Para polisi bersama Calvin dan Amadhea telah tiba di rumah tua itu. Calvin menunjukkan ruangan rahasia yang ia bicarakan. Laki-laki itu juga menunjukkan lukisan pantai yang ia yakini sangat mirip dengan Pantai Mati.
"Ini memang Pantai Mati jika dilihat dari barat daya," ucap polisi.
Calvin mengulurkan tangannya pada Amadhea. "Di mana kuncinya?"
"Aku tidak punya kuncinya. Sebenarnya aku juga baru menemukan ruangan ini sebelum kamu dan Tante Merlin datang," jujur Amadhea.
Calvin mendecih. "Kamu pasti berbohong, kamu tidak mau ketahuan kalau kamu pelakunya, kan? Kalau kamu tidak mau membuka ruangan ini, artinya kamu memang pelakunya. Kamu menyembunyikan semua kejahatan kamu di dalam ruangan ini."
"Aku sudah bilang, aku tidak punya kuncinya!" gerutu Amadhea.
Polisi menengahi. "Kami bisa membukanya secara paksa kalau kamu mengizinkan."
Amadhea mengangguk. "Silakan dibuka kalau itu bisa membuat dia senang."
Polisi membawa gergaji besi. Mereka memotong kait gemboknya.
Apakah ruangan itu gudang perkakas atau kamar seperti di mimpi-mimpiku semalam? Pikir Amadhea.
Dalam waktu beberapa menit saja, gemboknya sudah bisa dibuka. Mereka membuka pintunya.
Saat pintu dibuka, angin berhembus menerpa wajah Amadhea disertai suara teriakan anak kecil. Gadis itu merinding. Ia menyentuh tengkuknya. Ia melihat para polisi dan juga Calvin tidak menunjukkan reaksi apa pun. Itu artinya hanya Amadhea yang mendengar suara teriakan itu.
Para polisi terbatuk-batuk kala debu dari ruangan itu berterbangan masuk ke hidung dan saluran pernapasan.
Amadhea tidak melihat apa-apa di ruangan itu. Tidak ada yang aneh. Hanya saja cat di ruangan itu berwarna merah pekat berbeda dengan ruangan-ruangan lainnya di rumah itu yang ditempeli kertas dinding.
Calvin mencoba mencari petunjuk di ruangan itu, tapi nihil. Itu hanya ruangan biasa.
Salah seorang polisi menggaruk-garuk dinding tersebut dengan kukunya. "Ini bukan cat, tapi sejenis krayon."
Deg!
Amadhea teringat dengan krayon merah yang setiap hari ia temukan di depan ruangan tersembunyi ini. Ia semakin merinding.
Karena tidak menemukan bukti apa pun, para polisi pun pergi bersama Calvin. Mereka juga mengembalikan guci dan vas yang diambil Merlin. Amadhea meletakkan semua guci itu ke tempat semula. Meski pun masih ada noda hitam karena ledakkan.
Setelah itu, Amadhea kembali ke ruangan bercat merah itu. Ia menyentuh dindingnya. Benar kata polisi. Yang menempel di dinding itu bukan cat, tapi krayon merah. Sesaat Amadhea termenung dan sekilas krayon itu membentuk pola misterius yang tidak searah. Seolah-olah ada seseorang yang mencoba menuliskan sebuah kalimat di dinding itu. Tapi, Amadhea tidak bisa membacanya.
Pandangan Amadhea tertuju ke dinding yang agak menonjol. Ia menyentuhnya. Ternyata itu adalah ujung lipatan kertas dinding. Amadhea menariknya hingga mengelupas. Ada banyak serangga seperti kecoa dan semut di balik kertas dinding tersebut.
Gadis itu menarik lebih banyak. Kedua matanya terbelalak setelah sebagian besar kertas dinding di satu sisi robek. Di dinding putih itu ada banyak tulisan yang ditulis dengan krayon merah.
Bulu kuduknya meremang membaca apa yang tertulis di dinding itu.
MAMA, PAPA, MAAFKAN AKU, TOLONG KELUARKAN AKU DARI SINI!!!
MAMA TOLONG JANGAN KUNCI AKU DI SINI!! AKU TAKUT!!
PAPA MAAFKAN AKU!!
AKU MOHON KELUARKAN AKU DARI SINI!! DI SINI DINGIN DAN MENAKUTKAN!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HorrorSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...