32.

327 29 155
                                    

Di ruangan yang berukuran sedang dengan warna  abu lebih mendominasinya, terlihat seorang cewek sedang mencicip bubur dibantu oleh Reygan. Kedua insan itu tak banyak membuka topik pembicaraan. Sepertinya mereka sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing. Rayina memikirkan orang tuanya dan Reygan yang memikirkan kondisi cewek itu.

Hari telah beranjak sore. Sinar mentari mulai meninggalkan bumi yang berarti sebentar lagi malam akan menjemput dengan segala kesunyiannya.

"Lo nggak balik?" tanya Rayina.

"Bentar lagi."

"Jangan pulang malam. Nanti sakit. Ingat sama kesehatan lo."

Reygan tak merespon. Dirinya memilih sibuk memain handphone di tangannya. Beberapa saat kemudian, matanya membola saat pesan Aira telah berjejer rapi di layar ponselnya.

Mak lampir😠 :

Abang!

Woy, lo dimana?

Hello, ada orang nggak?

Udah mati, Bang?

Syukur deh kalau lo mati.

Canda Abang.

Woy, Bang lo dimana?

Bunda nungguin lo.

Kayak setan lo. Sok sibuk, anjir!

Balas chat gue!

Abang es!

Bangke!

Setan!

Monyet!

Lo nggak balas, gue santet lo!

Serah lo deh!

Udah, gue malas!

Reygan berdecak. Aira niatan sayang atau hanya berpura-pura menyayanginya? Sungguh cowok itu tak habis pikir dengan jalan pikiran adiknya.

"Untung lo adek gue. Kalau nggak gue tonjok lo."

"Kenapa lo?" tanya Rayina melihat Reygan bergeming.

"Nggak papa. Udah selesai?" tanya Reygan balik melihat mangkuk bubur Rayina telah kosong.

"Udah."

"Minum obatnya."

Reygan menyodorkan obat penurun panas kearah Rayina dan meletakkan mangkuk bubur itu ke samping meja belajar. Cowok itu tak berniat membantu Rayina saat cewek itu berusaha menggapai air di sampingnya.

"Punya pacar serasa kayak tembok. Udah dingin nggak peka lagi," geruntu cewek itu.

Reygan tak paham akan maksud pacarnya. Cowok itu seakan mati rasa. Hal demikian membuat Rayina geram.

"Kenapa?"

"Hah?"

"Mukanya masam?"

"Lo kalau ngomong bikin gue pusing mulu. Maksud lo apaan, setan?" Emosi Rayina. Setiap tinggal bersama cowok itu emosinya tak bisa dikontrol. Cewek itu akui jika Reygan memang pandai memancing amarahnya.

"Nggak ada," jawab Reygan.

Rayina dibuat cengo. Sorot matanya memandang tajam kearah Reygan. Namun sial, bahkan Reygan tak menghiraukan tatapan yang ia lemparkan. Dengan pasrah, cewek itu memilih mengacuhkan Reygan.

"Kenapa diam?" tanya cowok itu.

"Gue ngomong lo nggak nyahut. Gue diam lo nanya kenapa gue diam. Lo benar-benar manusia aneh," jawab Rayina dengan nada kesal.

Reygan diam. Ucapan cewek itu tak ia hiraukan. Dirinya memilih memain ponsel daripada harus meladeni amukan pacarnya. Di sampingnya, Rayina hanya bisa mengumpati cowok itu dalam hati.

"Istirahat sekarang. Gue balik," tutur cowok itu sambil berdiri dan meraih jacketnya.

Rayina mengangguk. Lagipula dirinya tak mau jika Reygan pulang malam dan berakhir sakit. Reygan belum sembuh total dari gegar otaknya, Rayina tahu itu. Jadi, butuh pengawasan dan pengontrolan intens untuk mempermudah proses pemulihan cowok itu. Salah satunya disiplin akan waktu.

"Hati-hati dijalan, Es."

"Iya." jawab Reygan. Kemudian cowok itu mendekat ke arah Rayina. Tubuhnya ia bungkuk lalu menatap Rayina lekat dari arah yang sangat dekat. Bahkan cowok itu bisa merasakan terpaan napas ceweknya yang hangat. Lantas hal itu membuat sebuah senyum terbit dibibir tipisnya menyerupai bulan sabit. Sangat lebar bahkan senyum itu selalu terpatri saat bersama gadisnya. Perasaan hangat selalu muncul saat dirinya menatap rupa cewek itu. Imut, lucu, ceroboh, cerewet dan masih banyak lagi sifat yang Rayina miliki membuat Reygan nyaman.

Rayina yang ditatap memberanikan diri menatap Reygan balik. Diperhatikannya garis wajah Reygan yang nyaris sempurna. Paras itu selalu berhasil membuat jantungnya dipacu cepat. Sifat dingin, cuek, dan datar yang Reygan miliki malah membuat dirinya semakin penasaran dengan cowok itu. Semakin lama berada bersama Reygan, semakin penasaran pula ia dibuatnya.

Cukup lama kedua insan itu beradu pandang. Mata keduanya menyorotkan perasaan yang begitu mendalam. Sampai akhirnya Reygan mendekatkan bibirnya ke bibir Rayina. Dilumatnya lembut benda kenyal itu dengan perasaan sayang. Tangan Rayina mencengkam kuat selimut yang membalut tubuhnya. Dibalasnya lumatan Reygan dengan lembut juga. Untuk beberapa saat mereka saling berciuman. Hingga akhirnya Rayina menyudahi adegan itu.

Kini, semburat merah tak bisa Rayina sembunyikan lagi. Cewek itu malu setengah mati setelah sadar apa yang baru saja ia lakukan. Bibir dalamnya berdarah setelah ia mengigitnya kuat. Sementara itu Reygan kembali diam. Raganya bergejolak saat sadar akan perbuatannya. Bahkan ini kali keduanya Reygan menyentuh bibir itu. Rasanya masih sama. Lembut dan kenyal.

Reygan tersenyum menyadari cewek itu juga merasakan hal yang sama seperti yang dirinya rasakan. Kemudian tangannya menangkup pipi Rayina dan menatap manik mata itu dalam. Cantik adalah deskripsi yang cocok untuk rupa pacarnya. Jantungnya kembali dipacu ketika Rayina balas menatapnya. "Jangan pernah merasa sendiri," bisiknya.

Rayina mengangguk seperti anak kecil yang dikasih amanat dari orang tuanya. Reygan terkekeh lalu mencubit hidung cewek itu karena gemes. "Jangan gemesin mulu, Ray. Nanti gue makan baru tau rasa."

"Dih apaan," Rayina berdecak. Gadis itu kembali diam memainkan jarinya saat Reygan kembali menatapnya dalam.

"Gue balik. Istirahat yang cukup," celetuk cowok itu dan mengecup singkat kening Rayina. "Gue sayang lo."

Rayina tersenyum. "Gue juga."

Sampai akhinya Reygan beranjak dari kamar itu. Rayina tersenyum sebelum cewek itu menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya kemudian memejam mata menyusuri alam mimpi.

###

Sekian dulu.

Next part?
Tinggalkan jejak!

05/ 03/ 2021
Saputry_110804

Reygan & Rayina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang