"Aku suka cowok cool, tapi kalo modelannya ngeselin kayak si Xaga, bikin emosi jadinya," gerutu Alinda.
Greeta juga terlihat masih kesal. Ia menyikut lengan Amadhea. "Ngapain juga kamu ngasih makanan sama Xaga? Daripada kamu capek bikin makanan buat Xaga, mendingan kamu masak buat aku aja. Pasti aku makan."
Amadhea tampaknya menyesal. Ia pun menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin sewaktu pulang sekolah.
"Serius?! Dia menolong kamu?" Zahra tampaknya tidak percaya dengan cerita Amadhea.
"Aku tidak mungkin memberikan makanan padanya kalau tidak ada alasannya," ucap Amadhea.
Alinda dan Greeta saling pandang.
"Ternyata dia baik juga," ucap Alinda. Tersirat penyesalan dalam kalimatnya.
"Kalau aku tahu, aku tidak mungkin memarahinya, karena dia sudah menyelamatkan sahabatku," sesal Greeta.
Zahra bersuara, "Mungkin dia memang baik karena telah menolong Dhea, tapi menurutku dia tetap salah. Kenapa dia membuang makanan yang dibuat Dhea? Selain mubadzir, dia juga melukai perasaan Dhea yang sudah capek-capek memasak untuknya."
Alinda mengangguk. "Iya, meski pun dia sudah berbuat baik, tapi seharusnya dia tidak membuang makanannya. Kalau dia tidak mau... ya bilang aja nggak mau. Dhea tidak akan sakit hati karena makanannya ditolak, daripada dibuang seperti itu."
"Iya juga, ya. Aku nggak jadi nyesel, dah!" ketus Greeta.
"Sudah, biarkan saja." Amadhea membujuk teman-temannya agar berhenti mempermasalahkan hal tersebut.
Bel masuk berbunyi. Semua murid SMA Germada tampak serius belajar di kelas masing-masing.
Amadhea melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 11.42. Ia merasakan suasana sedikit mencekam.
Sementara di kelas IPA-A, seorang siswi di depan kelas sedang membacakan materi. Xaga tampak serius mendengarkan. Sesekali ia menuliskan bagian penting yang ia dengar ke buku catatannya.
"Aaaarrrggghhhh!!!!" Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar kelas.
Xaga berhenti menulis. Ia mendongkak menatap lurus ke depan.
Para murid di dalam kelas IPA-A saling pandang. Mereka khawatir dan ketakutan.
Teriakan demi teriakan kembali terdengar seperti kemarin. Hanya para siswi yang mengalami kerasukan masal. Yang paling banyak adalah siswi kelas IPS, karena kelas mereka dekat dan sejajar dengan pohon yang ditebang itu.
Lagi-lagi para guru kewalahan menangani siswi-siswi yang kerasukan. Bahkan hari ini jumlah siswi yang kerasukan dua kali lebih banyak dibandingkan kemarin.
Amadhea melihat banyak sekali makhluk mengerikan di dalam kelasnya yang menarget para siswi di ruangan tersebut. Ya, karena hantunya memang merasuki para siswi.
Semua murid di kelas IPA-B tampak panik dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengosongkan pikiran, terutama para siswi. Mereka berdo'a dengan khusyuk.
Makhluk besar merayap di dinding dan langit-langit ruangan. Makhluk yang tidak jelas jenisnya itu menuju ke arah Alinda.
Amadhea segera menarik lengan Alinda agar terhindar dari makhluk yang ingin merasukinya itu.
"Aduh," Alinda meringis pelan.
Amadhea menangkup wajah Alinda. "Fokus, Lin! Jangan bengong! Kamu harus berdo'a!"
Alinda mengangguk-anggukkan kepalanya.
Amadhea melihat Greeta jatuh tersungkur ke lantai. Sosok makhluk melata yang memiliki banyak tentakel di punggung tampaknya mengganggu Greeta. Tentakelnya melilit kaki Greeta sementara tentakel lainnya mencoba membuka mulut gadis itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HororSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...