Part 15

61 8 0
                                    

Di dalam mobil polisi, Amadhea tampak tenang, meski pun dalam hati ia merasa khawatir.

"Pak Polisi, saya mau menelepon teman saya, apa boleh?" tanya Amadhea.

Polisi menoleh padanya.

"Saya cuma mau bilang, saya tidak bisa datang ke sekolah. Kalau saya tidak bilang, nanti saya point saya dikurangi," jelas Amadhea.

"Boleh, kok. Silakan."

"Terima kasih, Pak." Amadhea mencari nomor Zahra di ponselnya.

"Halo? Dhea? Tumben belum datang jam segini. Kamu kesiangan?" tanya Zahra dari seberang sana.

"Aku nggak bisa masuk hari ini. Ada hal yang mendadak yang nggak bisa ditunda. Tolong bilang sama Bu Rita, ya," kata Amadhea.

"Ada urusan mendadak? Apa kamu terkena masalah? Apa aku bisa menolongmu?" tanya Zahra yang terdengar sangat mengkhawatirkan Amadhea.

"Nggak apa-apa, kok. Nanti aku hubungi lagi, ya." Amadhea segera mengakhiri panggilannya.

Mereka pun sampai di kantor polisi.

Amadhea terkejut melihat keberadaan Calvin di sana. Laki-laki itu memakai baju pasien. Dan ada plester di pipinya.

"Saudara Calvin, apa Anda yakin, Amadhea yang membunuh Nyonya Merlin di depan Anda?" tanya polisi yang langsung memberikan pertanyaan.

Amadhea tercengang mendengar tuduhan itu.

Calvin mengangguk. "Itu benar, Pak Polisi. Dia membunuh ibu kandungku di depan mata kepalaku sendiri."

Amadhea menatap Calvin dengan tatapan tak percaya. Ia benar-benar tidak mengira Calvin akan menuduhnya seperti itu.

"Apa yang kamu katakan? Aku tidak pernah membunuh siapa pun!" kata Amadhea.

Calvin menatap Amadhea. "Sore kemarin kamu mengikuti mobilku sampai hutan lalu menakuti kami sampai-sampai mobilku menabrak pohon. Dan nggak tahu bagaimana caranya kami tiba-tiba berada di hutan bakau di Pantai Mati!"

Amadhea mencerna ucapan Calvin. "Aku tahu kalian membenciku selama ini, tapi dengan menuduhku, kamu benar-benar keterlaluan Calvin!"

"Sudah-sudah, jangan bertengkar. Pada jam 6 sore, Nyonya Merlin ditemukan tewas dengan luka parah di wajahnya, lehernya, dan kayu yang dihantam secara paksa ke dalam mulutnya sampai tembus ke belakang tengkoraknya," Polisi menjelaskan pada Amadhea.

Mendengar penjelasan polisi, Amadhea bergidik ngeri membayangkan kondisi jenazah Merlin.

"Amadhea, apa kamu punya alibi? Apa yang kamu lakukan jam 6 sore?" tanya Polisi.

"Calvin dan Tante Merlin meninggalkan rumah sekitar jam 4-5 sorean. Saat itu aku berada di rumah. Tante Irma dan beberapa tetangga datang ke rumahku. Kami berbincang di depan rumah," jawab Amadhea.

"Dia berbohong, Pak Polisi. Amadhea membenci ibuku, karena dia sering bertengkar dengan ibuku. Itulah sebabnya dia membunuh ibuku. Jelas-jelas aku melihatnya merangkak di atas mobilku dan membunuh ibuku! Itu kamu, Dhea! Karena ledakkan itu, kamu pasti terluka. Tunjukkan luka bakar di tubuhmu!" bentak Calvin.

"Kamu melihat luka bakar di mana? Di bagian mana?" tanya Dhea.

Calvin menatap jijik pada Amadhea. "Di sebagian wajahmu dan hampir seluruh tubuhmu. Kamu sangat mengerikan."

Amadhea menyibakkan rambutnya ke belakang. "Dari lahir aku tidak pernah memiliki luka bakar. Di mana luka bakarnya? Lagian bagaimana caranya aku menyusul kalian? Aku tidak punya SIM. Aku juga tidak punya mobil, karena kalian mengambilnya!"

SURREPTITIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang