|Bagian 55| Semoga Bahagia

373 37 3
                                    

Selamat datang di cerita inii☺️

Siap membaca, itu artinya siap untuk memberikan vote okee?

Oke. Selamat membaca 🌻

 Selamat membaca 🌻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










"Bangsat! Kalah mulu!" Keluh Arkan melempar ponselnya ke sembarang arah.

Arkan mengusap wajahnya kasar. Dia bosan, sangat bosan. Hanya rebahan di kamar, bermain game, minum obat, lalu perawatan. Kehidupannya hanya berputar di sekitar itu saja.

"Hp lo nggak salah."

Arkan menoleh ke sumber suara. Disana, Alaska sedang bersandar di pintu sambil mengigit sebuah apel merah di tangannya.

"Gue nggak nerima tamu,"tegas Arkan saat Alaska hendak masuk ke ruangannya.

Alaska berdecih."Udah untung gue jenguk. Enggak tau terimakasih banget sih lo, Babi."

Alaska menarik kursi, kemudian duduk disana.

Arkan menatap Alaska sinis."Nggak usah bersikap seakan-akan kita dekat."

Alaska menggigit apelnya lagi."Lah, emang kita dekat?"Tanya Alaska dengan mimik wajah yang menyebalkan.

"Bacot."

Alaska tertawa-tawa renyah. Jika Arkan sudah kalah berdebat, maka kata bacot akan keluar dari bibirnya.

"Jujur aja. Apa tujuan lo kesini?"

Alaska menyandarkan punggungnya di kursi. Memainkan ponselnya, mengabaikan pertanyaan dari Arkan.

"Gue nanya asu!"umpat Arkan yang sejak tadi memang sudah kesal.

Alaska berdecak. Menatap Arkan malas."Gue mau mastiin lo masih hidup, kenapa?"

"Oh. Gue masih hidup. Sekarang lo boleh pergi,"usir Arkan.

Alaska memutar bola matanya jengah. Niat baiknya ternyata tidak di terima oleh Arkan. Pria ini tidak berubah, masih saja keras kepala dan menjunjung gengsinya.

Sebenarnya. Itulah persamaan Alaska dan Arkan.

Mereka berdua sama-sama keras kepala, dan terkadang juga egois, kekanak-kanakan, dan yang paling penting adalah selalu menjunjung tinggi ego dan gengsinya.

"Niat gue baik. Jadi mending lo terima aja niat baik gue."Alaska meletakkan ponselnya."Lo udah makan?"

Arkan menggeleng.

Alaska menganggukkan kepalanya, tangannya mengambil buah jeruk yang ada di keranjang buah, kemudian mengupasnya.

"Gue enggak butuh."

Alaska memicingkan matanya."Ini buat gue. Lo masih punya tangan, kalau lo mau kupas sendiri," balas Alaska sinis.

Arkan menatap Alaska dengan sorot mata tajam. Alaska semakin membuatnya kesal, tidak Arkan sangat marah. Jika dia masih sehat seperti dulu dia akan meninju atau menendang Alaska keluar dari ruangannya. Sayangnya, Arkan tidak sekuat itu. Berdiri saja dia sudah kesusahan.

Choose Your Choice | End ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang