Part 12

58 9 0
                                    

Amadhea masih berdiri mematung di depan pintu. Tiba-tiba ia mendengar suara klakson berbunyi. Gadis itu segera menutupi pintu itu dengan kertas dinding.

Merlin dan Calvin yang datang ke rumah Amadhea. Mereka keluar dari mobil.

"Dhea?" Merlin mengetuk pintu.

Amadhea menggeser meja ke tempat semula. Ia kembali menggantung lukisan pantai di dinding... ralat, menggantung lukisan pantai ke paku yang menancap di pintu.

"Amadhea?!" Merlin tidak lagi mengetuk, tapi menggedor pintu.

Amadhea segera membuka pintu. "Tante?"

"Kenapa lama banget, sih? Cuma buka pintu doang." Merlin nyelonong masuk diikuti Calvin.

"Kalian mau ke mana?" gerutu Amadhea.

"Mbak Ayu pernah membeli guci dari Singapura. Sekarang di mana guci itu?" tanya Merlin.

"Tante mau membawanya? Tapi, itu punya Mama," kata Amadhea.

Merlin menatap kesal pada Amadhea. "Lagian Mama kamu sudah nggak ada. Kalo barangnya nggak dibagiin ke saudara lain, nanti kuburan Mama kamu gelap."

Sementara Calvin berkeliling di dalam rumah seolah-olah itu adalah rumahnya. Pandangannya tertuju ke lukisan pantai di dekat tangga. Ia pun mendekat dan melihatnya. Jika lukisan tersebut dilihat terlalu lama, rasanya sangat menakutkan dan membuat siapa pun merinding.

Kedua alis Calvin mengernyit melihat kertas dinding yang mencuat seakan-akan baru saja dirobek. Ia melirik Amadhea yang sedang berebut guci dengan ibunya.

"Tante, ini satu-satunya barang Mama yang aku punya, jangan diambil," pinta Amadhea.

"Kamu nggak butuh ini. Ada sudut kosong di rumah Tante yang harus diisi dengan guci," gerutu Merlin.

"Tante sudah mengambil baju-baju Mama, barang-barang Papa, dan semua uang Papa. Kenapa Tante mau semuanya?!" teriak Amadhea sampai-sampai menggema di ruangan itu.

Tamparan keras mendarat di wajah Amadhea. Merlin yang menamparnya. "Jangan sok tersakiti, memangnya kamu pikir kamu anaknya kakakku?!"

Deg!

Amadhea menatap Merlin dengan tatapan tak percaya. Jelas-jelas Amadhea anak Sudarman dan Ayuni, ia juga keponakan Merlin. Bagaimana bisa Merlin mengatakan hal sekejam itu?

"Mama, sudah... jangan memukulnya." Calvin mencoba menenangkan ibunya.

Setelah mendapatkan 4 buah guci antik, 3 vas bunga, dan hiasan lainnya, Merlin dan Calvin pergi.

Dengan air mata yang masih berlinang, Amadhea menatap mobil Merlin yang kian menjauh meninggalkan rumahnya.

"Kuburan Mama gelap? Bahkan Tante nggak datang ke upacara kremasi. Itu sebabnya Tante nggak tahu kalau jenazah Mama dikremasi, bukan dikubur seperti Papa," gumam Amadhea.

Irma yang melihat itu tampak sedih. Amadhea menoleh ke gerbang. Ia melihat keberadaan Irma yang menatap iba padanya.

Sementara itu, Merlin dan Calvin sedang berada dalam perjalanan pulang. Mereka melewati jalanan sepi yang di pinggirnya terdapat banyak pepohonan, karena itu memang wilayah hutan yang memisahkan antara kota A _tempat tinggal Amadhea_ dan kota B _tempat tinggal Merlin dan Calvin_.

Calvin tampak serius menyetir, sementara Merlin membicarakan banyak hal.

"Teman-teman arisan Mama pasti akan kagum melihat guci-guci mahal Mama yang baru. Memangnya bocah itu tahu apa, dia bahkan tidak pantas mendapatkan apa yang menjadi haknya sekarang," ucap Merlin.

SURREPTITIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang