41. kecambah coming

43K 4.6K 464
                                    

Jangan pura-pura lupa pencet vote



Suasana sebuah rumah yang ukurannya tidaklah kecil itu terasa sunyi. Cuaca malam ini nampak cerah, terlihat berjuta-juta bintang yang bertaburan di langit.

Suasana rumah besar itu terlihat tamaran. Cahaya lampu minim, karena sebagian sudah dimatikan.

Penghuninya saat ini hanya satu nyawa. Ia sedang berada di meja makan. Perutnya terasa lapar, tapi tidak satupun jenis makanan yang masuk ke dalam perutnya. Sebenarnya semenjak tadi siang ia belum makan sesuap nasi pun.

Bukan karena ia sedang menunggu seseorang, tetapi memang nafsu makannya tidak ada walau cacing di perutnya sudah meraung-raung minta diisi.

"Ya Tuhan ...." keluhnya. Kepalanya ia jatuhnya di atas meja. Wanita bernama lengkap Azalea Kananta itu terus saja mengeluh.

Jam sudah menunjukkan pukul 21.34, tapi suaminya belum juga pulang.

"Kak Agra lama banget perginya. Katanya jam setengah sembilan udah pulang. Ini udah setengah sepuluh tapi dia nggak datang-datang," gerundelnya.

Aza beranjak dari duduknya. Satu-persatu masakan yang sudah dimasak, kembali ia masukkan ke dalam kulkas. "Tadi kak Agra udah suruh Aza makan. Jangan tungguin dia pulang, tapi Aza nggak mau makan," keluhnya lagi. "Besok diangetin lagi makanannya."

Setelah meja makan sudah dibersihkan, Aza langsung menuju ruang tamu. Niatnya menunggu Agraven pulang di sana.

Perempuan itu rebahan di sofa. Merasa bosan, Aza memainkan ponselnya yang diberikan Agraven untuknya. Tidak ada yang menarik menurutnya.

Setelah beberapa menit menunggu, Aza merasa aneh dengan perutnya. "Ini kenapa, ya, perut Aza? Kepala juga kenapa muter-muter?" ringis Aza sambil mencengkram rambutnya kuat.

Tak bisa dipungkiri, kepalanya terasa amat pusing.

"Kayaknya masuk angin. Ke kamar aja, deh," lirihnya.

Dengan langkah lambat Aza berjalan menuju tangga. Baru pijakan anak tangga keempat Aza sudah menyerah. Ia tidak sanggup lagi, kepalanya sangat pusing. Jika dipaksakan bukannya sampai ke atas, tapi justru guling ke bawah.

Aza kembali mundur dan duduk di anak tangga pertama dengan kepala disandarkan pada railing tangga.

Teringat sesuatu, Aza langsung menghubungi Agraven.

"Sshh, Kak cepat angkat, Aza nggak kuat ... sakit banget," gumam Aza begitu lirih.

Dan benar saja, Aza langsung kehilangan kesadarannya. Terdengar suara yang memanggil-manggil namanya dari handphone. Sayangnya Aza sudah tidak mendengarnya lagi.

***

Agraven melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tidak peduli jika resikonya sangat berbahaya. Dipikirannya sekarang hanya ada Aza, kabar Aza, apa Aza baik-baik saja, apa yang terjadi dengan Aza, Aza, Aza dan Aza.

"Azananta ...." gumamnya. Sesekali ia menggigit kuku jarinya. Saat ini ia begitu cemas.

"Kamu berhasil bikin saya kayak gini, Za."

Setelah menempuh waktu 13 menit, Agraven akhirnya sampai di depan rumahnya. Kecepatan laju mobil Agraven yang biasanya menempuh 28 menit dari cafe, tapi sekarang ia berhasil menempuh waktu dalam 13 menit saja.

Bisa dibayangkan bagaimana kecepatannya?

Tanpa menutup pintu mobilnya terlebih dahulu, Agraven langsung berlari masuk ke dalam rumahnya.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang