53.»Kembali normal

34.6K 3.9K 155
                                    


Lestarikan vote dan komen, cerita apapun itu. Anggap aja sebagai bentuk apresiasi untuk setiap author yang kalian baca karyanya 🧡

.
.
.

"Semuanya akan baik-baik aja."

Tanpa menoleh pun Agraven tau itu adalah suara Galva.

"Baik-baik aja gimana maksud lo?" tanya Agraven datar.

Galva terdengar menghela napas dengan berat. "Semuanya akan kembali normal. Pasti berakhir bahagia," jawab Galva menyemangati.

"Enggak akan bisa kembali normal. Gue sekarang cuma punya Aza dan anak kami. Gue terlalu takut dengan yang namanya kehilangan ...."

"lagi," lanjut Agraven terdengar pasrah.

"Karma buat lo!" seru Galva, tentu saja hanya diungkapkan dalam hati.

"Rav. Semuanya akan mati, hanya tinggal menunggu waktu. Gue, lo, Aza dan semua yang bernyawa pasti akan mati ...."

"Gue juga nggak nyangka kakek pergi duluan. Gue juga nggak nyangka kakek bunuh Di--"

"Kakek lakuin itu karena ada alasan," tekan Agraven tidak suka.

"Apapun itu, semuanya udah kehendak Tuhan," ucap Galva

Agraven langsung terdiam.

Mulai sekarang ia harus lebih memperhatikan Aza dan calon anak karena tidak ingin mengambil resiko lagi.

"Lo masih punya orangtua yang lengkap, Rav--"

"Mereka udah mati. Mereka udah mati di hari yang sama dengan kematian orang tua Aza! Mereka mati bersamaan dengan kematian kedua mertua gue!" sentak Agraven.

Galva tersenyum sinis. "Gue denger mereka menghilang dari penjara. Jangan-jangan lo yang ...."

"Iya gue," timpal Agraven cepat tanpa ada keraguan.

"Lo bebasin mereka, Rav?"

Agraven tersenyum culas mendengar penuturan Galva yang sangat mustahil ia lakukan.

"Bebas? Haha, bahkan mereka lebih menderita di tangan gue daripada di penjara," desis Agraven. Galva tidak habis pikir dengan Agraven. Bisa-bisanya ada manusia seperti itu.

"Sampai kapan lo sekap orang tua lo sendiri?"

"Pertama, mereka bukan orangtua gue. Yang kedua, mereka akan mati sendiri--"

"Mati-mati! Lo kira mereka anjing?"

"Iya, kek anjing!" balas Agraven cepat.

Galva mengelus dada sambil geleng-geleng. "Jangan ngomong kasar, Mas--"

"Enggak usah bacot!" potong Agraven.

"Emm, Rav! Mongong-mongong--"

"Ngomong-ngomong!" koreksi Agraven  memutar bola matanya malas.

"Nah, etaa! Baru aja aing mau ngetik itu, tapi typo," balas Galva tersenyum ke arah Agraven yang menatapnya kesal.

"Santai banh! Maksud gue, mau ngomong itu malah lidahnya kleseo!" sambung Galva terkikik.

"KESELEO!" sentak Agraven tajam karena benar-benar kesabarannya sedang diuji oleh Galva. Aza bergerak gelisah di pangkuannya.

"kak Agra kenapa teriak-teriak?" tanya Aza mendongak dengan mata menyipit.

"Maaf udah bikin kamu kebangun. Sekarang tidur lagi, ya ...." bujuk Agraven sambil mengusap punggung Aza agar kembali tidur.

"Mendingan kalian pulang aja. Kasian Degem. Ini rumah sakit nggak baik untuk calon keponakan gue," ujar Galva sok tau.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang