8. »Surreptitious

62.8K 6K 434
                                    

»»Takdir memang melucukan hidup. Kadang berpihak, kadang bertolak««

-Azalea Kananta


8. Surreptitious[dirahasiakan, terutama karena tidak akan di setujui]



Pagi sekali Aza sudah siap dengan penampilannya serta keperluannya untuk berangkat ke kampus. Namun, pagi ini ia harus berangkat dengan berjalan kaki karena Rafka ada urusan keluarga.

Setelah mengunci pintu, gadis itu segera meninggalkan rumah kontrakan kecilnya. Ada yang berbeda pada gadis itu pagi ini. Di tangannya ada sebuah paper bag yang berisikan sebuah jaket branded yang ia pinjam dari penolongnya pada malam itu. Ia berniat mengembalikannya. Sudah ia cuci sampai bersih. Sebenarnya pemilik jaket sudah mengatakan kepada Aza untuk membuangnya. Namun, kenyataannya seorang Aza tidak akan tega membuang barang orang lain, apalagi ia mengetahui bahwa harga jaket itu sangat fantastis menurutnya.

"Berani nggak, ya ...." Di sela-sela perjalanan, Aza terus bergumam memikirkan sesuatu yang harus ia ucapkan kepada penolongnya alias si kakak misterius yang kalian ketahui bernama Agraven Kasalvori.

Kakinya menendang-nendang kecil setiap kerikil yang ia lihat di jalanan. "Nanti gimana balikinnya? Oh, apa Aza titipin aja ke Kak Ludira, ya?"

"Eh, jangan! Nanti Kak Ludira bisa salah paham ke Aza." Aza terus saja memperkirakan apa yang harus ia lakukan nantinya.

"Nanti Aza minta temenin Vanna aja, deh. Vanna, kan, pemberani."

Masih pagi, jalanan sudah ramai. Baik anak sekolah yang baru berangkat, maupun orang-orang tua yang berangkat kerja.

"Kak, makasih bantuannya waktu itu. Aza nggak tau harus gimana ngomongnya. Andai malam itu kakak nggak lewat di jalan-ih, kok Aza malah kayak curhat!" celoteh Aza sambil memperagakan dirinya saat menyodorkan paper bag yang berisikan jaket itu kepada pemiliknya.

"Ekhem! Sekali lagi Aza. Kak, ini jaketnya makasih, ya. Jaketnya udah Aza cuci bersih. Nggak Aza buang juga. Sayang tau, jaketnya, kan, mahal. Nggak boleh mubadzir, Kak. Tuhan nggak suka." Aza terus berceloteh sampai ia tertawa sendiri.

"Bukan gitu, Za. Itu terlalu berlebihan. Gini aja ... kak, makasih banyak pinjaman dan pertolongannya." Aza berhenti berjalan sambil memejamkan matanya. Tangannya menyodorkan paper bag ditangannya, seakan-akan Agraven ada di hadapannya.

"Haha! Yupiii! lo udah gila apa gimana!" celetuk seseorang. Sudah pasti Vanna orangnya, karena yang memanggil Aza dengan Yupi itu hanya Vanna seorang.

"Vanna?" kaget Aza setelah membuka mata dan melihat orang yang menertawakannya. "Kamu kenapa bisa di sini?" lanjutnya lagi bertanya.

Vanna turun dari mobil milik Papanya. Lalu merangkul pundak Aza yang lebih tinggi darinya. "Gini, ya, Yupi. Kita itu, kan, satu kampus. Jalannya juga searah sama, lo. Nah, masalahnya di mana, nih, gue bisa ada di sini?" balas Vanna dengan wajah datar.

Aza langsung menyengir. "Iya, juga," balasnya tertawa.

"Ayo bareng gue sekalian. Pagi ini Papa gue nggak sibuk, jadi bisa anter gue ke kampus," kata Vanna menarik Aza untuk masuk ke dalam mobil Papanya.

Namun, Aza menolak tarikan itu. "Nggak usah, Na. Ini udah dekat. Itu gerbang udah kelihatan," tolak Aza.

"Dekat mata lo! Kelihatan, sih, iya, tapi jaraknya masih jauh, Yupiii!"

"Nggak usah Vanna. Aza jalan aja," balas Aza lagi.

"Vanna Aza! Ayo masuk, kalian mau telat?" teriak Papa Vanna dari dalam mobil. Aza menatap Rio Papanya Vanna tidak enak.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang