Part 26

33 5 0
                                    

Setelah mengantarkan Haifa dan Leha sampai ke depan mushola, Amadhea kembali ke kelas. Ia berpapasan dengan Xaga di tangga.

"Aku harus bicara sama kamu," kata Amadhea.

Xaga mengangguk. "Baiklah."

Amadhea tidak mengira kali ini Xaga tidak menolak.

Di bangku taman sekolah, Xaga dan Amadhea duduk bersebelahan. Mereka tampak serius berbicara.

"Kenapa kamu mau bicara denganku?" tanya Xaga.

"Aku yakin kamu menyembunyikan sesuatu. Kamu pasti tahu sesuatu," kata Amadhea.

Xaga menatap Amadhea, tidak... bukan menatap Amadhea, melainkan menatap wanita yang memiliki bola mata hitam pekat di belakang gadis itu.

Amadhea mendengus kesal sambil membuang muka. "Aku benci melihat caramu menatapku. Kenapa kamu selalu menatapku seperti itu?"

Xaga menggeleng lalu mengubah ekspresinya. "Aku tidak bermaksud melihatmu seperti itu."

Amadhea melihat jam tangannya lalu bangkit dari bangku taman. "Sebentar lagi bel masuk berbunyi, aku harus berada di kelas."

Xaga segera meraih tangan Amadhea sebelum gadis itu benar-benar pergi. "Bel masuk masih lama, orang-orang masih sholat jum'at."

Amadhea kembali duduk. "Baiklah, sekarang jelaskan apa yang membuatmu membenciku? Kalau aku memang melakukan kesalahan, aku akan meminta maaf, tapi kalau kamu tidak memiliki alasan yang jelas kenapa membenciku, kamu benar-benar jahat."

"Aku tidak pernah bilang kalau aku membencimu," sanggah Xaga.

Amadhea menatap Xaga. "Setiap melihatku, kamu suka menatapku dengan tatapan seperti tadi. Lalu kamu juga pernah bilang, kalau aku sangat mengganggu. Kamu juga membuang makanan yang aku masak susah payah."

"Kalau aku membencimu, kenapa aku menolongmu tiga kali?" Xaga balik bertanya.

Amadhea terdiam untuk sesaat. "Aku juga mau menanyakan itu."

"Kamu terlalu fokus dengan keburukanku," gumam Xaga.

"Tunggu, tiga kali?" tanya Amadhea kebingungan. "Bukannya dua kali, ya?"

"Bawang putih itu, aku juga sengaja memasukkannya ke dalam saku jaketmu," kata Xaga.

"Benar juga," gumam Amadhea.

"Tapi, sepertinya tidak semua hantu di sekitarmu takut dengan bawang putih," kata Xaga dengan tatapan tertuju ke wanita bermata hitam pekat di belakang Amadhea.

Untuk sesaat Amadhea menatap kedua manik biru gelap laki-laki di depannya itu. Amadhea baru menyadari, kalau laki-laki itu tidak menatap padanya, tapi melihat sesuatu yang lain di belakangnya.

Dia melihat apa? Aku tidak merasakan kehadiran siapa pun di sekitarku. Manusia mau pun hantu. Jadi, apa yang dia lihat? Pikir Amadhea.

Namun, saat Amadhea melihat manik biru gelap itu dengan teliti, Amadhea melihat pantulan bayangan wanita berbola mata hitam pekat. Gadis itu tersentak kaget dan tefleks menoleh ke belakangnya, tapi tidak ada siapa-siapa di sana.

Amadhea kembali menatap Xaga. "Jadi, kamu benar-benar bisa melihat hantu?"

👻 Flashback 👻

Setelah pembagian raport akhir semester pertama, Irma dan Amadhea melewati kelas XI-IPA-A, pandangan Amadhea tertuju ke dalam kelas unggulan itu. Tampaknya para orang tua dan siswa di kelas tersebut belum bubar. Wali kelas masih memanggil nama siswa dan membagikan raport.

Ia melihat salah seorang siswa yang menatap ke arahnya. Amadhea mengernyit bingung, karena laki-laki yang tak lain adalah Xaga itu menatap tajam padanya seolah ia memiliki dendam pada Amadhea. Padahal ia sama sekali tidak mengenal Xaga meski pun kelas mereka bersebelahan.

SURREPTITIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang