15. »Ephemeral

52.6K 5.3K 313
                                    

»»Kecintaan sejati adalah ketulusan. Membutuhkan totalitas, memberi tanpa meminta, setia tanpa melihat««

15. Ephemeral [Sangat singkat/tidak kekal]




"Bibit saya unggul, jadi tidak mungkin gagal," ungkap Agraven melanjutkan. Terpatri seringaian puas yang masih setia menghiasi wajah tampannya.

Mendengar itu, Aza langsung gemetaran. Ia sungguh takut. "Kamu jahat! Kamu laki-laki brengsek! Kamu nggak punya hati! Kamu udah hancurin hidup aku hiks, masa depan aku udah hancur! Sesuatu yang paling berharga yang aku punya dan aku juga udah kamu ambil! Udah kamu rusakin! Kamu jahat!" ungkap Aza dengan tatapan penuh kehancuran menatap lelaki di hadapannya. Tubuhnya luruh ke lantai. Ia memeluk tubuhnya sendiri. Dirinya yang semulanya memang sudah rapuh, sekarang semakin hancur.

Laki-laki tersebut langsung berjongkok di depan Aza. Ia menatap iba wanita itu, tetapi ia tidak mempunyai niatan sedikitpun untuk membiarkan Aza terbebas darinya. Dengan lembut ia menarik tubuh Aza ke dalam dekapannya.

Aza tersentak kaget karena perlakuan dari Agraven yang memeluknya dengan sangat lembut, seakan-akan dirinya adalah berlian yang mudah pecah jika ditarik dengan asal.

"Lepasin aku, hiks," mohon Aza sambil memberontak untuk dilepaskan. Namun, nihil. Jelas saja tenaganya tidak sebanding dengan laki-laki tersebut.

"Menikah dengan saya, apa itu susah?"

Dengan keberanian yang sangat tipis, Aza mendongak. "SUSAH! KARENA AKU NGGAK CINTA SAMA KAMU! AKU NGGAK KENAL SAMA KAMU! DAN ...." Aza menjeda ucapannya. Ia kembali mengumpulkan keberaniannya saat ditatap tajam oleh lawan bicaranya, nyalinya sempat menciut, tetapi ia harus berani mengungkapkan apa yang ada di hati dan pikirannya.

"DAN PERNIKAHAN ITU NGGAK AKAN PERNAH TERJADI, KAMU ITU ORANG JAHAT! KAMU PSIKOPAT! DAN KITA BEDA AGAMA!" lanjut si gadis berteriak.

Selama seminggu dikurung, ia cukup tau mengenai kebiasaan laki-laki tersebut. Si pemaksa yang terus-menerus meminta dirinya untuk menikah. Sudah dua kali laki-laki tersebut melakukan hal yang tidak pernah ia duga tepat di depan matanya. Hal itu cukup membuatnya sangat ketakutan. Bahkan, bayang-bayang itu terus menghantui pikirannya. Laki-laki yang tidak mempunyai hati. Laki-laki paling menyeramkan yang pernah ia temui. Laki-laki brengsek dan berbahaya yang harus ia hindari.

"Okay," balas laki-laki tersebut.

Semudah itu?

Namun, cukup membuat Aza merasa lega. Setidaknya ia masih mempunyai peluang untuk terlepas, walau kecil harapannya untuk bisa bebas. Ia berharap Agraven bisa segera melepaskannya. Namun, harapannya seketika sirna ketika laki-laki tersebut melanjutkan perkataannya.

"Saya akan pindah keyakinan. Setelah itu kita akan menikah," lanjutnya santai. Terdapat seringaian licik dari sudut bibirnya.

Gila.

"Agama ataupun keyakinan bukan mainan! Jangan pernah lakukan itu karena paksaan—"

"Saya tidak pernah bilang kalau saya mempermainkan agama ataupun keyakinan."

Aza menggeleng keras. "Aku nggak mau, hiks." Dia kembali menangis karena ia kira akan terbebas. Namun, situasi semuanya seakan bertambah rumit. Bagaimana ia bisa terbebas?

"Menikah dengan saya atau hidupmu tidak akan tenang. Untuk bernapas sekalipun," ancam laki-laki tersebut penuh penekanan.

"Kenapa hiks ... kenapa aku? Kenapa harus menikah dengan aku? Aku jelek! Aku bodoh! Aku miskin! Masih banyak gadis lain—"

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang