Part 03

68 14 6
                                    

Pembelajaran online mulai membosankan. Amadhea mencatat semua materi penting yang dibahas oleh Bu Ismayani. Bahkan beberapa murid tampak berbincang satu sama lain dalam panggilan video tersebut.

"Amadhea?"

Merasa terpanggil, Amadhea menoleh ke layar, tapi tidak ada seorang pun yang menunjukkan jika dirinya memanggil Amadhea.

Mungkin itu hanya halusinasiku, pikir Amadhea. Ia kembali menunduk melihat ke bukunya.

"Amadhea!"

Karena kesal, Amadhea mendengus dan kembali menatap ke layar.

"Dhea?" panggil Bu Ismayani.

"I-iya, Bu?" Amadhea tampak gugup. Ia khawatir kalau ternyata yang sedari tadi memanggilnya adalah Bu Ismayani.

"Ibumu memanggil, apa kamu tidak mendengarnya?" tanya Bu Ismayani.

Amadhea tampak berpikir. "I-ibuku... ibuku sudah...."

"Amadhea?"

Sekarang Amadhea baru menyadari bahwa suara wanita yang memanggilnya bukan berasal dari orang-orang di aplikasi pembelajaran online, melainkan dari ruang kamarnya sendiri.

"Maafkan Ibu, Dhea. Ibu baru ingat, orang tuamu sudah meninggal. Maafkan Ibu, ya." Bu Ismayani tampak menyesali ucapannya.

"Amadhea?" Suara wanita yang memanggil namanya masih terdengar.

Jantung Amadhea berdetak kencang. Ia kembali merasakan hawa dingin yang menyelimuti dirinya. Gadis itu menunduk dan menangis dalam diam kala menghirup aroma terbakar yang menusuk hidungnya.

"Katanya kamu tinggal sendirian di rumah, kenapa ada orang di belakangmu, Amadhea?" Tanya Greeta sambil menunjuk ke layar.

Amadhea menelan saliva. Bahkan kali ini ia merasakan sebuah tangan dingin menyentuh puncak kepalanya.

"Amadhea?"

"Aaarrgghhh!" Amadhea mengibaskan tangannya ke belakang menepis tangan yang menyentuh kepalanya, tapi tidak ada apa-apa saat ia melihat ke belakang. Hanya ada dirinya di kamar itu. Dan memang seharusnya begitu.

Napasnya terengah-engah. Amadhea kembali melihat ke layar laptop yang layarnya hitam. Amadhea menekan tombol enter, tiba-tiba wajah mengerikan dengan luka bakar dan darah kering muncul penuh di layar.

"Aaa!!!" Amadhea berteriak kaget sampai-sampai ia terjungkal jatuh dari kursinya. Gadis itu beringsut mundur karena ketakutan.

Layar laptopnya mati.

Setelah menenangkan diri, Amadhea menghubungkan charger ke laptopnya, ternyata baterainya habis. Ia menghela napas berat kemudian berlalu ke kamar mandi dan mencuci wajahnya di wastafel.

Amadhea menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia tampak lelah dan pucat. Tentu saja, semua orang pasti syok setelah mengalami apa yang barusan terjadi padanya. Gadis itu kembali ke kamar. Ia menarik napas dari hidung kemudian menghembuskannya lewat mulut.

Masih mencoba berpikir positif, walau detak jantungnya kocar-kacir tak karuan. Amadhea mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan chat ke pada Zahra.

Me : Za, baterai laptopku habis, tolong sampaikan maafku pada Bu Ismayani. Sebentar lagi aku akan bergabung dengan pembelajaran online, tapi menunggu baterainya sedikit terisi.

Zahra : Oke, Dhea.

Amadhea menghela napas panjang.

Keesokan paginya, Amadhea bangun agak siang, karena hari ini ia kebagian sesi 2. Amadhea tampak sibuk membersihkan rumah besar itu. Ia mengepel lantai dengan telaten. Saat serius mengepel lantai, tiba-tiba sebuah krayon berwarna merah menggelinding di lantai dan berhenti tepat di depan kaki Amadhea.

SURREPTITIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang