29.»Bersama Ludira

42.7K 4.4K 289
                                    

Jangan lupa vote dan ramaikan kolom komentar

Happy Reading

Saat ini Agraven sedang berdiri di depan sebuah rumah yang cukup mewah dan dulu pernah ia tempati. Rumah tempat sebuah kejadian fatal pernah terjadi. Rumah yang tidak ingin ia injakkan kakinya lagi untuk masuk ke dalamnya. Rumah tempat semuanya di mulai.

Ia sedang menunggu kakaknya di dalam.

"Segitu nggak maunya kamu masuk, sampe-sampe rela berdiri di sini," celetuk Ludira yang baru keluar.

"Kamu nggak kenapa-napa? Apa yang terjadi?" tanya Agraven cukup khawatir.

Ludira tersenyum singkat. "Ternyata kamu masih khawatir sama kakak," balasnya terkekeh sinis.

"Maksudnya?" bingung Agraven.

"Kakak kira setelah menikah, kamu bakal lupa.  Kamu bakal lupa kehadiran kaka--"

"Maksud kamu ngomong gini apa, Kak?" tanya Agraven menyelidik. "Nggak setuju sama keputusan aku?"

"Bukan gitu ... kakak cuma nggak mau kehilangan sosok kamu. Kakak nggak mau kehilangan kebahagiaan kakak lagi, Rav," ungkap Ludira sedih. Matanya menatap Agraven dengan sendu.

Paham dengan apa yang ditakutkan oleh sang kakak, Agraven langsung menarik sang kakak ke dalam dekapannya.

"Itu nggak akan. Sebelum punya Aza, aku cuma punya kamu, Kak."

"Itu yang nggak gue suka. Gue mau jadi yang satu-satunya di kehidupan, lo." batin Ludira.

"Kita mau kemana?" tanya Ludira setelah masuk ke dalam mobil Agraven.

"Hmmm, ke tempat iblis," jawab Agraven. Namun, matanya menajam saat mengatakan iblis. Aura di dalam mobilnya berubah menjadi mecengkam. Baik dari Agraven, maupun Ludira. Keduanya sama-sama menahan gejolak emosi mereka.

Setelah 30 menit dalam perjalanan, mereka berhenti di dekat pinggiran hutan. Agraven sengaja berhenti. Sebenarnya ia sudah tidak sabar bertemu dengan dua manusia yang sangat berpengaruh terhadap hidupnya. Namun, ia harus mengabari seseorang terlebih dahulu.

"Kenapa berhenti?" tanya Ludira heran.

"Sebentar. Mau telepon Galva dulu."

"Kenapa nelepon Galva? Kamu nggak ada niatan buat ngajak si berisik itu--"

"Aku suruh dia jagain Aza di rumah," potong Agraven. Ludira langsung membuang mukanya.

Segitu berdampak sosok Aza di kehidupan Agraven, pikir Ludira.

Memberi perhatian kecil kepada Aza di depan Ludira, itu sama halnya ia menanam benih dendam dalam diri Ludira. Dendam yang sangat mudah tumbuh.

Setelah selesai menelepon Galva, Agraven melanjutkan perjalanannya untuk lebih masuk ke kawasan hutan yang sepi.

Membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam, akhirnya mereka sampai di depan sebuah rumah tua dengan aura yang menyeramkan. Tidak lupa beberapa orang yang berjaga dengan pakaian hitam di sekelilingnya.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang