Mobil APV berwarna silver itu berhenti di depan rumah Ratih.
"Rumah siapa ini? Kenapa gelap semua?" tanya Zahra yang duduk di kursi paling belakang bersama Alinda dan Greeta.
"Ini rumah Mbak Ratih, paranormal yang sering membantu orang-orang yang diganggu oleh makhluk halus," kata Xaga.
"Apa dia ada di rumah? Kenapa lampu rumahnya mati semua?" tanya Elan yang duduk di kursi tengah bersama Zayn dan Arnold.
"Aku tidak tahu, tapi sore ini dia masih di rumah." Xaga keluar dari mobil kemudian ia membopong Amadhea keluar dari mobil. Ia mengetuk pintu rumah Ratih.
"Mbak Ratih? Mbak Ratih?" Xaga tampak khawatir. Ia menatap Amadhea. "Kamu masih kuat berdiri?"
Amadhea mengangguk.
Tak lama kemudian pintu dibuka. Ratih terlihat ketakutan dan banyak luka cakaran di tubuhnya. Ia menatap kesal pada Xaga dan Amadhea. "Kenapa kalian kembali lagi?! Pergi!"
"Mbak...." Xaga tidak mengerti kenapa Ratih mengusir mereka.
Ratih menatap Amadhea. "Aku tidak mampu menolongmu lagi. Hantu yang menyatu dengan tubuhmu bukan hantu biasa. Dia pemuja setan!"
"Tapi, Mbak, siapa yang bisa menolong kami?" mohon Xaga.
"Aku tidak bisa!!!" bentak Ratih.
Amadhea terkejut melihat dua penjaga Ratih yang berdiri di belakang Ratih. Kedua penjaga itu tidak memiliki kepala. Tidak ada lagi cahaya keemasan di sekelilingnya. Yang ada hanya percikan darah di pakaian yang mereka pakai.
Amadhea menepuk bahu Xaga yang merangkulnya. "Ayo, pergi."
Xaga mengangguk.
"Maafkan saya, Mbak Ratih," ucap Amadhea.
Xaga terpaksa pergi. Ia menghentikan mobilnya di tengah jalan. Laki-laki itu tampak kesal dan memukul stir.
"Lebih baik kalian pulang. Biarkan aku kembali ke rumah tua itu," kata Amadhea pelan.
"Kamu pikir setelah kami pulang, kami akan tenang karena meninggalkanmu di rumah itu?!" gerutu Alinda.
Amadhea menatap kesal pada teman-temannya. "Kalian tahu ini berbahaya?! Kalian lihat paranormal tadi terluka karena melawan hantu-hantu itu. Aku tidak mau kalian juga terluka!"
"Lalu bagaimana denganmu?! Kamu akan diam saja?!" kini Greeta yang terlihat lebih marah.
Amadhea menghela napas berat. "Kalian punya keluarga, mereka menunggu kalian di rumah. Meski aku mati, tidak akan ada yang menanyakanku."
Xaga mendongkak menatap ke depan. "Kita harus pergi ke Pantai Mati. Kita harus menemukan rumah itu!"
Amadhea menggeleng. "Tidak! Kalian kembali ke rumah! Aku akan pergi ke hutan bakau itu sendirian besok!"
"Kamu pikir masalah kamu akan tuntas kalau diselesaikan sendiri?" gerutu Zahra.
Arnold mengangguk. "Kalau kamu pergi sendirian, apa kamu yakin kamu akan selamat?"
"Kamu tidak bisa melakukannya sendiri. Kami sudah terlibat sejauh ini untuk membantumu. Kita lanjutkan saja," kata Elan.
"Apa yang harus aku katakan pada semua orang saat kamu tidak kembali dari tempat itu?!" tanya Alinda.
Greeta mendengus. "Kamu tidak bisa menemukan solusinya, kan!"
"Kalian tidak tahu seberapa kuatnya hantu bermata hitam itu!" gerutu Amadhea.
Zayn yang sedari tadi diam pun akhirnya bersuara, "Kita punya Tuhan."
Semua orang menoleh padanya.
"Hantu itu memiliki kekuatan karena bantuan setan, karena dia memuja setan dan menyekutukan Tuhannya. Kita memiliki keimanan dan Agama yang kuat. Dia tidak akan bisa melawan kita, karena kita memiliki Tuhan," kata Zayn.
"Tetap saja aku tidak mau kalian terluka. Kalian lihat apa yang terjadi tadi di rumahku? Semua salib dan tasbih kalian hancur," ucap Amadhea.
"Itu karena ada ketakutan dan keraguan dalam diri kita meski kita sudah berdo'a. Setan memanfaatkan itu untuk menyerang kita," kata Zahra.
Hening.
Xaga melajukan mobilnya.
"Kita mau ke mana?" tanya Amadhea pada Xaga. "Antar mereka pulang dulu."
"Tidak ada waktu." Xaga menoleh sesaat pada Amadhea. Ia melihat warna mata Amadhea sudah menghitam semua.
Amadhea mendengar suara tawa cekikikan yang menggema di telinganya.
"Kamu tahu jalan ke tempat itu?" tanya Alinda pada Xaga.
Xaga mengangguk. "Ada GPS."
Mereka melewati hutan perbatasan antara Kota A dan Kota B menuju ke Provinsi C.
"Kemungkinan kita akan sampai jam 4 dini hari," kata Xaga.
Elan melihat jam tangannya. "Sekarang jam 11 malam."
Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh ke atap mobil dengan cukup keras.
"Astagfirullahaladzim!" Zayn dan Zahra mengucap istighfar bersamaan.
"Apa itu?" tanya Elan yang terkejut.
Xaga tidak berniat menghentikan mobilnya. Ia tetap melaju dengan kecepatan sedang. Terdengar suara langkah kaki di atap mobil.
Tiba-tiba wajah hantu berwajah terbakar itu muncul di kaca depan mobil.
"Aaa!!!" Seisi mobil berteriak kaget, kecuali Xaga dan Amadhea.
Xaga membenarkan rosario yang menggantung di depan kaca. Hantu berwajah terbakar itu berteriak lalu jatuh ke samping.
"Wajahnya sangat menyeramkan!" Greeta bergidik ngeri. Padahal waktu itu ia yang 'menabok' wajah hantu itu dengan wajan gagang satu sewaktu menyerupai Alinda di dapur.
"Awas!" teriak Arnold sambil menunjuk pohon di depan.
Beruntung Xaga mengerem mobilnya tepat waktu. Kalau tidak, ia akan menabrak pohon di depannya.
"Hampir saja," gumam Xaga. Ia memundurkan mobilnya, tapi tidak bisa.
Alinda menurunkan kaca mobil lalu ia menengok keluar jendela mobil. "Ban mobilmu tersangkut di akar pohon."
Xaga menyalakan lampu sorot depan mobil. Mereka terkejut kala mengetahui kalau mobil yang mereka tumpangi terjebak di akar pohon bakau. Bahkan bagian depan mobil kini terkepung air laut. Deburan ombak terdengar jelas. Mereka dekat dengan tepi pantai.
"Kenapa kita bisa berada di sini? Bukankah sebelumnya kita di hutan jati, ya?" tanya Zahra.
"Apa kita berteleportasi?" tanya Elan.
Greeta melihat ke sekeliling. "Bagaimana mungkin? Aku tidak percaya dengan semua ini."
Xaga keluar dari mobil. Kakinya masuk ke perairan sampai selutut. " Ayo, kita keluar."
Mereka pun keluar.
Xaga merentangkan kedua tangannya. Amadhea memegang kedua bahu Xaga kala laki-laki itu membawanya keluar.
"Kalian baik-baik saja?" tanya Xaga.
"Kami baik-baik saja."
Pandangan Amadhea tertuju ke sebuah lokasi di mana di sana ada mobil hitam yang ringsek seperti bekas kecelakaan. Mobil itu adalah mobil ayahnya. Ia ingat dengan plat nomor mobil tersebut.
Jadi, Tante Merlin dan Calvin kecelakaan di sini? Mereka tiba-tiba pindah tempat ke sini juga? Batin Amadhea.
"Ayo."
Delapan orang itu berjalan menyusuri jalan setapak. Xaga dan Amadhea jalan duluan diikuti Greeta, Zahra, Alinda, Elan, Zayn, dan Arnold.
"Tidak ada sinyal di sini," kata Zahra yang sedang membuka Google Maps.
"Tidak apa-apa, aku tahu jalan ini," kata Amadhea.
"Apa? Apa kau pernah ke sini?" tanya Alinda.
"Iya, dalam mimpi," jawab Amadhea pelan.
Mereka menyalakan senter HP untuk penerangan jalan. Ada banyak serangga di hutan bakau itu. Suara burung dan ombak terdengar menghiasi keheningan malam.
👻👻👻
09.45 | 1 September 2021
By Ucu Irna Marhamah

KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HororSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...