Part 17

63 8 0
                                    

Siang harinya di rumah Zahra.

Ibunya Zahra menyajikan makanan ke meja dibantu beberapa pelayan. Wanita cantik berhijab itu tersenyum melihat Zahra yang akrab dengan ketiga temannya.

"Ayo, kita makan bersama. Bismillah...." Pak Ahmad berdo'a. Begitu pun dengan istrinya _Bu Azizah_ dan Zahra.

Sementara Amadhea, Alinda, dan Greeta berdo'a sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

Mereka pun makan siang bersama.

Sementara itu di kepolisian.

"Pak, sidik jarinya sudah diperiksa."

"Apakah itu sidik jari milik Amadhea?"

"Bukan, sidik jari itu tidak terdaftar di  mana pun."

Polisi itu menganggukkan kepalanya. "Kembali bekerja."

"Siap, Pak!"

"Ini membuat kepalaku pusing tujuh keliling," gumam polisi itu setelah bawahannya pergi.

Amadhea pergi ke sekolah seperti biasa. Ia melihat Pak Tarmin duduk di bawah pohon rindang di depan gerbang.

"Pak Tarmin, selamat pagi," sapa Amadhea.

"Pagi, Non."

Amadhea juga menyapa Pak Juki. "Selamat pagi, Pak Juki."

Pak Juki tersenyum. "Selamat pagi."

Amadhea memasuki kelasnya kemudian duduk di bangkunya. Hanya ada beberapa siswa yang sudah ada di kelas. Teman-teman dekatnya juga belum datang.

"Apa aku kepagian?" Amadhea melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 6.40.

Amadhea mengotak-atik ponselnya. Ia teringat dengan lukisan pantai di rumahnya. Karena penasaran, Amadhea iseng mencari "Pantai Mati" di google maps.

Ia menemukannya. Amadhea membuka lokasi jelasnya. Benar kata polisi itu, jika dilihat dari barat daya, Pantai Mati mirip dengan lukisan pantai di rumahnya.

"Kenapa namanya Pantai Mati? Membuat orang takut saja," gumam Amadhea. "Tapi, kenapa Tante Merlin dan Calvin bisa berada di sana? Apa ada hubungannya dengan lukisan di rumahku?"

Bel masuk berbunyi.

Amadhea tampak serius mendengarkan penjelasan Pak Dedi di papan tulis yang menjelaskan tentang Barisan Geometri.

Tiba-tiba Amadhea mendengar suara tawa anak kecil. Ia melihat ke jendela. Ia hanya melihat rambut yang berlari dari jendela. Namun, suara itu menghilang setelah di ujung jendela di dekat pintu. Amadhea mengira anak itu akan muncul di pintu.

"Huhhh." Amadhea merasakan tiupan dingin dari belakang telinganya. Gadis itu menoleh dan langsung dihadapkan dengan wajah pucat anak kecil bermata putih semua.

Saking kagetnya, Amadhea tersentak dan langsung berdiri hingga lututnya menghantam bagian bawah meja.

Semua mata di ruangan itu tertuju padanya, termasuk Pak Dedi.

Amadhea membeku mendapatkan tatapan aneh dari semua orang. Zahra, Alinda, dan Greeta juga melihat padanya. Untung saja ia tidak berteriak. Sementara hantu anak kecil itu masih berdiri di sampingnya.

"Kamu kenapa, Dhea?" tanya Pak Dedi.

"Ada kecoa, Pak," jawab Amadhea dengan polosnya. Ia melihat ke sampingnya. Hantu anak kecil itu sudah menghilang.

"Aaa!!!" semua siswi di kelas itu menjerit sambil melihat ke bawah meja.

"Sudah, sudah, jangan ribut, anak-anak. Tidak ada kecoa di kelas ini," ucap Pak Dedi.

SURREPTITIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang