31.

345 33 149
                                    

Seperti yang Reygan katakan, dirinya bersama Rayina sedang dalam perjalanan menuju rumah cewek itu. Suasana sekolah yang membosankan mampu membuat Rayina lelah. Disuruh mengerjakan soal matematika sebanyak 80 nomor dalam kurun waktu 1 jam adalah sesuatu yang cukup menguras kinerja otaknya.

"Lo sakit?" tanya Reygan tanpa mengalihkan fokusnya dari jalanan.

"Nggak! Cuman pusing dikit aja. Tadi pagi lupa sarapan."

"Kenapa lupa?"

"Bangun telat."

Reygan menghembus nafas kasar. Dirinya tahu jika Rayina begadang semalaman untuk mengerjakan semua tugas sekolahnya. Dan akibatnya, cewek itu bangun telat bahkan lupa sarapan.

"Ray, lo capek?" tanya Reygan secara tiba-tiba.

Rayina membuka matanya yang sempat ia pejam. "Kenapa lo nanya gitu?" tanyanya.

"Jawan dulu."

"Gue capek."

Singkat. Jawaban itu membuat indra pendengaran Reygan terganggu.

"Kenapa nggak istirahat?"

Rayina tersenyum kecut. Belakangan ini Reygan sangat perhatian terhadapnya. Dirinya tak pernah menyangka jika sifat dingin cowok itu bisa berubah secepat itu kepadanya.

"Nggak papa. Gue cuman kangen sama Bokap dan Nyokap gue. Udah lama banget gue nggak ketemu sama mereka. Belakangan ini Nyokap gue jangan nelpon. Entahlah gue rindu banget sama mereka. Meskipun sering ditinggal sendiri, baru kali ini gue ngerasa kesepian," jelas Rayina.

"Di lain sisi gue senang karena bebas ngelakuin ini/itu tanpa diatur, tapi gue sadar bukan itu yang gue butuh," lanjutnya. "Tapi udahlah. Toh disana, mereka juga cari uang buat hidupin gue."

"Lo nggak sendiri. Ada gue sekarang," tutur Reygan dengan sangat lembut. Bahkan Rayina bisa merasakan deruan napas saat cowok itu membisikkan kata penenang untuknya. Tanpa Rayina duga, perlahan Reygan membawah tubuhnya ke dalam pelukan.

"Jangan sedih lagi yah. Gue yakin orang tua lo pasti sayang banget sama lo. Dan gue minta, lo juga harus ngertiin keadaan mereka."

###

Reygan keluar dari mobilnya bersama Rayina saat sampai di depan rumah cewek itu.

"Rey..." panggil Rayina.

"Hmm."

"Masuk yuk."

"Barengan," tutur Reygan.

"Ya emang harus barenganlah! Yang punya rumah kan gue," jawab Rayina.

"Bukan punya lo. Tapi punya Nyokap dan Bokap lo."

Skakmat.

"Serah lo deh!"

Saat membuka pintu, hal pertama yang ditangkap indra penglihatan Reygan adalah desain rumah itu. Meski itu adalah kali keduanya ia kesana, Reygan tak bisa bohong jika lagi-lagi ia takjub menyaksikan semuanya.

"Duduk sini," ucap Rayina mempersilahkan Reygan duduk di sofa. "Tunggu bentar yah. Gue buatin minum dulu," lanjutnya beranjak ke dapur.

Setelah kepergiannya, diam-diam Reygan menyusuri rumah itu. Cowok itu tersenyum saat tak menemukan debu menempel pada benda yang ia sentuh. Lalu tangannya beralih meraih foto seorang anak kecil yang belepotan kerena memakan es krim. Imut adalah deskripsi Reygan untuk foto itu. "Lo lucu juga waktu kecil."

Reygan & Rayina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang