Sampai di rumah, Reygan masih memikirkan Rayina, memikirkan tentang apa yang ia lakukan bersama cewek itu. Pelukan itu masih terasa hangat pada tubuhnya. Sungguh, ingin sekali cowok itu berteriak senang saat itu juga namun egonya masih tinggi untuk melakukan hal itu.
Berada di dekat Rayina sepertinya membuat Reygan nyaman meski cewek itu terkesan acuh tak acuh kepadanya. Kehadiran Rayina nampaknya membuat hari Reygan lebih bermakna. Tak ingin bergeming dengan pikirannya, Reygan memilih masuk rumah. Dirinya yakin didalam sana sudah ada raut khawatir dari Adiknya.
Dan apa yang dipikirkan Reygan benar-benar terjadi. Saat tangannya membuka gagang pintu, tampaknya wajah Lidia memerah menahan marah disana.
"Ehhh, ada Bunda. Hai bun, apa kabar?" omong kosong macam apa ini?
"Duduk," perintah Lidia datar.
"Bunda mau jadi datar kayak aku juga? Udahlah Bun nggak usah. Aku jamin nggak bakal berhasil!" kembali lagi Reygan memancing emosi Lidia.
"D-U-D-U-K." Sengaja Lidia menekan kata-katanya agar Reygan menuruti perintahnya. Reygan sendiri menelan salivanya kasar melihat raut wajah Lidia sudah tak bersahabat lagi. Pada akhirnya ia menuruti saja apa yang Lidia perintahkan dan menunggu hal yang akan terjadi selanjutnya.
"Hari ini kamu kemana aja?" tanya Lidia mengintrogasi Reygan.
"Emm... itu-anu tadi ada eskul, Bun," jawab Reygan menggaruk tekuk lehernya yang tak gatal.
"Bukannya kamu eskul cuman hari selasa, kamis dan juma'at?"
Skakmat, Reygan tak bisa mencari alasan apapun lagi. "Bunda tanya sekali lagi, hari ini kamu kemana aja? Kenapa ada lebam di wajah kamu?" kini suara Lidia lebih datar dari sebelumnya.
"Itu anu..." Reygan berpikir keras mencari alasan yang tepat.
"Kamu tau nggak? Ayah, Bunda, Rara, semuanya mikirin kondisi kamu. Kita takut kamu kecelakaan kayak beberapa hari lalu."
Reygan tak menyanggah ucapan Bundanya. Dirinya sadar telah membuat kesalahan. "Maaf, Bun," cicitnya pelan sebelum beralih menatap Aldiano. "Ayah Dian, aku boleh peluk Rara nggak?" Pintanya kepada sang Ayah.
Aldiano tersenyum mendengar permintaan anak cowoknya. "Tentu boleh, Bang," jawabnya memberi ruang kepada kedua anaknya. Yang terjadi setelahnya, Reygan mengambil alih tubuh mungil Aira dan dibawah kedalam pelukan. "Gue minta maaf Ra, gue udah buat lo khawatir. Abang minta maaf..." bisik Reygan kepada Adiknya.
Semenjak kecelakaan yang membuat Reygan koma selama sebulan, Aira takut bilamana tak mendapat kabar mengenai kakaknya.
"Iya. Tapi jangan diulangin. Gue takut terjadi sesuatu sama lo," cicit Aira, gadis kecil yang selalu menemani hari-hari Reygan dengan tingkah konyolnya.
"Sorry, tadi ponsel gue low jadi nggak bisa diaktifin. Maafin gue, Ra," Apa yang Reygan katakan benar adanya. Tadi ponselnya low.
"Iya. Tapi jangan di ulang yah, Bang."
Reygan menggeleng kepala melihat tingkah manja adiknya. "Tenang aja sayang, gue bakalan bareng lo selamanya. Sekarang tunjukin ke gue senyum manis yang lo punya" pinta Reygan.
Permintaan tersebut langsung dipenuhi Aira tak lupa dengan pelukan yang semakin dieratkan ke tubuh Reygan. "Gue sayang lo, Ra," bisik Reygan membuat Aira menyungging senyum bahagia. "Gue juga, Bang Damian."

KAMU SEDANG MEMBACA
Reygan & Rayina (END)
Teen FictionMengisahkan tentang pertemuan dua insan karena suatu insiden yang tak terduga, yang mana insiden itu membuat mereka saling terikat satu sama lain tanpa disadari. "Lo gila hah!" "Maaf..." "Akal sehat lo mana, Rey?" "Gue takut!" Deg... Rayina mendeka...