"Mata batin?" tanya Amadhea.
"Iya, tapi sekarang aku tidak melihat mata batin kamu aktif," kata Xaga.
Amadhea tampaknya tidak mengerti dengan ucapan Xaga.
"Sejak 5 bulan yang lalu, mata kiri kamu hitam semua. Aku rasa itulah sebabnya kamu tiba-tiba bisa melihat hantu," jelas Xaga.
"Mataku... mataku hitam semua? Seperti hantu wanita bermata hitam itu?" Amadhea tampak ketakutan.
Xaga mengangguk. "Mungkin kamu ada hubungannya dengan hantu itu sehingga mata kiri kamu sama dengan hantu itu."
Amadhea mencerna ucapan Xaga.
"Hantu bisa membedakan manusia mana yang bisa melihat mereka. Di mata para hantu, warna mata manusia yang indigo berwarna biru terang, sedangkan yang punya indera keenam berwarna ungu. Aku juga tahu dan bisa membedakan, siapa yang bisa melihat hantu lewat warna mata mereka. Itu terjadi tanpa aku sadari," ucap Xaga.
"Sementara yang kamu lihat, mata kiri aku warnanya hitam semua. Artinya aku tidak punya indera keenam apalagi indigo, tapi aku terhubung dengan hantu bermata hitam itu?" tanya Amadhea.
Xaga mengangguk. "Kamu bilang, wajah kamu mirip dengan salah satu wanita dalam lukisan di mimpi kamu. Mungkin...."
Amadhea tampak serius mendengarkan.
"... kamu reinkarnasi dari wanita itu."
Amadhea terdiam untuk sesaat. "Sebenarnya wanita yang mirip denganku di lukisan itu adalah hantu berwajah terbakar."
Pandangan Xaga otomatis tertuju ke sosok wanita yang berdiri di ujung tangga. Ia tidak bisa melihat jelas, apakah wanita itu benar-benar mirip Amadhea atau tidak, karena wajahnya benar-benar tidak bisa dikenali karena meleleh.
"Lalu... aku rasa anak laki-laki itu... adalah kakakku," sambung Amadhea.
"Bisa aku lihat rumah yang kamu ceritakan di hutan bakau itu?" tanya Xaga.
Amadhea memberikan ponselnya. "Aku screenshot gambarnya. Kalau kurang jelas, kamu bisa buka Google Maps."
"Ini jelas, kok." Xaga melihat rumah menakutkan itu. Ia mengangguk. "Bagaimana kalau kita ke sana? Bukankah Provinsi C tidak jauh? Kita harus mendatangi rumah ini untuk memastikan dan mencari petunjuk."
"Tapi, aku takut ini berbahaya," kata Amadhea yang terlihat ragu.
"Tidak apa-apa, kita tidak berniat mengganggu hantu-hantu itu, kita hanya ingin mencari informasi," ucap Xaga.
Amadhea mengangguk pelan.
"Minggu depan kita pergi ke sana. Aku akan meminta izin ayahku dulu untuk membawa mobil," kata Xaga.
Amadhea masih terlihat khawatir.
"Kalau kamu mau, kita ajak teman-teman saja," ucap Xaga.
Amadhea menggeleng. "Tidak, jangan libatkan mereka. Aku takut mereka kenapa-napa."
"Jadi, kita berdua...."
"Kita berdua saja," potong Amadhea.
Xaga mengangguk. Ia mengalihkan pandangannya dengan pipi memerah.
"Oh, ya... aku mau minta maaf sama kamu," ucap Amadhea.
"Kenapa?" tanya Xaga.
Amadhea memberikan rosario Xaga yang sudah rusak. "Aku tidak sengaja merusaknya."
"Oh?" Xaga menerimanya. "Tidak apa-apa, tapi... kenapa bisa rusak begini?"
Amadhea menjawab dengan suara pelan, "Sebenarnya... hantu bermata hitam itu yang membuat rosario milikmu hancur."

KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HorreurSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...