Part 56

56 8 0
                                    

Tiba-tiba cairan berwarna hitam menetes dari hidung Amadhea. Gadis itu menyentuh hidungnya dan melihat cairan tersebut yang ternyata adalah darah.

"Kamu kenapa?" tanya Xaga khawatir.

"Dia datang," gumam Karnilah.

"Siapa? Siapa yang datang?" tanya Greeta panik. Tiba-tiba ia juga mengeluarkan cairan kental berwarna hitam dari hidungnya.

Tidak hanya Amadhea dan Greeta, Xaga juga mengeluarkan darah berwarna hitam pekat dari hidungnya.

Karnilah merasakan hembusan angin yang masuk lewat kaca jendela yang pecah. Wanita tua itu menghela napas berat. "Sudah waktunya aku...."

Belum sempat Karnilah menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba tubuhnya terpental ke dinding yang ada kepala badaknya.

"Nenek!" Amadhea terlihat panik melihat punggung Karnilah tertancap pada cula badak yang tertempel di dinding. Darah berwarna hitam mengalir dari luka dipunggungnya itu.

"Nenek Karnilah!" Greeta tampak panik.

Xaga mendorong meja lalu ia menaikinya dan menarik tubuh Karnilah. Mereka bertiga membangunkan wanita tua itu.

"Nenek!" Amadhea mengguncangkan tubuh Karnilah.

"Nenek Karnilah sudah meninggal," ucap Xaga pelan setelah mengecek denyut nadinya di leher.

"Aaa!!!" Mereka bertiga mendengar suara teriakan dari luar ruangan. Itu adalah suara teman-teman mereka.

"Bagaimana ini?" tanya Greeta.

"Kita tinggalkan sebentar jasad Nenek Karnilah. Teman-teman kita berada dalam bahaya," ucap Xaga.

Mereka pun segera keluar dan tidak menemukan siapa pun di luar rumah.

.

Arnold dan Alinda berlari ke dalam hutan bakau, sementara Zahra, Zayn, dan Elan berlari ke pantai. Tampaknya mereka dikejar oleh sesuatu.

.

Xaga, Amadhea, dan Greeta mencari teman-temannya sampai ke lokasi mobil Xaga yang terjebak di antara akar pohon bakau. Greeta membuka pintu mobil. Ia membawa rosario yang menggantung di spion tengah.

"Mereka tidak ada di sini, kita harus mencari mereka ke mana?" tanya Amadhea khawatir.

Xaga mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Mereka mungkin ada di sekitar sini."

.

Sementara itu, Zayn, Zahra, dan Elan berhenti berlari. Mereka sekarang berada di tepi pantai.

"Ah!" Elan mendengus kesal. Napasnya tersengal-sengal.

Zahra melihat ke sekitarnya. Angin pantai membuat hijabnya bergerak-gerak. "Tidak ada siapa-siapa di sini."

Clak!

Cairan kental berwarna hitam mengalir dari hidung Elan. "Kenapa pake mimisan segala, sih?!"

"Aku juga." Zayn menoleh pada Elan. Ternyata ia juga berdarah warnanya hitam pekat.

"Tapi, warna darah kalian hitam," kata Zahra. Cairan hitam juga mengalir dari hidung gadis itu.

"Apa yang terjadi? Apa ini gejala corona? Bukankah corona sudah hilang?" Elan tampak panik.

.

Di tengah hutan bakau, Arnold membawa kayu besar dan diletakkan di tanah hingga membentuk salib. Alinda menabur garam di sekitar salib itu. Mereka berdua pun duduk di dekat kayu salib itu.

"Apa kita akan baik-baik saja?" tanya Alinda khawatir.

"Benar kata Zayn, kita punya Tuhan," kata Arnold.

SURREPTITIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang