Greeta melongo, tampaknya ia sudah membaik setelah kerasukan tadi. Sementara Amadhea dan Xaga masih serius mendengarkan cerita Karnilah.
"Saya... saya tidak yakin cerita ini bisa didengarkan oleh anak di bawah umur seperti kami," celetuk Greeta.
"Jadi, apa saya anak setan yang... itu-itu dengan Mama saya?" tanya Amadhea yang terlihat syok.
Xaga juga tampaknya penasaran. Ia ingin tahu jawabannya.
Karnilah menatap Amadhea. "Kamu pikir... kenapa wajahmu mirip dengan Kak Karminah?"
Amadhea tampak berpikir. "Apa mungkin... ibu Anda...."
Karnilah melanjutkan ceritanya, "Setelah Ayuni sudah berhubungan dengan sosok itu, dia pun hamil. Namun, sama seperti janin sebelumnya. Ia keguguran...."
👻 Flashback 👻
Ayuni menangis sambil memukuli perutnya. "Tidak berguna! Aku tidak berguna!"
Sudarman memeluk Ayuni. Ia menenangkan istrinya itu. "Sayang, Sayang, jangan melukai dirimu sendiri."
Ayuni semakin rajin membaca buku dan lembaran mantra yang ia temukan. Ayuni menemukan satu lagi ritual yang membuatnya tertarik. Ritual tersebut adalah ritual pembentukan janin dan harus dilakukan di Pantai Mati.
"Ini adalah tempat tinggal Bu Karnilah, mungkin dia bisa membantuku lagi," ucap Ayuni.
Sementara itu, Karnilah sedang berada di tepi Pantai Mati. Gelombang ombak di senja itu tampak begitu cantik.
Karnilah menatap lurus. Ia memakai kebaya hijau dan kain samping batik seperti dulu sewaktu masih muda. Rambutnya yang sebagian sudah memutih disanggul dan dijepit dengan tusuk konde.
Karnilah mengatupkan kedua tangannya lalu ia menutup matanya. Wanita itu membaca mantra. Suara-suara misterius berbisik-bisik mengikuti mantra yang dibacakan Karnilah.
Kedua matanya kembali terbuka. Karnilah berjalan menuju lautan. Ia menenggelamkan dirinya beberapa saat kemudian kembali muncul ke permukaan. Wanita itu terlihat lebih tua. Rambutnya memutih semua. Keriput di wajahnya juga tercetak lebih jelas.
Karnilah baru saja membuang sebagian ilmu hitamnya. Wanita itu menyentuh dadanya yang sakit. Ia melangkah dengan langkah yang tertatih.
Beginikah rasanya menjadi manusia biasa? Batin Karnilah. Wanita itu pun jatuh terduduk di atas butiran pasir putih. Kedua kakinya sulit digerakkan.
Keesokan paginya.
Ayuni berdiri di depan rumah sambil melambaikan tangannya kala melihat mobil Sudarman melaju pergi. Ayuni segera memasuki rumahnya. Ia membawa kunci mobil lalu pergi ke garasi. Ada tiga mobil yang terparkir di sana. Ia mengendarai salah satunya menuju ke Pantai Mati.
Sesampainya di Pantai Mati, Ayuni merasa tenang saat mendengar suara deburan ombak. Ia melihat beberapa nelayan yang menepikan perahunya. Ayuni menghampiri mereka kemudian menanyakan rumah Karnilah. Beruntung para nelayan itu mengenal Karnilah.
Setelah mendapatkan jawaban, Ayuni mengikuti jalan setapak seperti yang dikatakan oleh para nelayan itu. Ia tidak bisa membawa mobil, karena jalannya sempit, sehingga Ayuni menitipkan mobilnya di salah satu rumah warga setempat.
Ayuni melihat ke sekeliling. "Ini hutan bakau semua. Bu Karnilah tinggal di dalam hutan bakau? Aku pikir dia tinggal di pesisir pantai."
Setelah perjalanan yang cukup jauh, akhirnya Ayuni sampai di rumah besar di tengah hutan.
"Wah, rumahnya besar sekali." Ayuni mengetuk pintu dengan napas tersengal-sengal karena lelah berjalan jauh.
"Bu Karnilah?" Ayuni mengetuk pintu lagi, karena tidak mendapat jawaban.
Tak lama kemudian pintu dibuka dari dalam. Ayuni terkejut melihat Karnilah yang duduk di kursi roda.
"Bu Karnilah? Apa yang terjadi?"
Kini Ayuni duduk berhadapan dengan Karnilah yang duduk di kursi rodanya. Tampaknya Ayuni khawatir melihat keadaan Karnilah yang tiba-tiba memakai kursi roda. Apalagi wanita itu terlihat jauh lebih tua dari sebelumnya.
Padahal baru beberapa minggu yang lalu mereka bertemu. Waktu itu Karnilah masih terlihat sehat dan sebagian rambutnya masih ada yang hitam. Bahkan keriputnya tidak terlalu menonjol, sekarang wanita tua itu menunjukkan perbedaan sejauh itu.
"Dari mana kamu tahu rumahku?" tanya Karnilah tanpa mau berbasa basi.
"Maaf mengganggu, tapi aku ke mari karena sangat membutuhkan bantuan Bu Karnilah. Aku tahu rumah Bu Karnilah dari para nelayan," ucap Ayuni.
"Apa yang bisa aku bantu?" tanya Karnilah.
"Aku menemukan ini di kamar." Ayuni menunjukkan lembaran mantra yang ia bawa pada Karnilah.
Wanita tua itu terkejut. "Ini... bagaimana bisa...."
Perasaan aku sudah membawa semua buku mantra dari ruang pribadi Ibu dan membakarnya. Tapi, bagaimana mungkin masih ada yang tersisa di rumah itu? Di mana Ibu menyembunyikan semua buku dan kertas mantra itu? Batin Karnilah.
Ayuni bertekuk lutut di depan Karnilah. Ia memelas, "Aku mohon, Bu Karnilah. Aku ingin memiliki keturunan. Bantu aku melakukan ritual itu."
Karnilah menautkan alisnya. "Kamu tahu ini mantra untuk ritual terlarang? Kamu mau melakukan praktik ilmu hitam?"
"Aku tidak punya pilihan lain. Sebelumnya aku sudah mencoba ritual yang pertama, tapi aku tetap keguguran," kata Ayuni.
"Apa?! Jadi, kamu melakukan persetubuhan dengan...." Karnilah tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
Ayuni mengangguk pelan. "Aku tidak punya pilihan lain. Aku benar-benar tidak bisa hidup tanpa seorang anak. Aku menginginkan seorang anak."
Karnilah menggeleng pelan. "Sepertinya kamu sudah kehilangan akal."
"Iya, aku sudah kehilangan akal semenjak kehilangan putraku," tangis Ayuni.
"Lebih baik kamu mengurungkan niatmu untuk melakukan ritual terlarang itu. Akibatnya akan buruk bagimu dan anak yang akan kamu lahirkan nanti," kata Karnilah.
"Aku kesepian... aku hanya ingin kehadiran malaikat kecil dalam keluargaku," mohon Ayuni.
"Ilmu hitam itu akan membuatmu terjebak selamanya dalam kegelapan. Seperti yang aku alami," kata Karnilah kemudian ia melemparkan kertas-kertas itu ke dalam perapian.
Ayuni membulatkan matanya melihat kertas-kertas itu langsung dilahap oleh api.
"Kamu sudah terlibat terlalu jauh, Ayuni. Lebih baik kamu segera kembali ke jalanmu dan Agamamu, kalau tidak mau menyesal sepertiku," kata Karnilah kemudian menjalankan kursi rodanya meninggalkan Ayuni.
Ayuni bangkit dan berdiri. Ia menatap punggung Karnilah. "Aku sudah menghafal isinya. Aku hanya tinggal mempraktekkannya. Kalau Bu Karnilah tidak bisa membantuku, aku akan melakukannya sendirian."
Karnilah menoleh melihat Ayuni yang pergi dan menghilang di balik pintu. Wanita tua itu menghela napas berat.
Sepulangnya dari Pantai Mati, Ayuni melihat beberapa orang sedang sibuk di samping rumahnya yang merupakan lahan kosong. Mereka tampaknya ingin membangun rumah di sana.
Ayuni melihat sepasang suami istri yang mengangguk santun padanya. Ayuni mengangguk kemudian berlalu masuk ke rumahnya.
Ya, pasangan suami istri itu adalah Burhan dan Irma yang baru menikah. Mereka membeli tanah luas di samping rumah Sudarman dan Ayuni untuk dijadikan rumah.
"Apa di sini ada sekolah?" tanya Irma.
"Jarak ke sekolah cukup jauh, tapi ada terminal di dekat sini," jawab salah seorang pekerja.
Irma memeluk lengan suaminya. "Suatu hari nanti saat aku punya anak, mereka akan berangkat ke sekolah naik bus."
Burhan menjawab, "Tidak perlu naik bus. Setelah rumah ini selesai dibangun, aku akan membeli mobil."
👻👻👻
13.03 | 1 September 2021
By Ucu Irna Marhamah
![](https://img.wattpad.com/cover/298546597-288-k358743.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HorrorSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...