61»Usai?

52.8K 4K 562
                                    


🎵Not You-Alan Walker

.
.
.

"Huh ...."

"Syukurlah lo cepat ke sini, Gal." Agraven mengatur napasnya yang tidak beraturan.

Iya, orang itu adalah Galva. Ia tersenyum melihat kedatangan Agraven.

"Sayang!" panggil Agraven. Pintu balkon kamar terbuka lebar, dapat Agraven lihat Aza yang sedang membelakangi dirinya.

Galva keluar dari balkon untuk menghampiri Aza. Kening Agraven mengernyit bingung melihat Galva seperti melepaskan sesuatu.

"Tangan Aza diikat, Gal?"

"Gal, siapa pelakunya? Siapa yang bawa Aza ke sini? Di mana orangnya? Apa dia Ludira?" tanya Agraven beruntun. Kakinya melangkah untuk mendekati Galva yang sedang melepaskan tali yang mengikat tangan istrinya. Iya, tangan wanita itu terikat pada pembatas balkon.

"Gue pelakunya, gue yang bawa dia ke sini, gue orangnya, nggak ada Ludira di sini, karena Ludira ada di neraka," jawab Galva terkekeh. Ada yang berbeda dari cara laki-laki itu berbicara.

"Apa maksud--"

"STOP!" bentak Galva mengacungkan sebuah pistol ke arah Agraven.

Agraven membeku di tempat. Jantung dan saraf-sarafnya seakan berhenti.

Dengan tangan sebelah kanan yang masih menodong pistol ke arah Agraven, tangan kirinya membalikkan tubuh Aza agar menghadap ke arah Agraven.

Deg

Hati Agraven teriris melihat wajah istrinya. Beberapa bekas memar dan mulut yang dibekap dengan lakban hitam.

Mata wanita yang baru saja sebulan menyandang status seorang ibu itu terus mengeluarkan air mata dan memancarkan ketakutan yang amat besar.

"Gal, bawa sini Aza. Dia ketakutan, Gal! LEPASIN DIA BANGSAT!" bentak Agraven menunjuk Aza.

"Apa? Lepasin? Hahaha enak aja. Gue udah nunggu lima tahun hal ini terjadi, Agraven," jawab Galva menyeringai.

Agraven terpaku mendengar perkataan Galva. Apa ini? Di hadapannya saat ini bukan Galva. Iya, dia bukan Galva, pikir Agraven menguatkan keyakinannya.

"LO SIAPA BANGSAT?! DI MANA GALVA? DI MANA SAHABAT GUE?! LEPASIN ISTRI GUE!" bentak Agraven penuh amarah.

"Ini Galva, sahabat lo siapa? Galva nggak pernah mempunyai sahabat," jawab Galva tertawa.

Sedangkan tubuh Aza bergetar hebat karena takut bercampur sedih. Matanya terus mengeluarkan cairan bening menatap Agraven.

"Pppppmm!"

"Lpmmmn!" Aza berusaha memberentak dari kukungan tangan Galva yang mengapit lehernya kuat. Namun, semakin kuat ia memberontak, semakin kuat pula Galva mengapit lehernya. Aza merasa sesak, nafasnya terasa sempit. Bayangan wajah Alzhei terpampang jelas dalam benaknya.

"Kak Agra tolongin Aza! Alzhei ...."

"Alzhei, tunggu Mama, Nak. Tunggu Mama!" batin Aza menangis sambil mengingat setiap inci wajah anaknya. Namun, matanya terus menatap Agraven yang panik ingin menolongnya, tapi laki-laki itu tidak berdaya. Selangkah saja kaki laki-laki itu melangkah, jari telunjuk Galva langsung menarik pelatuk pistol yang ada di tangannya.

"G-Gal, gue mohon. Gue mohon lepasin Aza," ujar Agraven melembut. Kedua tangannya terangkat tanda ia benar-benar memohon.

"Apa yang lo lakuin. Gue salah apa? Oke, selama ini gue kurang ajar sama, lo, tapi nggak gini, Gal!"

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang