Part 41

28 4 0
                                    

Jalan setapak yang mereka lalui tertutup rerumputan liar. Amadhea menghentikan langkahnya. Ia tampak kebingungan.

"Aku tidak bisa melihat jalannya, aku takut kita tersesat," kata Amadhea.

Mereka pun terpaksa berhenti sebentar. Amadhea membuka ponselnya dan melihat screenshot rumah dalam hutan bakau. Ia melihat ke sekeliling.

"Tidak ada sinyal di sini. Percuma kita mencari lokasi," kata Elan.

"Ini screenshot, bukan Google Maps," ucap Amadhea.

"Oh."

Tiba-tiba sosok bayangan melintas tak jauh di depan mereka membuat mereka kaget.

Amadhea menghela napas panjang. Ia menutup matanya.

"Dhea, kamu kenapa?"

"Kenapa kamu menutup matamu di saat seperti ini?"

Sekali ini saja, aku ingin melihat jalan menuju ke rumah itu, batin Amadhea.

"Dhea?"

"Dhea?"

"Amadhea... Amadhea...."

Suara teman-temannya tidak terdengar lagi. Hanya suara deburan ombak dan hewan malam yang terdengar. Perlahan Amadhea membuka matanya.

Suasana hutan menjadi pagi. Amadhea melihat jelas jalan setapak yang ia injak, tidak ada rumput liar sama sekali. Tentu gadis itu masih ingat arah menuju ke rumah tua di dalam hutan bakau kalau jalan setapaknya kelihatan seperti itu.

Amadhea merobek sebagian roknya kemudian ia membaginya menjadi beberapa bagian dan mengikatkannya ke dahan pohon bakau di sepanjang jalan setapak tersebut.

Sampailah Amadhea di depan rumah terbengkalai itu. Ia mengikatkan bagian terakhir dari sobekan roknya di dahan pohon depan rumah tersebut.

Amadhea kembali menutup matanya.

"Dhea? Dhea?"

Perlahan Amadhea membuka matanya. Ia melihat teman-temannya menatap cemas padanya.

"Kenapa kamu tiba-tiba tidur sambil berdiri?"

"Aku baik-baik saja." Amadhea melangkahkan kakinya. Ia menyorotkan senter ponselnya ke dahan pohon. Benar saja, kain sobekan rok Amadhea tampak mengikat dahan di salah satu pohon.

"Kain biru itu apa? Ini seperti warna kain rok yang kamu pakai, Dhea," ucap Alinda dengan pandangan tertuju ke rok yang dikenakan Amadhea.

Zahra terkejut melihat sebagian rok yang dipakai Amadhea robek. "Rok kamu robek, tapi sejak kapan? Perasaan tadi rok kamu nggak robek. Kamu nggak jatuh, kan?"

Amadhea menggeleng. "Tidak apa-apa. Kita ikuti petunjuk ini, ya."

Mereka pun sampai di depan rumah terbengkalai di tengah-tengah hutan bakau. Amadhea menyentuh kain terakhir yang ia ikat di pohon depan rumah sewaktu di dimensi lain.

Amadhea menyentuh gagang pintu lalu mendorongnya. "Tidak terkunci."

"Ini menyeramkan sekali," kata Greeta sambil memeluk lengan Elan.

"Aku akan berjaga di luar," kata Arnold.

"Aku juga," ucap Zayn. 

Selain Zayn dan Arnold, yang lainnya masuk ke dalam. Ruangannya sangat gelap. Tidak ada penerangan apa pun. Mereka menggunakan senter ponsel untuk melihat ke sekitar.

"Aaa!!!" teriak Alinda senternya tidak sengaja menyorot sosok menakutkan.

Amadhea meraba-raba ke dinding mencari saklar. Saat saklar lampu dinyalakan, lampu temaram yang menerangi ruangan itu.

SURREPTITIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang