Angin berhembus cukup kencang menjatuhkan dedaunan kering dari tangkai pohon besar itu. Daun-daun mati itu berserakan di tanah. Seorang pria paruh baya yang memakai seragam kebersihan hijau-hitam itu tampak menyapu dedaunan kering tersebut. Di belakangnya berdiri gedung bertuliskan SMA Germada.
Bapak petugas kebersihan sekolah itu menghela napas berat sambil mendongkak menatap ke dedaunan yang terus berjatuhan dari pohon besar tersebut. "Kalau daunnya masih terus berjatuhan, saya tidak akan menyapunya sampai mereka berhenti berjatuhan."
"Pak Tarmin," panggil satpam di pos gerbang.
Petugas kebersihan yang bernama Tarmin itu menoleh.
Satpam bernama Juki itu melambaikan tangannya. "Pak Tarmin, ke sini."
Pak Tarmin pun menghampirinya lalu membuka maskernya. "Kenapa, Pak Juki?"
"Sini, pagi ini istri saya membuatkan orek tempe. Ayo, kita makan dulu," bisik Pak Juki.
Pak Tarmin tampaknya juga kelaparan saat melihat Pak Juki membuka wadah bekalnya. "Tapi, Pak Juki, pekerjaan saya...."
"Ah, Pak Tarmin santai saja. Dedaunan itu tidak akan berhenti berjatuhan. Kita makan saja dulu, Bapak butuh banyak tenaga," sanggah Pak Juki sambil melepaskan maskernya.
Pak Tarmin mengangguk. Mereka pun makan bersama sambil sembunyi-sembunyi.
Sementara itu, di salah satu kelas, tepatnya kelas XI-IPA-B, tampak guru perempuan bernama Tessa mendikte kalimat per kalimat sambil berdiri dan berkeliling melewati meja murid-muridnya.
Di kelas tersebut, semua murid duduk sendirian di bangku masing-masing dengan diberi jarak agak berjauhan.
"... partikel-partikel virus tersebut akan menyebar melalui mulut atau hidung...."
Meski pun 'keempat' matanya menatap buku di tangannya, sebenarnya Bu Tessa memperhatikan murid-muridnya. Apakah mereka menulis, atau tidak. Jika ada murid yang ketahuan tidak menulis atau bahkan sampai ketiduran, maka murid tersebut akan berada dalam masalah. Ia bisa berurusan dengan Bu Tessa dan poinnya dikurangi.
Bu Tessa melanjutkan, "Hal ini terutama terjadi di fasilitas kesehatan di mana aerosol virus dari seorang pasien terinfeksi...."
Semua murid di kelas itu, baik laki-laki mau pun perempuan tampak serius menulis. Mereka tidak ingin terkena masalah, karena Bu Tessa adalah guru killer.
Tapi, ada satu orang siswi yang makan diam-diam sambil menutup wajahnya dengan buku. Ia juga menurunkan maskernya sampai dagu.
Siswi di sampingnya menyadari itu. Ia memberikan kode agar siswi yang sedang makan roti itu berhenti.
Siswi berhijab di bangku paling depan tampak khawatir saat Bu Tessa semakin dekat ke mejanya, padahal sedari tadi ia mendengarkan dan menuliskan sesuai dikte dari Bu Tessa.
"Penyebaran yang tinggi ini diduga akibat proses sirkulasi udara yang tidak baik di ruang tertutup," sambung Bu Tessa.
Seorang siswi berambut panjang tampak menatap kosong, tapi tangannya bergerak menuliskan kalimat yang dibacakan oleh Bu Tessa. Bahkan gerakan tangannya sangat cepat dengan tulisan yang rapi.
Bu Tessa berdiri di samping siswi itu. Menyadari kalau Bu Tessa sedang melihat ke arahnya, gadis itu mendongkak menatap Bu Tessa. Wanita paruh baya itu menatap curiga padanya.
Tanpa mengatakan apa-apa, Bu Tessa mengambil buku catatan siswi itu lalu membacanya. Tidak ada yang salah. Semua yang dia baca ditulis oleh gadis itu.
Semua murid memandang ke arah gadis itu. Mereka tampak cemas.

KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HorrorSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...