48.» Aza position

36.2K 4.1K 472
                                    

Hai!
Sorry, ya, baru update!

Selamat membaca, jangan lupa votmen.
.
.
.
.

Hari ketiga Aza menghilang dan tidak ada kabar.

Kacau, khawatir, cemas, gundah, marah dan berbagai macam emosional yang Agraven rasakan selama tiga hari ini.

Sudah berbagai tempat ia datangi untuk mencari sang istri dan calon anak, tapi hasilnya nihil. Agraven tidak tau harus apa sekarang.

"Ini karma buat gue?" beo Agraven. Saat ini ia sedang berada di kamarnya. Biasanya selalu ada Aza di sampingnya, tapi sekarang ... tempat itu kosong. Kamarnya hampa, begitu juga hatinya.

"Kalau ini karma, jangan libatkan istri gue. Hukum gue! Jangan istri gue," monolog Agraven mencengkram kuat ponsel di tangannya. Agraven tidak melaporkan hal ini ke polisi, itu tidak mungkin ia lakukan.

Pasti rumahnya yang pertama kali di datangi polisi, bisa terbongkar semua kelakuan bejatnya selama ini.

Dibalik kesedihan Agraven, ada orang yang begitu menikmati kesedihan itu. Ia begitu senang melihat Agraven yang begitu terpuruk.

Hidupnya seperti tidak ada gunanya lagi, objek ia bertahan hidup sedang tidak ada di sampingnya.

Sudah tiga hari pula Agraven tidak mandi. Makan pun hanya pada sore hari.

Agraven seakan-akan kembali seperti dulu lagi. Jika tidak Galva yang membawanya makanan atau tidak mengajak Agraven untuk makan di rumahnya, maka Agraven akan jarang makan. Ia seperti kenyang setelah menyiksa korbannya.

"RAVEN!"

Panggilan seseorang disertai ketukan pintu terdengar oleh Agraven. Tanpa melihat siapa orangnya, Agraven sudah tau itu siapa.

"RAV BUKA! LO JANGAN KAYAK ANAK GADIS LAGI NGAMBEK WOII!"

"KALO MAU NYARI DEGEM, LO JUGA BUTUH ASUPAN GIZI BIAR NGGAK KURUS KERING NANTINYA!"

Agraven menghela napas kesal. Jika tidak ia buka pintu untuk orang itu, maka ia tidak akan bisa tenang.

Cklek

"Mau apa?" ketus Agraven sambil bersandar di sisi pintu dengan tangan melipat di depan dada.

"Kakek ada di bawah. Nyuruh lo buat makan, kalau nggak ...."

"Apa?"

"Katanya kalau lo nggak makan, kakek juga gak akan makan," sambung Galva.

Agraven berdecih. "Gue nggak nafsu. Gue nggak pingin makan!" balas Agraven.

"Terus mau lo apa, Rav?" tanya Galva berusaha sabar, jangan sampai ia memukul kepala psikopat menolak sadar di depannya itu.

"Gue mau istri dan anak gue kembali sekarang!"

"Sejak kapan lo punya anak?" tanya Galva sambil mengusap tengkuknya.

"Emang degem kapan lahiran? Kok gue nggak--"

Duk

"AWWYIIOOOH! MY JIDAT IS NYERI, RAVEN DUGONG!" umpat Galva berteriak sambil mengusap dahinya yang baru saja Agraven tonjok menggunakan tongkat hitam yang baru ia ambil di samping pintu.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Agraven langsung berlalu meninggalkan Galva yang masih meringis.

"Mau ke mana, Rav?!" tanya Galva saat cowok itu melewatinya.

"Apa perlu gue Jawab?"

"Gak perlu! Gue tau lo mau nyari Degem, 'kan? Tapi seenggaknya lo mandi dulu lah, Rav! Nanti kalau ketemu degem biar peluk-pelukmya nikmat. Masa pertemuan pertama bau lo kecut!" jawab Galva.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang