Hari ini Reygan bangun sedikit telat sebab sekolahnya libur. Cowok itu sengaja tak bangun cepat mengingat semalam dirinya mete memikirkan jalan takdirnya. Tak lama kemudian, dia bergegas menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya sebab sang bunda sudah memanggil dari ruang makan hendak melakukan sarapan.
10 menit telah berlalu. Reyan kemudian turun dengan mengenakan celana selutut dan kaos berwarna putih. Dirinya terlihat lebih bugar saat mengenakan pakaian santai seperti yang sedang ia kenakan itu. Sarapan yang dihidangkan di atas meja pun membuat selera makannya bertambah. Ayam goreng dan nasi putih menjadi sarapan mereka pagi ini. Iya, sarapan seperti itulah yang menjadi favorit Reygan. Sengaja Lidia membuat sarapan seperti itu karena sudah lama dia tak membuat sarapan kesukaan putranya.
"Bang, belakangan ini kamu sibuk banget yah. Gimana kabar Rayina? Udah lama dia nggak ke rumah," tanya Aldiano.
"Hehehe... gitulah Yah. Kabar Rayina baik kok. Dia juga sering nanyain kabar Ayah sama Bunda. Katanya dia mau minta maaf karena nggak sempat kesini soalnya sibuk banget. Beberapa hari yang lalu aja dia baru menangin perlombaan tingkat nasional lho."
"Wah! Anak Bunda nggak salah pilih pacar. Udah cantik punya otak berlian lagi. Tapi bunda takut kalau kamu sama Rayina menikah. Bunda takut cucu bunda jadi kembaran Albert Einstein," sanggah Lidia. "Bunda takut cucu bunda nanti nggak mau ngomong sama bunda saking pintarnya. Kan otak bunda pas-pasan."
Mereka semua tertawa mendengar lawakan si perempuan paruh baya itu. Bahkan Reygan sampai batuk gara-gara keselek. Aneh saja mendengar bundanya mengkhayalkan hal diluar benaknya. Tapi cowok itu menikmati semuanya. Kapan lagi ia memiliki moment seperti ini. Sangat disayangkan jika ia tak memanfaatkannya.
Lama berbicang dengan Aldiano dan Lidia, Reygan merasa ada yang mengganjal sejak tadi. Adiknya tak menyapa maupun menyanggah ucapannya. Reygan bingung sendiri. Entah kesalahan apa yang dia lakukan hingga membuat adiknya enggan membuka suara. Tak seperti biasanya Aira seperti itu. Biasanya anak itu akan mengoceh atau bercerita banyak saat Reygan ada bersamanya. Entah itu cerita tentang mimpinya saat tidur, keseruannya bermain Bersama Lery atau ha random lainnya. Tapi hari ini ada yang berbeda dari bidadari kecil itu.
Reygan beralih menatap Lidia seakan bertanya apa yang sedang terjadi. Yang ditatap hanya bergedik sebab Lidia juga tak tahu. Kini Reygan beralih menatap Aldiano. Namun sama saja, Aldiano juga tak tahu akan perubahan sikap aneh putrinya hari ini. Padahal, sebelum Reygan turun tadi, Aira sangat Bahagia dan bersemangat mengajak Ayahnya jalan-jalan.
Tak ingin membuang waktu lebih lama, Reygan mengesek kursinya mendekati Aira. Kemudian cowok itu merentangkan tangannya dan memeluk sang adik. Namun satu hal yang tak terduga terjadi. Aira menepis kasar tanganya.
"Lo kenapa sih Ra? Abang liat hari ini sifat kamu aneh banget deh. Gue ada salah sama lo? Atau lo kesal sama gue gara-gara gue batalin acara ke kafe kemarin? Atau lo mau gue beliin sesuatu? Mau boneka atau es krim? Yuk gue beliin!" ucap Reygan secara beruntun.
"Berisik lo! Udah deh nggak usah sok asyik. Muak gue liatnya."
Beberapa saat kemudian, Aira beranjak dari meja makan tanpa pamit sedikitpun. Raut wajah gadis itu terlihat sedang tidak bersahabat. Di sisi lain Reygan bertanya kepada Lidia.
"Bunda, Rara kenapa? Perasaan... aku nggak buat kesalahan. Aku juga nggak pulang telat dari kemarin. Sekalipun mau pulang telat aku bakal kabarin dia. Tapi kenapa hari ini dia marah sama aku? Bahkan sampai nggak mau dipeluk sama aku."
"Bunda juga nggak tau. Tadi dia biasa aja pas kamu belum turun, Bang. Bunda juga nggak ngerti kenapa dia kayak gitu. Sekarang Bunda saranin kamu omong baik-baik sama dia. Tanyain kenapa dia kayak gitu ke kamu."
Reygan menurut kemudian berlari menyusul adiknya ke kamar. Melihat itu, Aldiano mengusap pelan tangan Lidia dan mengatakan semuanya bakal baik-baik saja. Wajar kalau semua itu terjadi. Yang namanya kakak beradik tidak akan pernah luput dari pertengkaran bukan? Yah, itulah pemikiran Aldiano sekarang.
Reygan sudah berada di depan kamar Aira.
"Ra, gue masuk yah," ucapnya namun tak mendapat balasan.
"Kalau lo nggak jawab gua anggap lo izinin gue masuk yah. Gue masuk nih!"
Setelah mengatakan hal itu, Reygan memutar pelan gagang pintu itu dan masuk menyusul Aira di balkon kamarnya.
"Ra, lo kenapa? Abang ada salah kamu, dek? Cerita gih, jangan buat abang bingung kayak gini."
Aira tak menyahut dan hanya menatap kilas wajah Reygan.
"Dek, jangan abain gue kayak gini. Omong kalau gue ada salah biar gue berubah. Lo diam kayak gini buat gue bingung tau nggak."
"Kenapa gue harus punya abang kayak lo sih?" Tiba-tiba saja pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Aira. Reygan dibuat cengo mendengar pertayaan itu. Apakah dia salah dengar? Tapi kenapa dia merasa sakit hati mendengar pertanyaannya. Baginya, maksud dari pertanyaan itu adalah adiknya sedang mengungkapkan bahwa dia tak ingin punya kakak seperti dirinya.
"Maksud lo apa sih Ra? Nggak usah bercanda lo."
Lagi-lagi Aira menatap dalam mata Reygan. Dan di saat itu nyali cowok itu menciut begitu saja. "Lo egois tau nggak!"
"Maksud lo apa sih?"
"Jujur yah gue nyesel punya abang modelan kayak lo!"
"Ra, cerita sama gue kalau gue ada salah. Jangan kayak gini. Gue tau lo lagi pura-pura kan?"
"Pura-pura? Sekarang lo tatap mata gue. Apakah lo menemukan kepalsuan disana? Enggak kan!!!" bentak Aira membuat Reygan sedikit kaget mendengarnya.
"Gue masih nggak ngerti, sumpah! Lo kenapa sih?" tanya Reygan mencoba bersabar.
"Mati aja lo, Bang. Nggak guna lo hidup di dunia!"
Deg...
Bagai disambar petir, perkataan Aira mampu menghentikan detak jantung Reygan dalam beberapa saat. Kaki cowok itu melemas mendengar perkataan pahit dari bidadari kecilnya. Padalah selama ini Airalah yang selalu menguatkan dan menjadi sumber kecerian Reygan. Tapi sekarang gadis itu bahkan mengharapkan dirinya mati.
"Hahaha!!! Gue tau lo lagi prank gue kan? Lo buat konten yah Ra? Dimana kameranya? Gue mau liat. Dimana?" ucap Reygan masih berusaha mencari kebohongan dari adiknya. Tapi semakin lama cowok itu menatap Aira semakin sadar pula ia bahwa apa yang dikatakan adiknya bukanlah suatu lelucon yang perlu ia tertawakan.
"Ra...Lo..."
"Iya, gue pengen lo mati sekarang. Bosan gue punya abang kayak lo."
Reygan terkejut bukan main mendengar itu untuk kesekian kalinya. "Lo mau gue mati Ra? Beneran?"
Aira tak menjawab.
"Ok kalau itu mau lo. Beberapa hari lagi gue bakal pergi seperti yang lo minta. Tapi sebelum itu semua terjadi, gue mau tanya sekali lagi sama lo. Lo benaran pengen gue mati?"
Air mata Aira lolos begitu saja dari kelopak matanya. Pertanyaan Reygan sungguh menghantam hatinya dengan sangat keras. Aira juga tak mau melakukan semua itu. Namun ia juga dituntut untuk melakukan semuanya. Ia tahu bahwa semuanya akan berakhir seperti ini. Tapi menurutnya apa yang ia lakukan adalah cara terbaik yang sudah pernah ia buat.
Di samping itu, Reygan masih menatapnya dan berharap bahwa adiknya akan megatakan "tidak." Tapi diluar dugaannya, Aira malah meninggalkan cowok itu.
"Gue bakal pergi tanpa lo minta Ra..." lirihnya.
Di balik dinding yang kokoh, Aira menangis sejadi-jadinya. Rasanya sakit sekali Ketika melakukan semua itu. Ia tahu perbuatannya sudah melukai Reygan dengan sangat dalam. Tapi ini yang terbaik sebab ia sudah tahu Abangnya akan meninggalkannya. Jadi ia harus membiasakan diri dari sekarang. Karena gadis itu sudah mendengar semuanya dibalik dinding basecamp kala itu.
###
Sekian dulu yah. Yuk komen sebanyak-banyaknya! Sumpah, aku nggak nyangka bisa sampai pada titik ini sih. Makasih buat kalian yang selalu setia suport aku dengan membaca cerita ini yah. Pokoknya makasih banget!!!
Salam hangat dari ku!
Saputry_110804

KAMU SEDANG MEMBACA
Reygan & Rayina (END)
Teen FictionMengisahkan tentang pertemuan dua insan karena suatu insiden yang tak terduga, yang mana insiden itu membuat mereka saling terikat satu sama lain tanpa disadari. "Lo gila hah!" "Maaf..." "Akal sehat lo mana, Rey?" "Gue takut!" Deg... Rayina mendeka...