Part 02

49 10 0
                                    

Saat ini Amadhea sedang duduk berhadapan dengan Bu Rita, wali kelasnya.

Bu Rita bersuara, "Ibu dengar dari Bu Tessa kamu sering melamun di kelas, ya?"

Amadhea tidak langsung menjawab.

Bu Rita mengusap bahu muridnya. "Ibu turut berduka atas kepergian orang tuamu 3 bulan yang lalu. Kamu pasti masih syok. Tapi, kalau kamu punya masalah, ceritakan pada Ibu, ya. Jangan dipendam sendiri, barangkali Ibu bisa membantu."

Amadhea menganggukkan kepalanya. "Iya, Bu. Terima kasih."

Amadhea keluar dari ruang guru. Ia melihat murid-murid dari sesi 2 sudah tiba di sekolah dan memenuhi koridor. Gadis itu melanjutkan langkahnya.

Pak Juki yang berdiri di depan pintu gerbang menoleh melihat Amadhea yang baru keluar. Ia membukakan pintu gerbang.

"Ada tugas tambahan, ya, Non?" tanya Pak Juki.

Amadhea mengangguk. "Iya, Pak Juki. Jadinya saya pulang agak siangan."

Pak Juki melihat jam tangannya. "Ini masih pagi, kok. Baru jam setengah 10. Lagian murid sesi 2 juga belum ada yang datang."

Deg!

Serasa ada godam yang menghantam dadanya, setelah mendengar penjelasan Pak Juki. "Oh... kalau begitu... saya permisi, Pak."

Pak Juki mengangguk seraya tersenyum. "Hati-hati di jalan, Non."

Amadhea mengangguk santun kemudian berlalu. Ia menaiki bus lagi seperti kemarin. Gadis itu mengotak-atik ponselnya memainkan game.

Amadhea mendengar suara tawa anak kecil dari belakangnya. Ia menoleh ke belakang. Amadhea melihat seorang wanita hamil sedang menggendong bayi dan anak perempuan di sampingnya bermain-main dengan bayi di pangkuan wanita hamil itu.

Amadhea tersenyum melihatnya. Tiba-tiba anak perempuan berambut sebahu itu menoleh padanya. Amadhea tersentak kaget, karena sebagian wajahnya hancur. Gadis itu segera berbalik menatap lurus ke depan. Jantungnya berdebar kencang.

Apa yang barusan aku lihat? Amadhea membatin.

Terdengar bunyi ponsel berdering. Amadhea terlonjak. Ia mengecek ponselnya. Tidak ada notifikasi apa pun.

"Halo?" Suara wanita dari belakang Amadhea. Ternyata ponsel wanita hamil itu yang berbunyi.

Amadhea menghela napas panjang kemudian ia menunduk memainkan ponselnya. Entah apa yang dia mainkan, sebenarnya gadis itu hanya menggeser-geser layar menu.

"Kenapa aku harus melakukannya?" Wanita hamil itu tampaknya masih menelepon.

"Gugurkan bayimu, atau aku sendiri yang akan melakukannya," ucap pria di telepon.

"Pria bajingan. Aku tidak mau kamu melukai anak-anakku lagi," ucap wanita hamil itu.

Meski pun wanita itu menelepon dengan suara pelan, Amadhea bisa mendengarnya.

"Jika yang sekarang tidak kamu bunuh, maka aku akan membunuhmu sekalian."

Wanita itu menangis dalam diam. Ia mematikan panggilannya. "Pak, saya turun di sini."

Bus pun berhenti.

Amadhea melihat punggung wanita hamil itu yang kini turun dari bus. Ada seorang pria di tepi jalan. Wanita itu pergi bersama si pria.

Apa dia suaminya? Apa yang terjadi? Amadhea bertanya-tanya dalam hati.

Sesaat napasnya tercekat kala sudut matanya menangkap sosok anak kecil perempuan tadi berdiri di samping kursinya tengah menatap ke arahnya. Ternyata hantu anak kecil itu tengah menggendong bayi yang juga hantu. Amadhea mencoba menenangkan diri. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas.

SURREPTITIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang