Alinda bangun. Ia melihat Zahra dan Greeta tampak berdiri di depan pintu. "Kalian ngapain?"
Zahra dan Greeta terlonjak kaget. Mereka menoleh pada Alinda. "Nggak ada apa-apa, kok."
Alinda menatap curiga. Apa mungkin Zahra dan Greeta juga merasakan kehadiran sesuatu di rumah ini?
Zahra dan Greeta kembali duduk di kasur. Mereka masih tampak ketakutan meski berusaha menyembunyikannya.
Alinda melihat pada Amadhea yang masih tidur nyenyak.
Tiba-tiba terdengar suara gedoran di pintu kamar. Greeta dan Zahra menjerit kaget. Alinda meletakkan telunjuknya di depan bibir, karena tidak ingin Amadhea terganggu. Greeta menutup mulutnya. Zahra melihat pada Amadhea yang terbangun karena mendengar suara jeritan teman-temannya.
"Ada apa?" tanya Amadhea.
Suara gedoran itu masih terdengar bahkan lebih keras. Pandangan keempat gadis itu tertuju ke pintu yang bergetar saking kerasnya gedoran dari luar.
"Dhea, aku takut." Greeta bersembunyi di belakang Amadhea.
"Ada orang yang berdiri di ujung tangga atas tadi. Mungkin dia yang sekarang menggedor-gedor pintu," kata Zahra.
"Dhea, sebenarnya apa yang terjadi? Apa rumahmu ini berhantu?" tanya Alinda dengan suara bergetar.
Amadhea tidak menjawab.
Lama-lama gedoran itu mulai melemah dan menghilang.
"Sebaiknya kalian pulang," ucap Amadhea sambil kembali tidur dan menyelimuti tubuhnya.
"Hei, bagaimana bisa kami pulang? Aku tidak mungkin meninggalkan sahabatku yang sedang sakit," kata Alinda.
"Iya, kami tidak mungkin meninggalkanmu. Bagaimana jika makhluk tadi mendobrak masuk dan mengganggu kamu?" gerutu Greeta.
"Kami akan tetap di sini sampai hari Minggu," kata Zahra.
"Aku sudah terbiasa dengan semua ini," kata Amadhea pelan. Akhirnya ia menceritakan semuanya pada Zahra, Alinda, dan Greeta.
Semua hal yang dia alami, permasalahan hidupnya, dan segala yang ia pendam semuanya tercurah hari itu.
"Oh, Amadhea-ku." Zahra memeluk Amadhea.
"Syukurlah kamu baik-baik saja meski jatuh dari lantai dua," kata Greeta sambil mengusap rambut Amadhea.
"Kenapa Tante kamu menyebalkan sekali," gerutu Alinda.
"Meski pun dia sudah meninggal, tapi aku tetap kesal," gerutu Greeta.
"Apa kamu nggak ada niatan pindah rumah gitu?" tanya Zahra.
Amadhea menggeleng. "Aku tidak punya rumah lagi, kecuali ini. Aku mau pindah rumah dan menjual rumah ini, tapi siapa yang mau beli?"
"Iya juga, sih." Alinda menghela napas berat.
Pandangan Zahra tertuju ke jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. "Seharusnya kita membuat makanan untuk Dhea. Dia harus minum obat, kan?"
Greeta mengguncangkan lengan Zahra. "Tapi, aku takut keluarnya."
"Sebenarnya aku juga takut, tapi mau gimana lagi." Zahra melipat mukenanya kemudian ia membuka pintu kamar. Greeta mengikutinya. Setelah melihat situasi, mereka pun keluar.
"Kami masak dulu, ya," kata Greeta.
Zahra dan Greeta pun pergi tanpa menunggu jawaban.
"Semoga saja mereka benar-benar bisa memasak. Yang ada Greeta memakan semuanya," ucap Alinda sambil menyentuh dahi Amadhea. "Panasnya sudah mendingan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HorrorSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...