Beberapa bulan kemudian, hubungan Sudarman dan Ayuni sudah kembali membaik. Mereka tidur sekamar dan kembali bertegur sapa layaknya suami istri. Sekarang Sudarman berubah. Ia lebih memperhatikan Ayuni, karena tidak ingin kehilangan istri tercintanya itu. Kematian Nino hampir membuat hubungan rumah tangga mereka retak. Sudarman tidak ingin hubungan mereka berakhir dengan perceraian.
Meski pun Ayuni tidak lagi berlarut-larut dalam kesedihan atas kematian putranya, tapi ia masih merasa kehilangan dan masih menangis kadang-kadang saat ia melihat barang milik Nino. Seandainya Nino pernah difoto lalu Ayuni melihat fotonya, mungkin Ayuni tidak akan bisa berhenti menangis sampai kapan pun.
Namun, karena Sudarman menutupi keberadaan Nino, jadi Nino tidak pernah berfoto seumur hidupnya. Bahkan dalam kartu keluarga pun nama El Nino Gletser tidak tertulis. Nino dianggap bayangan, bahkan mungkin Sudarman menganggapnya tidak ada.
Setelah kematian Nino, rumah tua itu terasa lebih menyeramkan. Teror-teror mulai bermunculan. Sosok Nino seolah masih ada dan berkeliaran di rumah tersebut.
Setiap malam sering terdengar suara langkah kaki, suara tawa, tangisan, dan teriakan anak kecil. Namun, baik Sudarman mau pun Ayuni, mereka mengabaikannya meski ketakutan. Ditambah lagi sosok bayangan yang terus melintas.
Pagi itu, Merlin datang berkunjung ke rumah tua itu. Tampaknya ia sudah melahirkan, karena perutnya rata. Merlin menekan bel, tapi tidak ada jawaban. Sekali lagi bel pintu ditekan, tapi masih tidak ada jawaban. Tidak ada yang datang membuka pintu.
Merlin mendorong pintunya yang ternyata tidak dikunci. Ia pun nyelonong masuk. "Mas?"
Terlihat Ayuni berdiri di depan lukisan Pantai Mati membelakangi pintu.
"Sedang apa di sana?" tanya Merlin sinis.
Ayuni tidak merespon. Ia masih berdiri mematung. Merlin menghampirinya kemudian berdiri bersebelahan dengan Ayuni.
"Mas Sudarman tidak membeli persediaan susu lagi seperti biasanya. Apa dia sudah tidak peduli pada Nino?" tanya Merlin.
Ayuni tidak memberikan respon.
"Untuk apa juga mempedulikan anak tidak berguna itu. Dia hanya beban," sambung Merlin.
Ayuni tetap diam.
Merlin mengernyit melihat Ayuni yang tidak biasanya diam seperti itu. Ia kembali bersuara, "Atau jangan-jangan... si bisu itu sudah mati?"
"Kau yang akan mati," ucap Ayuni pelan, tetapi Merlin mendengarnya.
"Apa?!" Merlin menarik lengan Ayuni. "Kamu bilang apa?!"
Ayuni menatap Merlin dengan tajam kemudian menunjuk lukisan itu. "Kamu akan mati di tempat ini dengan luka di wajah, leher, dan kepala. Kamu akan mati di depan anakmu!"
Merlin mengangkat tangannya akan menampar Ayuni, tapi Ayuni segera menangkap tangan Merlin. Ia menampar wajah adik iparnya itu dengan keras. Merlin melawan, tapi Ayuni lebih cekatan dan berkali-kali ia menampar wajah Merlin hingga tersungkur jatuh.
"Mas Sudarman! Tolong!" teriak Merlin saat Ayuni menginjak dan menendang-nendangnya.
"Aaa! Mas Sudarman!!" teriak Merlin kesakitan sambil melindungi wajahnya dengan kedua tangan.
"Ada apa?!" tanya Sudarman sambil menghampiri Merlin.
"Mas!" Merlin memeluk Sudarman. Ia melihat ke sekeliling, tapi tidak melihat keberadaan Ayuni di mana pun.
"Kenapa kamu berantakan begini? Ada apa?" tanya Sudarman. Ia melihat sudut bibir Merlin yang berdarah.
"Mbak Ayuni, dia memukuliku," kata Merlin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURREPTITIOUS
HorrorSURREPTITIOUS by Ucu Irna Marhamah Amadhea Claresza mendadak bisa melihat sosok-sosok makhluk halus di rumahnya, padahal sebelumnya ia tidak bisa melihat kehadiran mereka di sekitarnya. Gangguan-gangguan dari makhluk-makhluk itu membuat Amadhea pe...