenapa takdir mempermainkan mereka sekarang?

"Gue minta lo bertiga bantuin gue yah. Jagain keluarga gue dan handle Arion baik-baik. Perjalanan kalian masih Panjang. Jangan pernah berpikir buat nyerah," lanjut Reygan dengan nada serak menahan tangis. "Ohh iya, Aira paling suka sama boneka kucing. Gue udah pernah janji bakal beliin dia boneka kucing besar saat dia ulang tahun. Tolong dibeliin nanti yah. Tenang aja, kalau lo semua nggak punya cuan buat beli itu gue bakal titip kartu rekening kok," ucapnya sambil tersenyum lebar. Palsu sekali rasanya.

Perkataan Reygan semakin membuat sahabatnya menunduk dalam menahan tangis. Akan jadi apa nasib Arion jika sang ketuanya pergi? Meski Reygan adalah sosok pendiam, tapi semua anggotanya menyayangi dia.

"Kenapa, kenapa semua ini terjadi? Hiks...hiks..."

###

That's all. Don't forget to comment and vote. Thank you so much.

Saputri_110804

Reygan & Rayina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang