Dalam waktu 1 bulan setelah dibeli, rumah tua itu sudah diubah menjadi lebih modern. Cat dindingnya dilapisi lagi dengan warna putih. Gerbangnya diganti, bentengnya juga ditinggikan, lampu hias di halaman depan dan belakang juga diganti.
Bagian dalam rumah juga sedikit diubah. Ada beberapa ruangan yang dialihfungsikan.
Rumah tersebut sudah tinggal dihuni.
Ayuni menaiki tangga menuju ke lantai dua. Ia memilih kamar yang nyaman untuknya bersama suaminya. Ia membuka pintu ruangan bekas ruang pribadi Surni yang dijadikan ruang ritual. Saat pintu dibuka, angin berhembus menerpa wajah cantik Ayuni.
"Ruangan ini tampaknya nyaman," ucap Ayuni. Ia pun memilih kamar tersebut dan memberitahu suaminya yang sedang menyemprot tanaman hias di dekat jendela.
"Mas, aku sudah memilih kamar di lantai dua untuk kita," kata Ayuni.
Sudarman mengangguk tanpa menoleh sedikit pun pada istrinya. "Baiklah."
"Kamar utama di lantai atas untuk Nino, ya, Mas," ucap Ayuni pelan.
Sudarman menghentikan aktivitasnya sejenak lalu menoleh pada Ayuni. "Dia tidak akan tinggal di lantai atas. Aku sudah menyiapkan kamar untuknya di lantai bawah."
"Lantai bawah?" Ayuni tampaknya kurang setuju, tapi ia tidak berani menentang keputusan suaminya.
Sudarman membawa Ayuni ke sebuah ruangan di dekat tangga. "Dia akan tidur di kamar ini. Pastikan ruangan ini terkunci agar dia tidak keluar dari kamarnya. Aku sudah membuatkan kamar mandi yang merangkap di dalam ruangan ini."
"Tapi, Mas... kenapa kamarnya di sini? Ada banyak kamar di rumah ini. Kamar ini terlihat seperti kamar untuk pembantu," kata Ayuni.
"Kita tidak akan mempekerjakan pembantu atau pelayan. Aku tidak ingin siapa pun mengetahui tentang anak itu. Jadi, ruangan ini tidak akan dipakai. Anak itu bisa memakainya," ucap Sudarman kemudian berlalu.
"Mas...." panggil Ayuni.
Langkah Sudarman terhenti. Ia menoleh pada Ayuni. "Kamu tahu, kan, kenapa aku mau pindah jauh-jauh ke rumah ini? Untuk menghindar agar tidak ada yang tahu kalau istriku melahirkan anak yang cacat."
Sudarman melanjutkan langkahnya. Ayuni menatap nanar punggung suaminya.
Ayuni membuka pintu ruangan tersebut. Wanita itu tampak sedih melihat betapa sempitnya ruangan itu. Bahkan jendelanya tidak bisa dibuka. Gordennya dipaku ke kusen jendela.
Sambil menangis dalam diam, Ayuni membereskan kamar itu agar lebih nyaman ditempati oleh putranya nanti.
Sore harinya, Merlin yang sedang hamil mendatangi rumah baru kakaknya itu bersama sopir pribadi. Ia melihat ke sekeliling.
"Rumahmu sangat bagus, Mas. Sesekali aku boleh menginap di sini, kan?" tanya Merlin.
"Tentu saja," jawab Sudarman.
"Bagaimana dengan anak itu?" tanya Merlin.
"Dia masih di rumah lamaku. Malam ini aku akan membawanya ke mari," kata Sudarman.
"Kamu yakin akan memelihara anak cacat itu? Sebaiknya dibuang saja ke panti asuhan. Dia tidak akan berguna untukmu. Seharusnya dia tidak lahir ke dunia ini," kata Merlin.
"Ayuni sangat menyayanginya. Dia akan bersedih kalau aku membuangnya," kata Sudarman.
"Seharusnya dari awal Mas tidak menikahi wanita miskin itu. Aku sudah menduganya kalau dia tidak akan bisa melahirkan anak yang sempurna," kata Merlin.
"Jaga ucapanmu, Merlin. Mau bagaimana pun dia kakak iparmu. Aku menikahinya karena aku mencintainya," ucap Sudarman kemudian berlalu meninggalkan adiknya di ruang tamu dengan ekspresi kesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HorrorSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...